Quantcast
Channel: Doa Qunut
Viewing all 149 articles
Browse latest View live

Dua Kalimat Syahadat dan Artinya

$
0
0
Dua Kalimat Syahadat dan ArtinyaSobat yang dirahmati Alloh. Dua kalimat Syahadat adalah dua perkataan pengakuan yang diucapkan dengan lisan dan dibenarkan oleh hati untuk menjadikan diri sebagai orang Islam. dan ini adalah salah satu syarat menjadi seorang muslim atau masuk islam.

Lafadz dua kalimat syahadat adalah:

"أشهد أن لا اله الا الله وأشهد ان محمد رسول الله"
Artinya:

"Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan melainkan Allah, dan aku bersaksi bahwa Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam adalah utusan Allah."
Jika seseorang yang bukan Islam membaca dua kalimat syahadat ini dengan sungguh-sungguh, yaitu membenarkan dengan hati apa yang ia ucapkan, serta mengerti apa yang ia ucapkan, maka masuklah ia ke dalam agama Islam. Dan ia berkewajiban mengerjakan rukun Islam.

Makna 2 kalimah Syahadat atau Syahadattain adalah:

1. Syahadat Tauhid. 
Artinya menyaksikan ke-Esaan Allah subhanahu wa ta'ala.

2. Syahadat Rasul.
Artinya menyaksikan dan mengakui kerasulan Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam


Demikilah ulasan mengenai Dua Kalimat Syahadat dan Artinya. Semoga bermanfaat terimakasih

Bacaan Sholat 5 Waktu

$
0
0
Bacaan Sholat 5 WaktuSobat yang dirahmati Allah. Sholat lima waktu adalah salat yang dikerjakan pada waktu tertentu, sebanyak lima kali sehari. Salat ini hukumnya fardhu 'ain (wajib), yakni wajib dilaksanakan oleh setiap Muslim yang telah menginjak usia dewasa (pubertas), kecuali berhalangan karena sebab tertentu.


Salat lima waktu merupakan salah satu dari lima Rukun Islam. Allah menurunkan perintah salat lima waktu ini ketika peristiwa Isra' Mi'raj. Salat lima waktu tersebut adalah sebagai berikut:[1]
Subuh, terdiri dari 2 rakaat. Waktu Shubuh diawali dari munculnya fajar shaddiq, yakni cahaya putih yang melintang di ufuk timur. Waktu shubuh berakhir ketika terbitnya matahari.
Zuhur, terdiri dari 4 rakaat. Waktu Zhuhur diawali jika matahari telah tergelincir (condong) ke arah barat, dan berakhir ketika masuk waktu Ashar.
Asar, terdiri dari 4 rakaat. Waktu Ashar diawali jika panjang bayang-bayang benda melebihi panjang benda itu sendiri. Khusus untuk madzab Imam Hanafi, waktu Ahsar dimulai jika panjang bayang-bayang benda dua kalimelebihi panjang benda itu sendiri. Waktu Asar berakhir dengan terbenamnya matahari.
Magrib, terdiri dari 3 rakaat. Waktu Magrib diawali dengan terbenamnya matahari, dan berakhir dengan masuknya waktu Isya.
Isya, terdiri dari 4 rakaat. Waktu Isya diawali dengan hilangnya cahaya merah (syafaq) di langit barat, dan berakhir hingga terbitnya fajar shaddiq keesokan harinya. Menurut Imam Syi'ah, Salat Isya boleh dilakukan setelah mengerjakan Salat Magrib.

Untuk Bacaan Sholat dan tatavaranya silahkan lihat gambar berikut ini:

 Bacaan Sholat 5 Waktu

Demikianlah ulasan mengenai Bacaan Sholat 5 Waktu.  Semoga bermanfaat dan terimakasih.  

Tata Cara Sholat Tahajud

$
0
0
Tata Cara Sholat Tahajud. Sahabat yang dirahmati Allah. Kali ini saya akan sedikit mengulas mengenai sholat tahajud.  Shalat tahajud sering juga disebut shalat malam atau disebut juga (Sholatul lail/Qiyamul lail/Tarawih) karena waktu yang melaksanakan shalat ini pada malam hari dimana semua orang sedang tertidur lelap. Qiyamul Lail/ Tahajud merupakan salah satu sholat yang disyariatkan dalam Islam. Dan hukumnya adalah Sunnah (sangat dianjurkan). Hal ini berdasarkan dalil-dalil syar’i berikut ini:

1. Firman Allah ta’ala:

{يَاأَيُّهَا الْمُزَّمِّلُ (1) قُمِ اللَّيْلَ إِلَّا قَلِيلًا (2) نِصْفَهُ أَوِ انْقُصْ مِنْهُ قَلِيلًا (3) أَوْ زِدْ عَلَيْهِ وَرَتِّلِ الْقُرْآنَ تَرْتِيلًا (4)} [المزمل / 1- 4].
Artinya: “Hai orang yang berselimut (Muhammad). Bangunlah (untuk sembahyang) di malam hari, kecuali sedikit (daripadanya). (Yaitu) seperduanya atau kurangilah dari seperdua itu sedikit. Atau lebih dari seperdua itu. Dan bacalah Al-Qur’an itu dengan perlahan-lahan (tartil).” (QS. al-Muzzammil: 1-4).

2. Dan firman-Nya pula:


{وَمِنَ اللَّيْلِ فَتَهَجَّدْ بِهِ نَافِلَةً لَكَ عَسَى أَنْ يَبْعَثَكَ رَبُّكَ مَقَامًا مَحْمُودًا (79)} 
Artinya: “Dan pada sebagian malam hari, hendaklah engkau shalat Tahajud sebagai tambahan bagi engkau. Mudah-mudahan Tuhan mengangkat engkau ketempat yang terpuji.”. (QS : Al-Isro’ : 79).

3. Dan firman Allah ta’ala yang menerangkan sebagian sifat orang-orang yang bertakwa:


كَانُوا قَلِيلًا مِنَ اللَّيْلِ مَا يَهْجَعُونَ
Artinya: “Di dunia mereka sedikit sekali tidur di waktu malam.”. (QS. Adz-Dzaariyaat: 17).

4. Dan firman-Nya pula:


وَمِنَ اللَّيْلِ فَاسْجُدْ لَهُ وَسَبِّحْهُ لَيْلًا طَوِيلًا
Artinya: “Dan pada sebagian dari malam, maka sujudlah kepada-Nya dan bertasbihlah kepada-Nya pada bagian yang panjang dimalam hari.” (QS. Al-Insaan: 26).

5. Dan hadits shohih berikut ini:

عن أبي هريرة رضي الله عنه قال: سئل رسول الله صلى الله عليه وسلم: أي الصلاة أفضل بعد المكتوبة؟ قال: (الصلاة في جوف الليل))

Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu, ia berkata: Rasulullah shallallahu alaihi wasallam pernah ditanya: “Sholat apakah yang paling utama setelah sholat fardhu (yang lima waktu, pent) ?” beliau menjawab: “Shalat yang paling utama setelah shalat fardhu adalah shalat (sunnah) di tengah malam (sholat tahajjud).”. (Diriwayatkan oleh imam Al-Bukhari dan Muslim).

Shalat tahajjud (kalau di bulan Ramadhan lebih dikenal dengan istilah tarawih) yang sesuai dengan sunnah adalah sebelas raka’at sebagaimana diterangkan dalam hadits ‘A`isyah:

مَا كَانَ رَسُوْلُ الله صلى الله عليه وسلم يَزِيْدُ فِي رَمَضَانَ وَلاَ فِي غَيْرِهِ عَلَى إِحْدَى عَشْرَةَ رَكْعَةً

“Nabi tidak pernah shalat malam baik di bulan Ramadhan atau selainnya lebih dari sebelas raka’at.” (HR. Al-Bukhariy no.1147 dan Muslim no.738)

Sebelas raka’at di sini termasuk di dalamnya shalat witir tiga raka’at:

Dari Aisyah radhiallahu anha dia berkata:

مَا كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَزِيدُ فِي رَمَضَانَ وَلَا فِي غَيْرِهِ عَلَى إِحْدَى عَشْرَةَ رَكْعَةً يُصَلِّي أَرْبَعًا فَلَا تَسْأَلْ عَنْ حُسْنِهِنَّ وَطُولِهِنَّ ثُمَّ يُصَلِّي أَرْبَعًا فَلَا تَسْأَلْ عَنْ حُسْنِهِنَّ وَطُولِهِنَّ ثُمَّ يُصَلِّي ثَلَاثًا.

فَقَالَتْ عَائِشَةُ: فَقُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ أَتَنَامُ قَبْلَ أَنْ تُوتِرَ؟ فَقَالَ: يَا عَائِشَةُ إِنَّ عَيْنَيَّ تَنَامَانِ وَلَا يَنَامُ قَلْبِي


“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengerjakan shalat (lail) baik di dalam bulan ramadhan maupun di luar ramadhan tidak pernah lebih dari 11 rakaat. Beliau memulai dengan mengerjakan 4 rakaat, kamu tidak usah menanyakan bagaimana baik dan panjangnya shalat beliau. Setelah itu beliau kembali mengerjakan 4 rakaat, kamu tidak usah menanyakan bagaimana baik dan panjangnya shalat beliau. Kemudian beliau shalat 3 rakaat.”Aisyah berkata: Lalu aku bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah anda tidur sebelum witir?” Beliau menjawab, “Wahai Aisyah, sesungguhnya kedua mataku memang tidur namun hatiku tidak.”(HR. Al-Bukhari no. 1147 dan Muslim no. 738)

Demikialah pembahasan  Tata Cara Sholat Tahajud. Mudah-mudahan bermanfaat. Silahkan baca: doa Sholat Tahujud 

Mengenal Huruf Hijaiyah dan Tanda Bacanya

$
0
0
Mengenal Huruf Hijaiyah dan Tanda Bacanya. Sobat yang dirahmati Allah kali ini akan sedikit mengulas mengenai "Huruf Hijaiyah dan Tanda Bacanya. Silahkan Simak Tabel berikut ini: 



Huruf ArabDiucapkan
Seperti Dalam
Non
AlefAnak
Ba'B / PB apak/ P asar
Ta'TT adi
Tha'TsTs abit
JeemJJ am
Ha'HH arus
Kha'KhKh awatir
DalDD ari
ThalDzDz at
Ra'RR ontok
ZayZZ akat
SeenSS atu
SheenSySy aitan
Sa'dShShodaqoh
Dha'dDhD ompet
Ta'ThTh oko
Za'ZhZh ombi
Ain''AJama 'a h
GhainGhG aransi
Fa'FF antastis
QafQQ omar
KafKK amar
LamLL ampu
MeemMM akan
NoonNN asi
Ha'HH adiah
WawWW anita
Ya'YY akin
HamzaAA tas


Demikianlah Ulasan mengenai Pembahasan Mengenal Huruf Hijaiyah dan Tanda Bacanya. Semoga bermanfaat. Terimakasih

Bacaan Doa Sholat Dhuha

$
0
0
Bacaan Doa Sholat Dhuha.  Sahabat yang dirahmati Allah, Mengenai doa sesudah shalat Dluha, kami telah menelusuri kitab-kitab fiqih dan kitab-kitab Hadits, dan sepanjang penelusuran kami memang tidak ditemukan adanya Hadits yang menerangkan atau mengajarkan lafal-lafal atau doa-doa tertentu setelah selesai menunaikan shalat Dhuha. Demikian juga kami telah meneliti kitab Hadits Nashiruddin Albani yang berisikan Hadits-Hadits dhaif versi beliau, yaitu kitab Silsilah al-Da'ifah dan kitab- kitabnya yang lain. Tidak ditemukan Hadits yang saudara maksudkan. Namun demikian, jika yang dimaksudkan adalah pendapat Albani tentang Hadits shalat Dluha lainnya, memang terdapat sejumlah riwayat yang ia anggap dlaif jiddan (lemah sekali) atau bahkan maudu' (palsu). Misalnya Hadits yang menjelaskan bahwa "di surga ada satu pintu yang bernama pintu "ad- Dluha" yang hanya bisa dimasuki oleh orang yang menjaga shalat Dluhanya" (Silsilah al-Da'ifah, jilid I, hal 569).

Adapun doa dengan lafal "/nna d/uha dluha-uka, wal-baha-u baha-uka, wal-ja- malujamaluka, wal-quwwatuquwwatuka, wal-qudratu qudratuka, wal-'ushmatu 'ushmatuka", bukanlah doa yang berasal dari Nabi Muhammad saw, melainkan doa yang dimunculkan pertama kali oleh ahli hokum (fugaha) ,seperti oleh asy-Syarwani dalam Syarh Minhaj dan ad-Dimyatidalam l'anatut-Thalibin. Keduanya pun sesungguhnya tidak menyebut doa ini berasal dari Hadits Nabi Muhammad saw.

Dengan demikian, seorang yang sele sai melaksanakan shalat Dluha, ia dapat melafalkan doa apa saja yang baik tanpa harus terikat dengan lafal yang dianggap berasal dari Rasulullah saw untuk shalat Dluha. Firman Allah dalam Al-Qur'an:

Artinya: "Jika kamu telah menunaikan shalat, maka berdzikirlah (ingatlah) Allah" (Qs An-Nisa [4]: 103)
Artinya: Hai orang-orang yang ber iman. berdzikirlah (dengan menyebut nama) Allah, dzikir yang sebanyak-banyaknya. Dan bertasbihlah kepada-Nya di waktu pagi dan petang."(Qs. Al-Ahzab {33]: 41-42)

Doa yang bisa digunakan dan diajarkan kepada peserta didik salah satunya misalnya adalah doa yang diajarkan oleh Hadits berikut ini:

Artinya "Sesungguhnya Rasulullah berlindung (kepada Allah) dari lima hal setelah selesai shalat."Ya Allah, sesungguh nya aku berlindung kepada Engkau dari sifat kikir; akuberlindung kepada Engkau dari sifat pengecut, akuberlindung kepada E ngkau dari dikembalikan kepada umurnya yang paling hina (pikun), aku berlindung kepada Engkau dari fitnah dunia dan aku berlindung kepada E ngkau dari azabkubur".(HR. al-Bukhari, Muslim, Ahmaddan an-Nasai, lafal dari an-Nasai).

Wallahu a'lam bish-shawab. Demikianlah ulasan mengenai Bacaan Doa sholat dhuha. Mudah-mudahan bermanfaat, Saya yakin bahwa anda semuanya bijak dalam memilih. Mana yang mesti diamalkan. Terimakasih.

Cara Tayamum Beserta Gambarnya

$
0
0
Cara Tayamum Beserta Gambarnya. Sobat yang dirahmati Allah. Selain wudhu untuk mensucikan dari hadas yakni bertanyamum. Tayammum secara bahasa artinya sebagai Al Qosdu (القَصْدُ) yang berarti bermaksud atau bertujuan atau memilih. Allah berfirman:

وَلَا تَيَمَّمُوا الْخَبِيثَ مِنْهُ تُنْفِقُونَ وَلَسْتُمْ بِآخِذِيهِ إِلَّا أَنْ تُغْمِضُوا فِيهِ
“Janganlah kalian bersengaja memilih yang buruk-buruk lalu kamu menafkahkan hal itu, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memejamkan mata terhadapnya” (Qs. Al-Baqarah: 267).

Kata تَيَمَّمُوا dalam ayat di atas artinya bersengaja, bermaksud, atau bertujuan. (as-Suyuthy & al-Mahali, al-Jalalain, al-Baqarah: 267)

Sedangkan secara istilah syari’at, tayammum adalah tata cara bersuci dari hadats dengan mengusap wajah dan tangan, menggunakan sho’id yang bersih.

Dalil Disyari’atkannya Tayammum.  Al Qur’an adalah firman Allah ‘Azza wa Jalla,

وَإِنْ كُنْتُمْ مَرْضَى أَوْ عَلَى سَفَرٍ أَوْ جَاءَ أَحَدٌ مِنْكُمْ مِنَ الْغَائِطِ أَوْ لَامَسْتُمُ النِّسَاءَ

فَلَمْ تَجِدُوا مَاءً فَتَيَمَّمُوا صَعِيدًا طَيِّبًا فَامْسَحُوا بِوُجُوهِكُمْ وَأَيْدِيكُمْ مِنْهُ

“Dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air atau berhubungan badan dengan perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, maka bertayammumlah dengan permukaan bumi yang baik (bersih); sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu”. (Qs. Al Maidah: 6).

Adapun dalil dari Sunnah, sabda Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallam dari sahabat Hudzaifah Ibnul Yaman rodhiyallahu ‘anhu,

الصَّعِيدُ الطَيِّبُ وضُوءُ المُسلِمِ وَإِن لَم يَجِد المَاءَ عَشرَ سِنِين

“Tanah yang suci adalah wudhunya muslim, meskipun tidak menjumpai air sepuluh tahun”. (Abu Daud 332, Turmudzi 124 dan dishahihkan al-Albani)

Media yang dapat digunakan untuk bertayammum adalah seluruh permukaan bumi yang bersih baik itu berupa pasir, bebatuan, tanah yang berair, lembab ataupun kering. Hal ini berdasarkan hadits Nabi shollallahu ‘alaihi wa sallam dari sahabat Hudzaifah Ibnul Yaman rodhiyallahu ‘anhu di atas dan secara khusus,

جُعِلَتِ الأَرْضُ كُلُّهَا لِى وَلأُمَّتِى مَسْجِداً وَطَهُوراً

“Dijadikan permukaan bumi seluruhnya bagiku dan ummatku sebagai tempat untuk sujud dan sesuatu yang digunakan untuk bersuci”. (Muttafaq ‘alaihi)

Tata cara tayammum Nabi SAW dijelaskan hadits ‘Ammar bin Yasir radhiyallahu ‘anhu Sebagai berikut:

بَعَثَنِى رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – فِى حَاجَةٍ فَأَجْنَبْتُ ، فَلَمْ أَجِدِ الْمَاءَ ، فَتَمَرَّغْتُ فِى الصَّعِيدِ كَمَا تَمَرَّغُ الدَّابَّةُ ، فَذَكَرْتُ ذَلِكَ لِلنَّبِىِّ – صلى الله عليه وسلم – فَقَالَ « إِنَّمَا كَانَ يَكْفِيكَ أَنْ تَصْنَعَ هَكَذَا » . فَضَرَبَ بِكَفِّهِ ضَرْبَةً عَلَى الأَرْضِ ثُمَّ نَفَضَهَا ، ثُمَّ مَسَحَ بِهَا ظَهْرَ كَفِّهِ بِشِمَالِهِ ، أَوْ ظَهْرَ شِمَالِهِ بِكَفِّهِ ، ثُمَّ مَسَحَ بِهِمَا وَجْهَهُ
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengutusku untuk suatu keperluan, kemudian aku mengalami junub dan aku tidak menemukan air. Maka aku berguling-guling di tanah sebagaimana layaknya hewan yang berguling-guling di tanah. Kemudian aku ceritakan hal tersebut kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Lantas beliau mengatakan, “Sesungguhnya cukuplah engkau melakukannya seperti ini”. Kemudian beliau memukulkan telapak tangannya ke permukaan tanah sekali, lalu meniupnya. Kemudian beliau mengusap punggung telapak tangan (kanan)nya dengan tangan kirinya dan mengusap punggung telapak tangan (kiri)nya dengan tangan kanannya, lalu beliau mengusap wajahnya dengan kedua tangannya.

Dalam salah satu lafadz riwayat Bukhori,

وَمَسَحَ وَجْهَهُ وَكَفَّيْهِ وَاحِدَةً
“Dan beliau mengusap wajahnya dan kedua telapak tangannya dengan sekali usapan”.(Muttafaq ‘alaihi)

Berdasarkan hadits di atas, kita dapat simpulkan bahwa tata cara tayammum beliau :

  • Memukulkan kedua telapak tangan ke permukaan tanah sekali kemudian meniupnya.
  • Mengusap punggung telapak tangan kanan dengan tangan kiri dan sebaliknya.
  • Kemudian menyapu wajah dengan dua telapak tangan.
  • Semua usapan dilakukan sekali.
  • Bagian tangan yang diusap hanya sampai pergelangan tangan saja
  • Tayammum dapat menghilangkan hadats besar semisal janabah, demikian juga untuk hadats kecil

Pembatal Tayammum
a. Semua pembatal wudhu juga merupakan pembatal tayammum
b. Menemukan air, jika sebab tayammumnya karena tidak ada air
c. Mampu menggunakan air, jika sebab tayammumnya karena tidak bisa menggunakan air

Demikialah ulasan mengenai cara tayamum beserta gambarnya. Semoga bermanfaat. 

Bacaan Doa Setelah Sholat Fardhu dan Artinya

$
0
0
Bacaan Doa Setelah Sholat Fardhu dan Artinya. Sobat yang dirahmati Allah, Ketika kita selesai mengucapkan salam ke kanan dan ke kiri, kita disunnahkan membaca dzikir atau doa, yaitu sebagai berikut:
1. Membaca:
أَسْتَغْفِرُ اللهَ أَسْتَغْفِرُ اللهَ أَسْتَغْفِرُ اللهَ اللَّهُمَّ أَنْتَ السَّلاَمُ وَمِنْكَ السَّلاَمُ تَبَارَكْتَ يَا ذَا الْجَلاَلِ وَالإِكْرَامِ
Aku meminta ampunan kepada Allah (tiga kali). Ya Allah, Engkaulah As-Salaam (Yang selamat dari kejelekan-kejelekan, kekurangan-kekurangan dan kerusakan-kerusakan) dan dari-Mu as-salaam (keselamatan), Maha Berkah Engkau Wahai Dzat Yang Maha Agung dan Maha Baik.” (HR. Muslim 1/414)
2. Membaca:
لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ, لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ, 
Tiada tuhan yang berhak diibadahi selain Allah, tiada sekutu bagi-Nya, bagi-Nya segala kerajaan, dan pujian, dan Dia Maha Berkuasa atas segala sesuatu. Ya Allah, tidak ada yang dapat menolak terhadap apa yang Engkau beri dan tidak ada yang dapat memberi terhadap apa yang Engkau tolak dan orang yang memiliki kekayaan tidak dapat menghalangi dari siksa-Mu.” (HR. Al-Bukhariy 1/255 dan Muslim 414)
3. Membaca:
لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ، لاَ حَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ إِلاَّ بِاللهِ، لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَلاَ نَعْبُدُ إِلاَّ إِيَّاهُ، لَهُ النِّعْمَةُ وَلَهُ الْفَضْلُ وَلَهُ الثَّنَاءُ الْحَسَنُ، لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ مُخْلِصِيْنَ لَهُ الدِّيْنَ وَلَوْ كَرِهَ الْكَافِرُوْنَ
Tiada tuhan yang berhak diibadahi selain Allah, tiada sekutu bagi-Nya, bagi-Nya segala kerajaan, dan pujian, dan Dia Maha Berkuasa atas segala sesuatu. Tiada daya dan upaya serta kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah dan kami tidak beribadah kecuali kepada Allah, milik-Nya-lah segala kenikmatan, karunia, dan sanjungan yang baik, tiada tuhan yang berhak diibadahi selain Allah, kami mengikhlashkan agama untuk-Nya walaupun orang-orang kafir benci.” (HR. Muslim 1/415)
4. Membaca:

سُبْحَانَ اللهُ

Maha Suci Allah.” (tiga puluh tiga kali)

اَلْحَمْدُ لِلَّهِ

Segala puji bagi Allah.” (tiga puluh tiga kali)

اَللهُ أَكْبَرُ

Allah Maha Besar.” (tiga puluh tiga kali)
Kemudian dilengkapi menjadi seratus dengan membaca,
لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ, لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ
Tiada tuhan yang berhak diibadahi selain Allah, tiada sekutu bagi-Nya, bagi-Nya segala kerajaan, dan pujian, dan Dia Maha Berkuasa atas segala sesuatu.”

اللَّهُمَّ لاَ مَانِعَ لِمَا أَعْطَيْتَ وَلاَ مُعْطِيَ لِمَا مَنَعْتَ وَلاَ يَنْفَعُ ذَا الْجَدِّ مِنْكَ الْجَدُّ
Ya Allah, tidak ada yang dapat menolak terhadap apa yang Engkau beri dan tidak ada yang dapat memberi terhadap apa yang Engkau tolak dan orang yang memiliki kekayaan tidak dapat menghalangi dari siksa-Mu.” (HR. Al-Bukhariy 1/255 dan Muslim 414) 

Setelah selesai membaca doa atau dzikir  diatas dan tambahan doa yang anda hafal. Dipungkas dengan 

5. Membaca:
اللَّهُمَّ أَعِنِّيْ عَلَى ذِكْرِكَ وَشُكْرِكَ وَحُسْنِ عِبَادَتِكَ
Sebagaimana diterangkan dalam hadits Mu’adz bin Jabal radhiyallahu ‘anhu bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memegang kedua tangannya dan berkata, “Ya Mu’adz, Demi Allah, sungguh aku benar-benar mencintaimu.” Lalu beliau bersabda, “Aku wasiatkan kepadamu Ya Mu’adz, janganlah sekali-kali engkau meninggalkan di setiap selesai shalat, ucapan...” (lihat di atas):
Ya Allah, tolonglah aku agar senantiasa mengingat-Mu, bersyukur kepada-Mu dan beribadah dengan baik kepada-Mu.” (HR. Abu Dawud 2/86 dan dishahihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albaniy dalam Shahiih Sunan Abi Dawud 1/284)

Catatan :


Demikialan ulasan mengenai Bacaan Doa Setelah Sholat Fardhu dan Artinya. Semoga bermanfaat badi anda semuanya.

Bacaan Shalawat Nabi Muhammad SAW yang Benar

$
0
0
Bacaan Shalawat Nabi Muhammad SAW yang Benar. Sahabat yang diwahmati Allah SWT. Shalawat sering kita baca setiap hari, terutama didalam sholat. Pada bacaan tasyahud atau tahiyat baik tahiyat awal atau tahiyat akhir, setelah selesai membaca bacaan tahiyat dilanjutkan dengan membaca sholawat.
Berikut adalah beberapa macam sholawat dari beberapa hadits:

Bacaan SholawatBerikut adalah hadits yang menceritakan tentang nabi Muhammad sollallohu 'alaihi wasallam yang ditanya oleh sahabat tentang bacaan sholawat:
Telah menceritakan kepada kami Ishaq bin Musa Al Anshari telah menceritakan kepada kami Ma’an telah menceritakan kepada kami Malik bin Anas dari Nu’aim bin Abdullah Al Mujmir bahwa Muhammad bin Abdullah bin Zaid Al Anshari dan Abdullah bin Zaid yang memimpikan adzan shalat memberitahunya dari Abu Mas’ud Al Anshari berkata: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam mendatangi kami saat kami di majlis Sa’ad bin Ubadah lalu Basyir bin Sa’ad berkata pada beliau: Allah memerintahkan kami untuk bersholawat atas anda, lalu bagaimana kami bersholawat atas anda.


Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam diam hingga kami berharap (andai) dia tidak bertanya. Setelah itu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam bersabda: “Ucapkanlah : ALLOOHUMMA SHOLLI ‘ALAA MUHAMMAD, WA’ALAA AALI MUHAMMAD, KAMAA SHOLLAITA ‘ALAA IBROOHIIMA WA’ALAA AALI IBROOHIIMA WABAARIK ‘ALAA MUHAMMAD WA’ALAA AALI MUHAMMAD KAMAA BAAROKTA ‘ALAA IBROOHIIMA WA’ALAA AALI IBROOHIIMA FIL’AALAMIINA INNAKA HAMIIDUN MAJIID “
Artinya yaitu:"Ya Allah, limpahkan kesejahteraan kepada Muhammad dan keluarga Muhammad seperti Kau melimpahkan kesejahteraan kepada Ibrahim dan keluarga Ibrahim, berkahilah Muhammad dan keluarga Muhammad seperti Engkau memberkahi Ibrahim dan keluarga Ibrahim dalam seluruh alam, sesungguhnya Engkau Maha Terpuji lagi Luhur, dan salam seperti yang telah diajarkan pada kalian.”

Hadits diatas terdapat didalam kitab Sohih Ibnu Hibban dan Sunan Tirmidzi.

Selain hadits ini, ada hadits lain yang serupa dari Ali, Abu Humaid, Ka’ab bin Ujrah, Thalhah bin Ubaidullah, Abu Sa’id, Zaid bin Kharijah dan disebut Ibnu Jariyah. Abu Isa berkata: Hadits ini hasan shahih.

Hadits-hadits lain yang menceritakan tentang sholawat yaitu:

  • Dari Mas'ud Al-anshori, Rosululloh mengajarkan sholawat,


اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ، وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ، كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ، وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ، وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ، كَمَا بَارَكْتَ عَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ فِي الْعَالَمِينَ إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ



Artinya:
Allahumma shalli ‘ala muhammad wa ‘ala aali muhammad, kamaa shallaita ‘ala aali ibrahim wa baarik ‘ala muhammad wa ‘ala aali muhammad, kamaa baarakta ‘ala aali ibrahim, fil ‘aalamiina innaka hamiidum majiid. (HR. Malik dalam Al-Muwatha, Ahmad, Nasai, dan dishahihkan Syuaib Al-Arnauth). Dari Abu Thalhah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengajarkan bacaan shalawat,


  • اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ ، وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ، كَمَا صَلَّيْتَ وَبَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ وَآلِ إِبْرَاهِيمَ، إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ


Artinya: 
Allahumma shalli ‘ala muhammad wa ‘ala aali muhammad, wa baarik ‘ala muhammad wa ‘ala aali muhammad, kamaa shallaita wa baarakta ‘ala ibrahim wa aali ibrahim, innaka hamiidum majiid. (HR. Nasai, At-Thahawi, dan sanadnya shahih).


Demikianlah ulasan mengenai Bacaan Shalawat Nabi Muhammad SAW yang Benar. Mudah-mudahan kita senantiasa mengamalkannya. Terimakasih

Bacaan Doa Selamat dan Artinya

$
0
0

Bacaan Doa Selamat dan ArtinyaKeselamatan di dunia dan akhirat semuanya milik Alloh SWT. Kita sebagai umatnya hanya bisa memohon kepada-Nya agar diberikan keselamatan di dunia dan akhirat. Salah satu doa yang diajarkan Oleh Rasulullah SAW yaitu dengan membaca doa selamat.




Doa keselamatan dunia dan akhirat
Doa Ini adalah untuk memohon keselamatan dan kebaikan di dunia dan juga diakhirat. Doa ini lebih dikenal masyarakat umum denga Doa Sapu jagad. Bacaan doanya seperti dibawah ini!!!

رَبَّنَااَتِنَافِ الدُّنْيَا حَسَنَةًوَفِ اْلاَحِرَةِحَسَنَةًوَقِنَا عَذَابَ النَّارِ

Raabbanaa aatina fid-dunyaa hasanatan wa fil-aakhirati hasanatan wa qinaa 'adzaaban-naar

Artinya : Ya Allah, ya Tuhan kami, berikanlah kepada kami kebaikan di dunia dan akhirat, dan peliharalah kami dari siksa neraka

Demikianalah ulasan mengenai doa selamat yang biasa kita bacakan dalam setiap doa baik itu di dalam sholat maupun diluar sholat. Smeoga bermanfaat. Terimakasih

40 Hadits Qudsi Terjemahannya

$
0
0
40 Hadits Qudi Terjemahannya . Dibawah ini adalah Hadits-hadist Kudsi terjemahannya, dengan Bahasa Indonesia, Silahkan baca untuk menanmbah pengetahuan tentang isi kandungannya. Silahkan Baca: 
  1. Hadits Ke – 1: Diriwayatkan dari Abi Hurairah r.a, dia berkata; telah bersabda Rasulullah saw “Ketika Allah menetapkan penciptaan makhluk, Dia menuliskan dalam kitab-Nya ketetapan untuk diri-Nya sendiri: Sesungguhnya rahmat-Ku (kasih sayangku) mengalahkan murka-Ku”(diriwayatkan oleh Muslim begitu juga oleh al-Bukhari, an-Nasa-i dan Ibnu Majah)
  2. Hadits Ke – 2: Diriwayatkan dari Abi Hurairah r.a., bahwasanya Nabi saw bersabda, telah Berfirman Allah ta’ala: Ibnu Adam (anak-keturunan Adam/umat manusia) telah mendustakanku, dan mereka tidak berhak untuk itu, dan mereka mencelaku padahal mereka tidak berhak untuk itu, adapun kedustaannya padaku adalah perkataanya, “Dia tidak akan menciptakankan aku kembali sebagaimana Dia pertama kali menciptakanku (tidak dibangkitkan setelah mati)”, aadpun celaan mereka kepadaku adalah ucapannya, “Allah telah mengambil seorang anak, (padahal) Aku adalah Ahad (Maha Esa) dan Tempat memohon segala sesuatu (al-shomad), Aku tidak beranak dan tidak pula diperankkan, dan tidak ada bagiku satupun yang menyerupai”.  (Diriwayatkan oleh al-Bukhari dan begitu juga oleh an-Nasa-i)
  3. Hadits Ke – 3: Diriwayatkan dari Zaid bin Khalid al-Juhniy r.a, beliau berkata, Rasulullah saw memimpin kami shalat shubuh di Hudaibiyah, diatas bekas hujan yang turun malamnya, tatkala telah selesai, Nabi saw  menghadap kepada manusia (jama’ah para shahabat), kemudian beliau bersabda, “Tahukah kalian apa yang telah difirmankan Tuhan kalian?”, (para sahabat) berkata, “Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui”, Rasulullah bersabda, “(Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman) Pagi ini ada sebagian hamba-Ku yang beriman kepada-Ku dan ada yang kafir, adapun orang yang mengatakan, ‘kami telah dikaruniai hujan sebab keutamaan Allah (fadlilah Allah) dan kasih sayang-Nya (rahmat-Nya), maka mereka itulah yang beriman kepada-Ku dan kafir kepada bintang – bintang'; dan adapun yang berkata, ‘kami telah dikaruniai hujan sebab bintang ini dan bintang itu, maka mereka itulah yang kafir kepada-Ku dan beriman kepada bintang – bintang’ ”. (Diriwayatkan oleh al-Bukhari dan begitu juga oleh an-Nasa-i)
  4. Hadits Ke – 4: Diriwayatkan dari Abi Hurairah r.a, beliau berkata, telah bersabda Rasulullah saw, “Allah Telah Berfirman,’Anak – anak adam (umat manusia) mengecam waktu; dan aku adalah (Pemilik) Waktu; dalam kekuasaanku malam dan siang’ ” (Diriwayatkan oleh al-Bukhari dan begitu juga Muslim.)
  5. Hadits Ke – 5: Diriwayatkan dari Abi Hurairah r.a, beliau berkata, Telah bersabda Rasulullah saw “Telah berfirman Allah tabaraka wa ta’ala (Yang Maha Suci dan Maha Luhur), Aku adalah Dzat Yang Maha Mandiri, Yang Paling tidak membutuhkan sekutu; Barang siapa beramal sebuah amal menyekutukan Aku dalam amalan itu, maka Aku meninggalkannya dan sekutunya”(Diriwayatkan oleh Muslim dan begitu juga oleh Ibnu Majah)
  6. Hadits Ke – 6: Diriwayatkan dari Abi Hurairah r.a, beliau berkata, Aku telah mendengar Rasulullah saw bersabda, “Sesungguhnya salah seorang yang pertama di hisab di hari kiamat adalah seorang lakilaki yang mati syahid (gugur dalam peperangan); kemudian disebutkan baginya semua kenikmatan-kenikmatan yang diberikan kepadanya, dan dia mebenarkannya. Kemudia Allah Subhanahu wa ta’ala bertanya kepadanya, ‘Apa yang kamu kerjakan dengan nikmat itu?’, lelaki itu menjawab, ‘Aku berperang untuk-Mu hingga aku syahid'; Allah menjawab, “Kamu berdusta, (akan tetapi sesungguhnya) engkau berperang agar orang menyebutmu pemberani, dan (orang – orang) telah menyebutkan demikian itu, kemudian diperintahkan (malaikat) agar dia diseret di atas wajahnya hingga sampai di neraka dan dilemparkan kedalamnya”. Dan (selanjutnya adalah) seorang laki – laki yang mempelajari ilmu dan mengamalkannya serta dia membaca al-Quran, kemudian dia didatangkan, kemudian disebutkan nikmat – nikmat yang diberikan kepadanya dan dia membenarkannya. Kemudian Allah bertanya, ‘Apa yang kamu kerjakan dengan nikmat – nikmat itu?’ lelaki itu menjawab, ‘Aku mencari ilmu dan  engamalkannya/mengajarkannya, dan aku membaca al-Quran karena-Mu’. Allah berfirman, “kamu berdusta, (akan tetapi) kamu mencari ilmu itu agar disebut sebagai ‘alim (orang yang berilmu), dan kamu membaca al-Quran agar orang menyebutmu qari’, dan kamu telah disebut demikian itu (alim & qari’)” kemudian diperintahkan (malaikat) kepadanya, agar dia diseret di atas wajahnya hingga sampai di neraka dan di masukkan kedalam neraka” Dan (selanjutnya) seorang laki – laki yang diluaskan (rizkinya) oleh Allah. Dan dikaruniai berbagai harta kekayaan. Kemudian dia dihadapkan, dan disebutkan nikmat – nikmat yang diberikan kepadanya, dan dia membenarkannya. Kemudia Allah Subhanahu wa ta’alaberfirman, “Apa yang kamu kerjakan dengan nikmat – nikmat itu?”, lelaki itu menjawab, “Tidaklah aku meninggalkan jalan yang aku cintai selain aku menginfakkan hartaku untuk-Mu”; Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman, “Kamu berdusta, tetapi kamu melakukan itu semua agar orang menyebutmu dermawan, dan kamu telah disebut demikian”. Kemudian diperankkan (malaikat) kepadanya, agar dia diseret di atas wajahnya, hingga sampai dineraka dan dimasukkan kedalam neraka. (HR. Muslim dan begitu juga at-Tirmidzi dan an-Nasai)
  7. Hadits Ke – 7: Diriwayatkan dari Uqbah bin Amir r.a., beliau berkata, aku mendengar Rasulullah saw bersabda, “Tuhanmu bangga terhadap seorang pengembala kambing, yang berada di atas gunung/bukit, dia mengumandangkan adzan untuk sholat dan mengerjakan sholat, kemudian Allah ‘azza wa jalla (Yang Maha Perkasa dan Maha Luhur) berfirman, ‘Lihatlah hambaku ini, dia mengumandangkan adzan dan menegakkan sholat (iqomat) karena takut kepada-Ku, maka sesungguhnya Aku telah mengampuni hambaku ini, dan Aku akan memasukkannya kedalam surga’” (Diriwayatkan oleh an – Nasai dengan sanad yang shahih.)
  8. Hadits Ke – 8: Diriwayatkan dari Abi Hurairah r.a. Bahwasanya nabi saw bersabda, “Barangsiapa mengerjakan sholat dengan tanpa mebaca, di dalam sholatnya, umm al-Quran (surah al-Fatihah), maka sholatnya kurang (diucapkan beliau tiga kali, sebagai penegasan), tidak sempurnalah sholatnya.” kemudian disampaikan kepada Abi Hurairah, sesungguhnya kami berada di belakang imam, maka beliau berkata, bacalah dengannya (ummum Quran) untuk dirimu sendiri (sebagai makmum tetap membaca al-fatihah), karena sesungguhnya aku mendengar Rasulullah saw bersabda, “Allah ‘azza wa jalla berfirman, ‘Aku membagi sholat antara Aku dan hamba-Ku menjadi dua bagian. Dan bagi hamba-Ku apa yang dia mohonkan, maka ketika hambaku berkata (Segala Puji Hanya Bagi Allah, Tuhan semesta alam) Allah ‘azza wa jalla berfirman, Hambaku telah memuji-Ku, dan ketika seorang hamba berkata, (Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang) Allah ‘azza wa jalla berfirman, ‘Hambaku telah memujiku’, dan ketika seorang mengucapkan, (Yang Menguasai di Hari Pembalasan), Allah berfirman, ‘Hambaku telah memuliakan Aku’ – dan (Abu Hurairah) pernah mengatakan (dengan redaksi), ‘Hambaku telah berserah diri kepadaku’, dan ketika seseorang berkata, (Hanya kepada Engkau kami menyembah dan hanya kepada Engkau kami memohon pertolongan), Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman, ‘ini adalah bagian-Ku dan bagian hamba-Ku, dan bagi hamba-Ku apa yang dimintanya’, dan ketika seseorang berkata,: (Tunjukilah kami jalan yang lurus, (yaitu) Jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepada mereka; bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat. ), Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman, ‘Ini adalah bagi hambaku, dan bagi hambaku apa yang dia pinta ‘ ” (diriwayatkan oleh Imam Muslim, dan begitu juga oleh Imam Malik, Imam Tirmidzi, dan ImamAbu Dawud, Imam Nasai dan Imam Ibnu Majah)
  9. Hadits Ke – 9: Diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a., beliau berkata, telah bersabda Rasulullah , “Sesungguhnya perkara/amal seorang hamba yang dihisab pertama kali adalah shalatnya. Seandainya (shalatnya) baik, maka benar-benar paling beruntung dan paling sukses, dan seandainya (sholatnya) buruk, maka dia benar-benar akan kecewa dan merugi, dan seandainya kurang sempurna shalat fardlunya, Allah ‘azza wa jalla berfirman, ‘lihatlah apakah bagi hambaku ini (ada amal) sholat sunnah (mempunyai sholat sunnah) yang bisa menyempurnakan sholat fardlunya,’ kemudian begitu juga terhadap amal-amal yang lainnya juga diberlakukan demikian ” (Hadits diriwayatkan oleh at-Tirmidzi, dan begitu juga oleh Abu Dawud dan Imam An-Nasai dan Ibn Majah serta Imam Ahmad.)
  10. Hadits Ke – 10: Diriwayatkan dari Abi Hurairah r.a., dari Nabi saw, beliau bersabda, ”Allah Azza wa Jalla berfirman, ‘Puasa itu untukku, dan Aku yang akan memberikan ganjarannya, disebabkan seseorang menahan syahwatnya dan makannya serta minumnya karena-Ku, dan puasa itu adalah perisai, dan bagi orang yang berpuasa dua kebahagiaan, yaitu kebahagian saat berbuka, dan kebahagiaan ketika bertemu dengan Tuhannya, dan bau mulut orang yang berpuasa lebih harum disisi Allah, daripada bau minya misk/kesturi’ ” (Hadits riwayat al-Bukhari, dan begitu juga oleh imam Muslim, dan Imam Malik, dan Tirmidzi dan an-Nasai serta Ibnu Majah.)
  11. Hadits Ke – 11: Diriwayatkan dari Abi Hurairah r.a, sesungguhnya Rasulullah saw bersabda, “Allah Subhanahuwa ta’ala berfirman, berinfaklah wahai anak adam, (jika kamu berbuat demikian) Aku memberi infak kepada kalian”.(Diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan begitu juga oleh Imam Muslim)
  12. Hadits Ke – 12: Diriwayatkan dari Abu Mas’ud al-Anshari r.a., beliau berkata, telah bersabda Rasulullah , saw “Ada seorang lelaki sebelum kalian yang dihisab, dan tidak ditemukan satupun kebaikan ada padanya kecuali bahwa dia adalah orang yang banyak bergaul dengan manusia, dan dia orang yang lapang(berkecukupan), serta dia memerintahkan kepada pegawai-pegawainya untuk membebaskan orang-orang yang kesulitan (dari membayar hutang), kemudian Rasulullah bersabda, Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman,’Kami *(Allah) lebih berhak untuk berbuat itu daripada dia, (oleh karena itu) bebaskan dia’ ” (Hadits riwayat Muslim, begitujuga oleh al-Bukhari dan an-Nasai.)
  13. Hadits Ke – 13: Diriwayatkan dari ‘Adiy ibn Hatim r.a., beliau berkata, ketika aku sedang berada disamping Rasulullah saw, kemudian datanglah dua orang laki-laki, salah satunya mengadukan tentang kemiskinan, dan lelaki yang lainnya mengadukan tentang perampokan di jalan, kemudian Rasulullah saw bersabda, “Adapun mengenai perampokan, sesungguhnya kelak dalam waktu yang tidak lama, akan datang suatu masa, ketika sebuah kafilah tidak memerlukan pengawal saat menuju Makkah, dan adapun tentang kemiskinan, tidak akan datang hari Kiamat, (sehingga datang masa dimana) seorang diantara kalian berdiri untuk mencari orang yang mau menerima sedekah, namun tidak dapat menemukan seorangpun yang mau menerimanya, kemudian (dihari kiamat) setiap orang diantara kalian akan berdiri dihadapan Allah, yang tidak ada diantaranya dan Allah hijab/tabir, dan tidak pula ada penerjemah yang menerjemahkan/juru bicara untuk orang tersebut, kemudian Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman, ‘bukankah Aku telah memberimu harta?’ kemudian orang itu menjawab, ‘benar’, kemudian Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman, ‘bukankah telah aku utus kepadamu seorang Rasul? ‘, lalu orang itu menjawab, ‘benar’, kemudian ia melihat ke arah kanannya, maka ia tidak mendapati kecuali Neraka, kemudian dia melihat ke arah kirinya, dan tidak mendapati kecuali Neraka. Maka jagalah diri-diri kalian dari api Neraka, meskipun dengan (bersedakah) separuh buah kurma, dan jika dia tidak mendapatinya (kurma/barang untuk bersedekah) maka (bersedahlah) dengan perkataan yang baik” (Hadits diriwayatkan oleh Imam Bukhari.)
  14. Hadits Ke – 14: Diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a., bahwasanya Nabi saw bersabda, sesungguhnya Allah tabaaraka wa ta’ala (Maha Memberkati dan Maha Tinggi) memiliki banyak malaikat yang selalu mengadakan perjalanan yang jumlahnya melebihi malaikat pencatat amal, mereka senantiasa mencari majelis-majelis dzikir. Apabila mereka mendapati satu majelis dzikir, maka mereka akan ikut duduk bersama mereka dan mengelilingi dengan sayap-sayapnya hingga memenuhi jarak antara mereka dengan langit dunia. Apabila para peserta majelis telah berpencar mereka naik menuju ke langit. Beliau melanjutkan: Lalu Allah Yang Maha Mulia lagi Maha Agung menanyakan mereka padahal Dia lebih mengetahui daripada mereka: Dari manakah kamu sekalian? Mereka menjawab: Kami datang dari tempat hamba-hamba-Mu di dunia yang sedang mensucikan [Tasbih], mengagungkan [Takbir], membesarkan [Tahlil], memuji [Tahmid] dan memohon kepada Engkau. Allah bertanya lagi: Apa yang mereka mohonkan kepada Aku? Para malaikat itu menjawab: Mereka memohon surga-Mu. Allah bertanya lagi: Apakah mereka sudah pernah melihat surga- Ku? Para malaikat itu menjawab: Belum wahai Tuhan kami. Allah berfirman: Apalagi jika mereka telah melihat surga-Ku? Para malaikat itu berkata lagi: Mereka juga memohon perlindungan kepada-Mu. Allah bertanya: Dari apakah mereka memohon perlindungan-Ku? Para malaikat menjawab: Dari neraka-Mu, wahai Tuhan kami. Allah bertanya: Apakah mereka sudah pernah melihat neraka-Ku? Para malaikat menjawab: Belum. Allah berfirman: Apalagi seandainya mereka pernah melihat neraka-Ku? Para malaikat itu melanjutkan: Dan mereka juga memohon ampunan dari-Mu. Beliau bersabda, kemudian Allah berfirman: Aku sudah mengampuni mereka dan sudah memberikan apa yang mereka minta dan Aku juga telah memberikan perlindungan kepada mereka dari apa yang mereka takutkan. Beliau melanjutkan lagi lalu para malaikat itu berkata: Wahai Tuhan kami! Di antara mereka terdapat si Fulan yaitu seorang yang penuh dosa yang kebetulan lewat lalu duduk ikut berdzikir bersama mereka. Beliau berkata, lalu Allah menjawab: Aku juga telah mengampuninya karena mereka adalah kaum yang tidak akan sengsara orang yang ikut duduk bersama mereka. (Hadits diriwayatkan oleh Imam Muslim, begitu juga oleh Imam Bukhari at-Tirmidzi dan an-Nasa’i.)
  15. Hadits Ke – 15: Diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a., beliau berkata, telah bersabda Rasulullah saw “Telahberfirman Allah Subhanahu wa ta’ala, ‘Aku adalah sebagaimana prasangka hambaku kepadaku,dan Aku bersamanya ketika dia mengingatku, dan jika hambaku mengingatku dalam sendirian,maka Aku mengingatnya dalam diri-Ku sendiri, dan jika dia mengingatku di dalam sebuahkelompok/jama’ah, (maka) Aku mengingatnya dalam kelompok yang lebih baik dari kelompoktersebut, dan jika dia mendekat kepada-Ku sejengkal, Aku mendekat kepadanya sehasta, dan jikadia mendekat kepadaku sehasta, Aku mendekat kepadanya satu depa, dan jika dia mendatangikudengan berjalan, Aku mendatanginya dengan berjalan cepat’ ”(Hadits diriwayatkan oleh Imam Bukhari, begitu juga oleh Imam Muslim, Imam Tirmidzi danImam Ibnu Majah.)
  16. Hadits Ke – 16: Diriwayatkan oleh Ibn ‘Abbas r.anhumaa, dari Nabi saw Sesungguhnya Allah menulis semuakebaikan dan keburukan. Barangsiapa berkeinginan berbuat kebaikan, lalu dia tidak melakukannya, Alloh menulis di sisiNya pahala satu kebaikan sempurna untuknya. Jika dia berkeinginan berbuat kebaikan, lalu dia melakukannya, Alloh menulis pahala sepuluh kebaikan sampai 700 kali, sampai berkali lipat banyaknya. Barangsiapa berkeinginan berbuat keburukan, lalu dia tidak melakukannya, Alloh menulis di sisiNya pahala satu kebaikan sempurna untuknya. Jika dia berkeinginan berbuat keburukan, lalu dia melakukannya, Alloh menulis satu keburukan saja. (Hadits riwayat Bukhari dan Muslim.)
  17. Hadits Ke – 17: Dari Abu Dzar Al Ghifari radhiallahuanhu dari Rasulullah shollallohu ‘alaihi wa sallam sebagaimana beliau riwayatkan dari Rabbnya Azza Wajalla bahwa Dia berfirman : Wahai hambaku, sesungguhya aku telah mengharamkan kezaliman atas diri-Ku dan Aku telah menetapkan haramnya (kezaliman itu) diantara kalian, maka janganlah kalian saling berlaku zalim. Wahai hambaku semua kalian adalah sesat kecuali siapa yang Aku beri hidayah, maka mintalah hidayah kepada-Ku niscaya Aku akan memberikan kalian hidayah. Wahai hambaku, kalian semuanya kelaparan kecuali siapa yang aku berikan kepadanya makanan, maka mintalah makan kepada-Ku niscaya Aku berikan kalian makanan. Wahai hamba-Ku, kalian semuanya telanjang kecuali siapa yang aku berikan kepadanya pakaian, maka mintalah pakaian kepada-Ku niscaya Aku berikan kalian pakaian. Wahai hamba-Ku kalian semuanya melakukan kesalahan pada malam dan siang hari dan Aku mengampuni dosa semuanya, maka mintalah ampun kepada- Ku niscaya akan Aku ampuni. Wahai hamba-Ku sesungguhnya tidak ada kemudharatan yang dapat kalian lakukan kepada-Ku sebagaimana tidak ada kemanfaatan yang kalian berikan kepada- Ku. Wahai hamba-Ku seandainya sejak orang pertama diantara kalian sampai orang terakhir, dari kalangan manusia dan jin semuanya berada dalam keadaan paling bertakwa diantara kamu, niscaya hal tersebut tidak menambah kerajaan-Ku sedikitpun . Wahai hamba-Ku seandainya sejak orang pertama diantara kalian sampai orang terakhir, dari golongan manusia dan jin diantara kalian, semuanya seperti orang yang paling durhaka diantara kalian, niscaya hal itu tidak mengurangi kerajaan-Ku sedikitpun juga. Wahai hamba-Ku, seandainya sejak orang pertama diantara kalian sampai orang terakhir semunya berdiri di sebuah bukit lalu kalian meminta kepada-Ku, lalu setiap orang yang meminta Aku penuhi, niscaya hal itu tidak mengurangi apa yang ada pada-Ku kecuali bagaikan sebuah jarum yang dicelupkan di tengah lautan. Wahai hamba-Ku, sesungguhnya semua perbuatan kalian akan diperhitungkan untuk kalian kemudian diberikan balasannya, siapa yang banyak mendapatkan kebaikan maka hendaklah dia bersyukur kepada Allah dan siapa yang menemukan selain (kebaikan) itu janganlah mencela kecuali dirinya. (Diriwayatkan oleh Imam Muslim, begitu juga oleh Imam Tirmidzi dan Imam Ibn Majah)
  18. Hadits Ke – 18: Diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a., beliau berkata, telah bersabda Rasulullah saw, sesungguhnya Allah Azza wa Jalla kelak dihari kiamat akan berfirman, “Wahai anak cucu Adam, aku sakit dan kamu tidak menjengukku”, ada yang berkata, “Wahai Tuhanku, bagaimana kami menjenguk-Mu sedangkan Engkau adalah Tuhan Semesta Alam”, Allah berfirman, “Tidakkah engkau tahu, sesungguhnya hambaku yang bernama Fulan sakit, dan kamu tidak menjenguknya? Tidakkah engkau tahu, sesungguhnya jika kamu menjenguknya, engkau akan mendapatiku didekatnya. Wahai anak cucu adam, aku meminta makanan kepadamu, namun kamu tidak memberiku makanan kepada-Ku”, ada yang berkata, “Wahai Tuhanku, bagaimana kami dapat memberi makan kepada-Mu sedangkan Engkau adalah Tuhan Semesta Alam?” Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman, “Tidakkah engkau tahu, sesungguhnya hambaku fulan meminta makanan, dan kemudian kalian tidak memberinya makanan? Tidakkah engkau tahu, seandainya engkau memberinya makanan, benar-benar akan kau dapati perbuatan itu di sisi-Ku. Wahai anak cucu adam, Aku meminta minum kepadamu, namun engkau tidak memberi-Ku minum” , ada yang berkata, “Wahai Tuhanku, bagaimana kami memberi minum kepada-Mu sedangkan Engkau adalah Tuhan Semesta Alam?” Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman, “Seorang hambaku yang bernama fulan meminta minum kepadamu, namun tidak engkau beri minum, tidakkah engkau tahu, seandainya engkau memberi minum kepadanya, benar – benar akan kau dapati (pahala) amal itu di sisi-Ku” (Hadist diriwayatkan oleh Muslim.)
  19. Hadits Ke – 19: Diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a, beliau berkata, Rasulullah saw bersabda, “Allah ‘Azza wa Jalla berfirman, ‘Kesombongan adalah seledangku, dan keagungan adalah kain(sarung)ku, barangsiapa bersaing (turut memiliki) dalam salah satu dari kedua hal tersebut, maka benar-benar akan aku lemparkan dia di dalam neraka’ ” (Hadist diriwayatkan oleh Abu Dawud, begitu juga oleh Ibn Majah dan Imam Ahmad, dengan sanad yang shahih.)
  20. Hadits Ke – 20: Dari Abu Hurairah r.a., bahwasannya Rasulullah saw telah bersabda, “pintu – pintu surga dibuka pada hari senin dan hari kamis, maka diampunilah setiap hamba yang tidak mensekutukan Allah dengan sesuatu apapun, kecuali seorang laki-laki yang diantaranya dan saudaranya bermusuhan, maka dikatakan kepadanya, tundalah hingga keduanya berdamai, tundalah hingga keduanya berdamai, tundalah hingga keduanya berdamai ”. (hadits diriwayatkan oleh Imam Muslim, begitu juga oleh Imam Malik dan Abu Dawud.)
  21. Hadits Ke – 21: Dari Abu Hurairah r.a., dari Nabi saw, beliu bersabda, “Allah Ta’ala berfirman: Ada tiga jenis orang yang Aku menjadi musuh mereka pada hari qiyamat, seseorang yang bersumpah atas namaku lalu mengingkarinya, seseorang yang menjual orang yang telah merdeka lalu memakan (uang dari) harganya dan seseorang yang memperkerjakan pekerja kemudian pekerja itu menyelesaikan pekerjaannya namun tidak dibayar upahnya” (Hadits diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan begitu juga Imam Ibnu Majah dan Imam Ahmad.)
  22. Hadits Ke – 22: Diriwayatkan dari Abu Sa’id r.a., beliau berkata, Rasulullah saw  telah bersabda, “Janganlah salah seorang mencela dirinya sendiri.” Mereka bertanya, “Wahai Rasulullah, bagaimana seseorang mencela dirinya sendiri?” Beliau menjawab: “Dia melihat perkara Allah diperbincangkan, lalu dia tidak mengatakan (pembelaan) kepadanya, maka Allah ‘azza wajalla akan berkata kepadanya kelak di hari Kiamat; ‘Apa yang mencegahmu untuk mengatakan begini dan begini! ‘ lalu ia menjawab, ‘Saya takut terhadap manusia’. Maka Allah pun berfirman: ‘Aku lebih berhak untuk kamu takuti’.”  (Hadits diriwayatkan oleh Imam Ibnu Majah dengan sanad yang shahih.)
  23. Hadits Ke – 23: Dari Abi Hurairah r.a, beliau berkata, telah bersabda Rasulullah saw, sesungguhnya Allah tabaaraka wa ta’aala berfirman di hari kiamat, “Dimanakah orang – orang yang saling mencintai karena-Ku, dihari ini (kiamat) aku menaungi mereka dalam naunganku, dihari dimana tidak ada naungan kecuali naunganku” (Hadits riwayat Bukhari, dan begitu juga diriwayatkan oleh Imam Malik.)
  24. Hadits Ke – 24: Diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a., beliau berkata, Rasulullah saw bersabda, “Sesungguhnya jika Allah mencintai seorang hamba, Dia memanggil Jibril dan berfirman, ‘Sesunguhnya aku mencintai fulan, maka cintailah dia.’”, Rasulullah selanjutnya bersabda, maka Jibril pun mencintainya, kemudian Jibril menyeru penduduk langit, “Sesungguhnya Allah mencintai fulan, maka cintailah dia”, maka para penghuni langit pun mencintainya, selanjutnya Rasulullah saw bersabda, “dan kemudian dibumi diapun menjadi orang yang diterima”. Dan ketika Allah membenci seorang hamba, maka Dia memanggil Jibril dan kemudian berfirman, “Sesungguhnya aku membenci si fulan, maka bencilah dia”, maka Jibril pun membenci si Fulan, kemudia Jibril menyeru penduduk langit, “sesungguhnya Allah membenci si fulan, maka bencilah dia”, Rasulullah saw melanjutkan, “maka penduduk langitpun membenci fulan, kemudian diapun dibenci di bumi”. (Hadits riwayat Muslim, dan begitu juga oleh Imam Bukhari, Malik, dan Imam Tirmidzi.)
  25. Hadits Ke – 25: Diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a., beliau berkata, telah bersabda Rasulullah saw, sesungguhnya Allah ‘azza wa jalla berfirman, Siapa yang memusuhi seorang kekasihku, maka Aku menyatakan perang kepadanya, dan tiada mendekat kepadaku seorang hambaku, dengan sesuatu yang lebih kusukai daripada melaksanakan kewajibannya, dan selalu hambaku mendekat kepadaku dengan melakukan sunah – sunah sehingga Aku sukai, maka apabila Aku telah kasih kepadanya, Akulah yang menjadi pendengarannya, dan penglihatannya, dan sebagai tangan yang digunakannya dan kaki yang dijalankannya, dan apabila ia memohon kepadaku pasti kukabulkan dan jika  perlindung kepadaku pasti kulindungi” (Hadits riwayat Bukhari.)
  26. Hadits Ke – 26: Diriwayatkan dari Abi Umamah r.a., dari Nabi saw, beliau bersabda, Allah Azza Wa Jalla berfirman, Sesungguhnya wali-wali (para kekasih) yang terbaik menurutku adalah seorang mukmin yang ringan kondisinya, punya bagian dari shalat, menyembah Tuhannya dengan baik, menaati-Nya saat sepi (dalam keadaan sirri/tersembunyi), tidak dikenali orang dan tidak ditunjuk dengan jari, rizkinya pas-pasan (hanya cukup bagi dirinya sendiri) lalu ia bersabar atas hal itu”. Setelah itu beliau SAW mengetuk-ngetukkan tangan beliau, kemudian beliau bersabda, “Kematiannya dipercepat, sedikit wanita yang menangisi dan sedikit harta peninggalanya.” (Hadits riwayat at-Tirmidzi, dan begitu juga ima Ahmad dan Ibnu Majah, dengan sanad hasan.)
  27. Hadits Ke – 27: Dari Masyruq, beliau berkata: kami bertanya – atau aku bertanya – kepada Abdullah – maksudnya adalah Abdullah Ibn Mas’ud – mengenai ayat berikut: Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati; bahkan mereka itu hidup disisi Tuhannya dengan mendapat rezeki. (Ali-Imran:169). Ibnu Abbas berkata, ketahuilah sesunguhnya aku benar – benar telah menanyakan ayat tersebut (kepada Rasulullah صلى الله عليه وسلم), maka beliau bersabda, “ruh-ruh mereka didalam burung-burung berwarna hijau yang memiliki pelita-pelita yang tergantung di ‘arasy, (ruh mereka) terbang ke surga sesuai kehendak mereka, dan kemudian kembali ke pelita, kemudian Tuahan mereka mendatangi mereka dan berfirman, ‘Apakah ada sesuatu yang kalian inginkan?’, mereka menjawab, ‘adakah lagi yang kami inginkan, sedangkan kami bebas terbang ke surga sekehendak kami’, dan hal tersebut ditanyakan kepada mereka tiga kali, dan ketika mereka menyadari bahwa mereka tidak akan ditinggalkan (tidak ditanya lagi) hingga mereka meminta sesuatu, mereka selanjutnya berkata, ‘Wahai Tuhan kami, kami berharap kiranya Engkau kembalikan ruh kami ke dalam jasad kami, hingga kami terbunuh kembali di jalan-Mu untuk kedua kalinya’, tatkala Allah melihat bahwa mereka tidak memiliki hajat/keinginan lain lagi, maka mereka ditinggalkan (tidak ditanya lagi)”. (Diriwayatkan oleh Muslim, begitu juga oleh at-Tirmidzi, an-Nasai dan Ibnu Majah.)
  28. Hadits Ke – 28: Dari Jundub ibn Abdillah r.a., beliau berkata, telah bersabda Rasulullah saw , “Terdapat seseorang laki-laki dari orang-orang sebelummu yang memiliki luka, kemudian dia mengambil pisau dan melukai tanganya, maka darahnya pun terus mengalir keluar hingga dia meninggal, Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman, ‘hambaku telah bergegas menemuiku karena ulahnya, maka aku haramkan baginya surga ‘” (Hadits diriwayatkan oleh Imam Bukhari.)
  29. Hadits Ke – 29: Dari Abu Hurairah r.a., sesungguhnya Rasululah saw bersabda, Allah Subhanahu wa ta’ala telah berfirman, ‘Tidak ada bagi hambaku yang beriman balasan dari-Ku, ketika aku ambil orang yang saling dia sayangi (kekasihnya) dari penduduk dunia, kemudian dia mengharapkan keridhaan Allah (balasan pahala dari Alah), kecuali (pasti akan Ku balas dengan) surga’.(Diriwayatkan oleh Bukhari.)
  30. Hadits Ke – 30: Diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a., bahwa Rasulullah saw bersabda, Allah ‘Azza wa Jalla berfirman, “Ketika hambaku menyukai untuk bertemu denganku, akupun senang untuk bertemu dengannya, dan ketika hambaku benci untuk bertemu denganku, akupun benci bertemu dengannya”(diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Malik.). (Dan didalam riwayat Imam Muslim, yang menjelaskan makna hadits tersebut): dari ‘Aisyah r.anha, beliau berkata, telah bersabda Rasulullah saw: barangsiapa senang bertemu dengan Allah, Allah pun juga senang bertemu dengannya, dan barangsiapa yang benci bertemu dengan Allah, Allah pun juga benci bertemu dengannya. Aku (‘Aisyah r.a) pun bertanya, “Wahai Nabi Allah, aku membenci mati ? kita semua membenci kematian”, Rasulullah saw bersabda, “Tidak demikian (maksudnya), akan tetapi, seorang mukmin ketika diberikan kabar gembira dengan rahmat Allah, keridloan-Nya dan surga-Nya, maka dia pun senang bertemu dengan Allah, dan Allah pun senang bertemu dengannya, sedangkan orang kafir, ketika diberitakan kepada mereka dengan adzab Allah, dan murka-Nya maka mereka benci bertemu dengan Allah, dan Allah pun juga benci bertemu dengan mereka”.
  31. Hadits Ke – 31: Diriwayatkan dari Jundub r.a., bahwa Rasulullah saw diberitakan bahwa seseorang berkata, “Demi Allah, Allah tidak akan mengampuni fulan”, dan sesungguhnya Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman, “siapakah yang telah bersumpah dengan nama-Ku, bahwa aku tidak akan mengampuni fulan, sesungguhnya aku benar-benar mengampuni fulan, dan Aku membatalkan amal-amalmu”, atau seperti perkataan/sabda yang serupa kalimat tersebut. (Hadits diriwayatkan oleh Imam Muslim.)
  32. Hadits Ke – 32: Diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a., dari Nabi saw, beliau bersabda, seorang laki-laki yang telah berbuat melampau batas atas dirinya sendiri, maka ketika ajalnya akan datang, dia berwasiat kepada anaknya, kemudian dia berwasiat: Ketika aku telah mati, bakarlah (jasad) aku, kemudian hancurkanlah sampai halus, selanjutnya sebarkanlah abu (jasad) ku di udara di laut, karena, demi Allah seandainya Allah menetapkan kepadaku untuk mengadzabku, Dia akan mengadzabku dengan adzab yang belum pernah ditimpakan kepada seorangpun (selainku). Maka mereka melakukan apa yang diwasiatkan kepadanya. Kemudian Allah berfirman kepada bumi, Kumpulkanlah apa yang telah kamu ambil, maka ketika lelaki itu berdiri (dibangkitkan kembali), selanjutnya Allah berfirman, “Apa yang mendorongmu untuk melakukan perbuatan tersebut?”, lelaki itu menjawab, “karena aku takut ( خشي ) kepada-Mu wahai Tuhanku, (dalam kalimat lain: karenat aku takut kepada-Mu dengan menggunakan خائف )”. maka Allah pun mengampuni lakilaki tersebut disebabkan hal tersebut (karena rasa takut kepada Allah). (Diriwayatkan oleh Muslim, dan begitu juga oleh Imam Bukhari, an-Nasa’i dan Ibn Majah.)
  33. Hadits Ke – 33: Diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a., dari Nabi saw, salah satu dari yang di wahyukan dari Tuhannya ‘Azza wa Jalla, adalah sabdanya, “telah berbuat dosa seorang hamba dengan suatu perbuatan maksiat/dosa, kemudian dia berkata, Ya Tuhanku ampunilah bagiku dosaku. Maka Allah tabaraka wa ta’ala berfirman, ‘hambaku telah berbuat dosa dengan suatu perbuatan dosa, dan dia mengetahui bahwa Tuhannya maha mengampuni dosa dan menghukum perbuatan dosa.’, kemudian hamba tersebut berbuat dosa kembali, dan kemudian berdoa (lagi) yaitu: Tuhanku, ampunilah bagiku dosaku. Maka Allah tabaraka wa ta’ala berfirman, ‘hambaku melakukan perbuatan dosa, dan dia mengetahui bahwa Tuhannya mengampuni dosa dan mengadzab perbuatan dosa’. Kemudian hamba tersebut berbuat dosa kembali, dan kemudian berdoa kembali yaitu: Tuhanku, ampunilah bagiku dosaku, maka Allah tabaraka wa ta’ala berfirman, ‘hambaku telah berbuat dosa, dan dia tahu , dia memiliki Tuhan yang Mengampuni dosa dan mengadzab perbuatan dosa. Lakukanlah apa yang kamu kehendaki, karena aku benar-benar telah mengampunimu’ ”. (Hadits diriwayatkan oleh Imam Muslim, dan begitu juga oleh Imam Bukhari.)
  34. Hadits Ke – 34: Diriwayatkan dari Anas r.a., beliau berkata, aku mendengar Rasulullah saw bersabda, Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman, “Wahai anak cucu Adam, sesungguhnya bagimu apa yang kamu pintakan kepadaku dan kamu mohonkankepadaku, aku mengampunimu atas apa yang ada padamu dan aku tidak memperdulikannya (berapa besar dan banyak dosa yang ada padamu), wahai anak adam, seandainya engkau datang denga dosa-dosamu sebanyak awan di langit, kemudian engkau memohon ampunanku, maka aku mengampunimu, wahai anak cucu Adam, sesungguhnya seandainya engkau datang kepadaku dengan dosa sepenuh bumi, kemudian engkau menemuiku dengan tanpa menyekutukanku sama sekali, maka kutemui engkau dengan ampunan sejumlah itu pula”. (Hadits diriwayatkan oleh at-Tirmidzi dan begitu juga oleh Imam Ahmad, dan sanadnya Hasan.)
  35. Hadits Ke – 35: Diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a., bahwa Rasulullah saw bersabda, Tuhan kita Subhanahu wa ta’ala setiap malam turun ke langit dunia ketika sepertiga malam terakhir, kemudian berfirman, “Barangsiapa berdoa kepadaku, akan aku kabulkan, dan barangsiapa meminta kepadaku, maka akan aku beri, dan barangsiapa memohon ampunanku, maka aku ampuni”.(Hadits diriwayatkan oleh Imam Bukhari, begitu juga oleh Imam Muslim, Imam Malik, Imam Tirmidzi dan Abu Dawud, dan dalam riwayat Muslim, dengan tambahan: Allah turun (di langit dunia) hingga terbitnya fajar.)
  36. Hadits Ke – 36: Diriwayatkan dari Anas r.a., dari Nabi saw, beliau bersabda: orang-orang yang beriman berkumpul pada hari kiamat, kemudian berkata, “Hendaknya kita memohon pertolongan kepada Tuhan kita”, kemudian mereka mendatangi nabi Adam dan berkata, “Engkau adalah ayah umat manusia, Allah Subhanahu wa ta’ala telah menciptamu dengan Tangan-Nya, dan telah bersujud kepadamu para Malaikat, dan engkau telah Diajarkan (oleh Allah Subhanahu wa ta’ala) namanama segala sesuatu, maka mintakanlah pertolongan bagi kita kepada Tuhanmu, sehingga kita bias beristirahat dari tempat kita ini”, Nabi Adam menjawab, “Aku tidak bisa menolong kalian (memintakan pertolongan kepada Allah),” dan kemudian Nabi Adam menyebutkan kesalahankesalahannya, dan diapun merasa malu (kepada Allah, untuk memintakan pertolongan), kemudian dia berkata, “Pergilah menemui Nuh, karena sesungguhnya dia adalah Rasul pertama yang diutus Allah kepada penduduk bumi”, kemudian mereka pun mendatangi nabi Nuh, maka Nuh a.s pun menjawab, “Aku tidak bisa menolong kalian”, kemudian dia menyebutkan kesalahannya yang mempertanyakan sesuatu yang dia tidak ada pengetahuan tentangnya, karena itu dia merasa malu (untuk memintakan pertolongan), kemudian Nabi Nuh berkata, “Temuilah Kekasih Allah Yang Maha Pengasih (Khalilullah/Khalilurrahman, Nabi Ibrahim a.s)”, merekapun menemuinya. Nabi Ibrahim pun menjawab, “Aku tidak bisa menolong kalian”, kemudian beliau berkata, “Temuilah Musa, seogan hamba yang Allah bercakap denganya, dan diturunkan kepadanya Taurat”, merekapun menemui nabi Musa a.s., dan beliaupun menjawab, “Aku tidak bisa menolong kalian”, kemudian beliau menyebutkan kesalahannya yang telah membunuh seorang manusia untuk menyelamatkan diri yang lain. Dan beliau merasa malu kepada Tuahnnya. Kemudian Nabi Musa berkata, “Temuilah Isa, hamba Allah dan Rasul-Nya, kalimat Allah dan Ruhullah”, kemudian mereka pun menemui nabi Isa a.s, Nabi Isa pun menjawab, “Aku tidak bisa menolong kalian, temuilah Muhammad, seorang hamba Allah yang telah diampuni dosa-dosanya baik yang telah lalu maupun yang akan datang”, maka merekapun menemuiku (Nabi Muhammad saw), maka akupun berangkat (menemui Allah) sehingga meminta izin kepada Tuhanku maka Dia memberikan izin kepadaku. Dan ketika aku melihat Tuhanku, akupun jatuh bersujud, dan Dia pun membiarkanku selama yang dikehendaki-Nya, kemudian Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman, “Angkatlah kepalamu, dan mintalah, aku akan berikan (yang kau pinta), dan berkatalah, maka perkataanmu akan didengarkan, dan mintakanlah syafa’at dan syafa’atmu akan dikabulkan”, maka akupun mengangkat kepalaku, dan aku memuji Allah dengan segenap pujian yang telah Allah beritahu kepadaku, kemudian aku memberikan syafa’at dan Allah menetapkan bagiku batasan (jumlah orang yang dapat diberi syafa’at), kemudian mereka semua dimasukkan ke dalam surga. Kemudian aku kembali menghadap Allah Subhanahu wa ta’ala, dan ketika aku melihat Tuhanku (aku pun jatuh bersujud) sebagaimana sebelumnya. Kemudian aku memberikan syafa’at dan Allah Subhanahu wa ta’ala menetapkan bagiku batasan (jumlah orang yang diberi syafa’at), maka mereka semua kemudian dimasukkan ke dalam surga. Kemudian aku kembali menghadap Allah Subhanahu wa ta’ala untuk ketiga, keempat, hingga aku berkata, “Tidak tersisa di dalam neraka kecuali orang-orang yang telah ditetapkan di dalam al-Qur’an, dan orang-orang yang ditetapkan  kekal di dalamnya.” (Hadits diriwayatkan oleh Imam Bukhari (dan begitu juga Muslim, at-Tirmidzi, dan Ibnu Majah), dan di dalam riwayat yang lain oleh Imam Bukhari, dengan tambahan: Nabi saw bersabda: dikeluarkan dari api neraka, seseorang yang pernah berkata: laa ilaha ilallah , dan di dalam hatinya terdapat kebaikan seberat biji jagung, dan kemudian juga dikeluarkan dari api neraka, seseorang yang pernah berkata  laa ilaha ilallah dan di dalam hatinya terdapat kebaikan seberat biji gandum, dan juga dikeluarkan dari neraka seseorang yang pernah berucap laa ilaha ilallah dan di dalam hatinya ada kebaikan seberat biji sawi (atau seberat atom/dzarrah).
  37. Hadits Ke – 37: Diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a., beliau berkata, telah bersabda Rasulullah saw, telah berfirman Allah Subhanahu wa ta’ala, “Aku telam mempersiapkan bagi hambaku yang shalih, surga yang tidak pernah dilihat oleh mata, tidak pernah didengar oleh telinga, dan tidak pernah terlintas di benak manusia”, abu hurairah selanjutnya berkata, maka bacalah jika kamu kehendaki: “seorangpun tidak mengetahui apa yang disembunyikan untuk  mereka yaitu (bermacam – macam nikmat) yang menyedapkan pandangan mata”.[QS. As- Sajdah:17](Diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim serta Imam Tirmidzi dan Imam Ibnu Majah.)
  38. Hadits Ke – 38: Diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a., bahwasanya Rasulullah saw bersabda, ketika Allah menciptakan surga dan neraka, Dia mengutus Jibril untuk melihat neraka, dan kemudian berfirman: Lihatlah apa yang ada di dalamnya, dan kenikmatan yang aku janjikan kepada penghuninya di dalamnya. Rasulullah saw melanjutkan: Kemudia Jibril datang ke surga dan melihat di dalamnya dan pada kenikmatan yang disiapkan oleh Allah Subhanahu wa ta’ala kepada para penghuninya di dalamnya, kemudian Rasulullah saw mengatakan: kemudian Jibril kembali kepada Allah Subhanahu wa ta’ala dan berkata, “Demi kemulyaan-Mu, tidak seorangpun yang mendengar tentangnya, kecuali akan memasukinya”. Kemudian Allah Subhanahu wa ta’ala memerintahkan untuk menyelimuti/melingkupi surga dengan perkara-perkara yang dibenci (berbagai kesulitan), kemudian Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman (kepada Jibril): kembalilah ke surga, dan lihatlah apa yang telah aku persiapkan untuk para penghuninya di dalamnya. Rasulullah saw melanjutkan, “kemudian kembalilah Jibril ke surga, maka ketika dia sampai di sana, benar-benar (surga) telah terlingkupi dengan berbagai kesulitan, kemudia Jibril kembali menemui Allah Subhanahu wa ta’ala dan berkata, ‘Demi Kemulyaan-Mu, aku benar-benar kuatir, bahwa tidak akan seorangpun masuk ke dalamnya’. Kemudian Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman, ‘Pergilah ke neraka, dan lihatlah di dalamnya, dan perhatikan terhadap apa yang aku persiapkan bagi para penghuninya’. kemudian ketika Jibril sampai di neraka, dia melihat neraka terdiri dari beberapa tingkatan, yang satu di bawah yang lain, kemudian dia kembali menemui Allah Subhanahu wa ta’ala dan berkata, ‘Demi Kemulyaan-Mu, Tidak seorangpun yang mendengar tentangnya akan memasukinya’. Kemudian Allah Subhanahu wa ta’ala memerintahkan untuk menyelimuti/melingkupi Neraka dengan syahwat/kesenangan, dan kemudian berfirman kepada Jibril, ‘Kembalilah ke Neraka’, kemudian Jibril pun kembali ke Neraka, dan kemudian berkata, ‘Demi Kemulyaan-Mu, hamba benar-benar kuatir, tidak seorangpun terbebas kecuali akan memasukinya’” (Hadits diriwayatkan oleh at-Tirmidzi, dan beliau berpendapat hadits ini berdrajat hasan shahih begitu juga diriwayatkan oleh Abu Dawud dan Ibn Majah)
  39. Hadits Ke – 39: Diriwayatkan dari Abi Sa’id al-Khudri r.a., dari Nabi saw, beliau bersabda, “surga dan neraka berdebat, kemudian neraka berkata: ‘bagianku (aku dimasuki) orang-orang yang suka menindas dan sombong’, dan surga berkata, ‘bagianku orang-orang yang lemah (dhu’afa) dan orang-orang miskin’, maka Allah memberi keputusan diantara mereka, ‘Sesungguhnya engkau surga adalah kasih sayangku, denganmu aku kasihi siapa saja yang aku kehendaki, dan engkau neraka adalah adzabku, dengamu aku mengadzab siapa saja yang aku kehendaki, dan bagi kamu berdua, akulah yang menentukan isinya’”. (Hadits diriwayatkan oleh Imam Muslim, dan juga oleh Imam Bukhari dan Imam Tirmidzi)
  40. Hadits Ke – 40: Diriwayatkan dari Abi Sa’id al-Khudri r.a., beliau berkata, telah bersabda Nabi saw, sesungguhnya Allah berfirman (kepada semua penduduk surga), “Wahai para penghuni surga”, mereka menjawab, “Kami datang memenuhi panggilanmu wahai Tuhan kami dan kebaikan ada dalam kekuasaan-Mu”, Allah berfirman, “Apakah kalian Ridlo/puas (terhadap segala nikmat- Ku) ?”, mereka menjawab, “apakah lagi yang membuat kami tidak ridlo wahai Tuhanku, sedangkan engkau benar-benar telah memberikan nikmat yang tidak engkau berikan kepada seorang lainpun dari makhlukmu”, kemudian Allah berfirman, “maukah kalian aku berikan nikmat yang lebih baik dari itu semua?”, mereka menjawab, “Wahai Tuhanku, nikmat yang mana lagikah yang lebih utama dari nikmat itu semua?”, Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman, “Aku melimpahkan kepadamu keridloanku, maka tidak akan ada lagi kemurkaanku pada kalian setelah ini, selamanya”. (Hadits diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan begitu juga oleh Imam Muslim dan Imam Tirmidzi.)

Bacaan Doa Qunut Arab dan Artinya

$
0
0
Bacaan Doa Qunut Arab dan Artinya. Melihat pentingnya pembahasan tentang Qunut Nazilah pada kondisi sekarang ini, juga dikarenakan banyak manusia yang belum memahami hukum dan tata caranya, maka kami akan menjelaskan perihal Qunut Nazilah, hukum dan tata caranya sesuai dengan Sunnah Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam. Silahkan Baca: Pengertian Qunut, Sejarah Qunut, Dan hukum Membaca Qunut

اَللَّهُمَّ أَعِزَّ الْإِسْلَامَ وَالْمُسْلِمِيْنَ، وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَالْمُشْرِكِيْنَ، وَدَمِّرِ اللَّهُمّ أَعْدَاءَكَ أَعْدَاءَ الدِّيْنِ، وَانْصُرْ عِبَادَكَ الْمُوَحِّدِيْنَ، وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَالْمُشْرِكِيْنَ
Ya Allah! Muliakan Islam dan kaum muslimin. Hinakan syirik dan kaum musyrikin. Hancurkan ya Allah musuh-musuhMu dan musuh-musuh agama. Menangkan hamba-hambaMu yang bertauhid, dan hinakan syirik serta orang-orang musyrik.
اَللَّهُمَّ مَنْ أَرَادَنَا وَأَرَادَ الْإِسْلاَمَ وَالْمُسْلِمِيْنَ بِسُوْءٍ فَأَشْغِلْهُ بِنَفْسِهِ، وَاجْعَلْ تَدْبِيْرَهُ تَدْمِيْرَهُ ياَ رَبَّ الْعاَلَمِيْنَ
Ya Allah! Siapa pun yang menghendaki Islam dan kaum muslimin dengan keburukan, maka sibukkan dirinya. Jadikan rencananya sebagai penghancuran untuk dirinya wahai Rabbul Alamin.
اَللَّهُمَّ انْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ، وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ اْلإِسْلَامَ وَالْمُسْلِمِيْنَ
Ya Allah! Menangkan siapa pun yang menolong agama. Dan binasakan siapa pun yang hendak membinasakan Islam dan kaum muslimin.
اَللَّهُمَّ انْصُرْ إِخْوَانَنَا الْمُجَاهِدِيْنَ فِيْ فِلِسْطِيْنَ، وَفِيْ سُوْرِيَا وَفِي اْلأَحْوَازِ، وَفِي الْأَفْغَانِ، وَفِيْ الصُّوْمَالِ، وَفِيْ كُلِّ مَكاَنٍ يَا رَبَّ الْعَالَمِيْنَ
Ya Allah! Menangkan saudara-saudara kami para mujahidin di Palestina, Syiria, Ahwaz, Afganistan, Shomalia, dan yang lain di setiap tempat wahai Rabb alam semesta.
اَللَّهُمَّ إِنَّ أَعْدَاءَ دِيْنِكَ قَدْ طَغَوْا وَتَجَبَّرُوْا، وَأَكْثَرُوْا فِي اْلأَرْضِ الْفَسَادَ، فَصُبَّ عَلَيْهِمْ مِنْ عِنْدِكَ سَوْطَ عَذَابٍ
Ya Allah! Sesungguhnya musuh-musuh agamaMu telah sombong, melampaui batas, dan memperbanyak kerusakan di muka bumi. Maka timpakan atas mereka ya Allah cambuk siksaan dari Engkau.
اَللَّهُمَّ قَاتِلِ الْكَفَرَةَ مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ وَالْمُشْرِكِيْنَ، اَلَّذِيْنَ يُكَذِّبُوْنَ رُسُلَكَ وَيُؤْذُوْنَ عِبَادَكَ، اَللَّهُمَّ شَتِّتْ شَمْلَهُمْ، وَفَرِّقْ جَمْعَهُمْ، وَزَلْزِلِ اْلأَرْضَ مِنْ تَحْتِ أَقْدَامِهِمْ
Ya Allah! Binasakan setiap orang-orang kafir dari ahli kitab dan musyrikin. Yaitu yang mendustakan para RasulMu dan menyakiti hamba-hambaMu. Ya Allah! Ceraikan perkumpulan mereka. Ceraikan persatuan mereka. Dan guncangkan bumi dari bawah kaki mereka.
اَللَّهُمَّ اشْفِ مَرْضَانَا وَمَرْضَى الْمُسْلِمِيْنَ
Ya Allah! Sembuhkan orang-orang sakit kami dan orang-orang sakit kaum  muslimin.
اَللَّهُمَّ فُكَّ قَيْدَ أَسْرَانَا وَأَسْرَى الْمُسْلِمِيْنَ
Ya Allah! Lepaskan tawanan kami dan tawanan kaum muslimin.
وَصلِّ اللَّهُمَّ عَلَى نَبِيِّناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلِّمْ
Ya Allah berilah shalawat dan salam atas Nabi Muhammad, keluarga dan para sahabat beliau.

Demikianlah Ulasan mengenai Bacaan Doa Qunut Arab dan Artinya, Semoga bermanfaat. 

Bacaan doa dan Ayat Ruqyah, Arab Latin dan terjemahannya | Ruqyah yang Dilarang serta Tamimah

$
0
0
Manusia adalah mahluk Allah swt. yang mempunyai dorongan untuk hidup sehat, terbebas dari keluhan, dan terhindar dari mara bahaya. Demikian pula selalu berkeinginan hidup senang dan serba mudah.
Pada masa jahiliyah telah dikenal istilah rukyah, yaitu salah satu upaya atau cara yang ditempuh berdasarkan aqidah mereka untuk menyembuhkan yang sakit atau agar terhindar dari marabahaya. Demikian pula halnya dengan memimta pertolongan kepada bangsa jin. Khususnya di Indonesia, masyarakat yang pada awal kedatangan Islam hidup dengan kepercayaan animisme dan dinamisme, tentu saja akidah syirik ini melahirkan berbagai kepercayaan mistik menyangkut hal-hal gaib. Landasan tahayyul yang dihiasi dengan cerita-cerita khurafat, dan selanjutnya menumbuhkembangkan perbid’ahan-perbid’ahan dalam segala aspek kehidupan. Maka berhala-berhala, dukun-dukun, jimat-jimat, jampi-jampi, mantera-mantera merupakan bagian kehidupan masyarakat yang tak terpisahkan. 
Sekarang, pada saat tekanan krisis multi demensi tak kunjung melemah, hal ini semakin meningkatkan intensitas permasalahan hidup, dan tak urung masalah-masalah pun semakin kompleks. Kesibukan, persaingan bisnis, pekerjaan, jabatan, sampai kehilangan mata pencaharian, dan makin bertambahnya pengangguran. Belum lagi tayangan-tayangan yang dikaitkan dengan makhluk-makhluk gaib, lalu bermunculannya senetron-sinetron yang bermaterikan tangisan, pertengkaran, kemewahan dan kemaksiatan, serta kriminal. Yang tak mau kalah bersaing dengan sinetron-sinetron atas nama Islam dengan materi kemusyrikan, khurafat, tahayyul, dan bid’ahnya, semakin menumbuhsuburkan  kebingungan masyarakat terhadap kebenaran. Yang jelas, itu semua menambah beban dan tekanan-tekanan hidup. Apalagi dengan terjadinya berbagai bencana alam dan munculnya jenis-jenis penyakit, kuman dan virus.
Keadaan di atas, sungguh merupakan lahan yang teramat subur untuk kembalinya manusia ke alam kejahiliyyahan secara akidah, ibadah dan muamalah. Dalam pada itu muncullah orang-orang pintar dengan pengakuan banyak tahu hal gaib, hal yang telah dan akan terjadi. Bahkan untuk membebaskan masyarakat dari segala masalah termasuk penghapusan dosa.  Yang lebih membingungkan umat, justru karena yang muncul itu banyak menamakan dirinya ustaz, kiai, atau gelar lainnya. Sehubungan dengan itu kita kaji kembali hakikat rukyah syar’iyyah, sehingga apa yang kita lakukan dalam upaya kesembuhan dan lain sebagainya senantiasa berada dalam jalur yang diridai Allah swt.
Pengertian Rukyah
Ruqyah adalah bentuk mufrad/tunggal yang bentuk jamaknya adalah ruqa, ruqyat dan ruqoyat. Menurut bahasa ruqyah artinya at-ta’widz atau al isti'adzah (memohon perlindungan). Sedangkan secara istilah ruqyah ialah :
أَنْ يُسْتَعَانَ لِلْحُصُولِ عَلَى أَمْرٍ بِقُوًى تَفُوقُ القُوَى الطَّبِيعَةَ فِى زَعْمِهِمْ وَوَهْمِهِمْ
Diminta pertolongan agar tercapainya suatu urusan dengan kekuatan yang melebihi kekuatan biasa dalam keyakinan dan sangka mereka.Almunjid : 276
Dengan demikian, ruqyah dapat berarti berlindung kepada Allah dari hal buruk yang sedang atau akan terjadi termasuk doa meminta kesembuhan dari suatu penyakit. Ruqyah dapat juga berarti jampi-jampi, mantera-mantera yang diucapkan untuk maksud di atas.
Ruqyah dalam  memohon pelindungan atau doa kesembuhan kepada Allah swt. dapat dilakukan, diantaranya :
1.   Ruqyah Untuk  yang Belum Terjadi
      Rasulullah Saw. meruqyah kedua cucu beliau Hasan dan Husen.
2.   Ruqyah apabila singgah di sebuah rumah
3.   Disengat kalajengking lalu tidak dapat tidur semalaman
4.  Pada malam hari  membaca dua ayat terakhir dari surat albaqarah.
5.   Mendatangi suatu tempat yang belum dikenali
6.  Ruqyah dengan Alfatihah.
7.   Ruqyah dengan surat-surat Almuawwidzat dan Doa-doa
8.  Ruqyah dengan doa :
بِسْمِ اللهِ أَرْقِيكَ، وَاللهُ يَشْفِيكَ مِنْ كُلِّ دَاءٍ فِيكَ ، أَذْهِبِ البَأْسِ رَبَّ النَّاسِ إِشْفِ أَنْتَ الشَّافِي لاَ شَافِيَ إِلاَّ أَنْتَ  رواه أحمد 44: 404 رقم 26821 والنسائي 3 :253 رقم 10860  وابن حبان 7 :632 رقم 6063
9.  Ruqyah dengan doa:
بِاسْمِ اللهِ ثَلاثًا وَقُلْ سَبْعَ مَرَّاتٍ أَعُوذُ بِاللهِ وَقُدْرَتِهِ مِنْ شَرِّ مَا أَجِدُ وَأُحَاذِرُ رواه مسلم 2 :356  رقم 2202 والترمذي  4 :356 رقم 2080 وابن ماجه 4 :253  والنسائي  6 :349 رقم 10839
10. Ruryah Jibril untuk Nabi saw.
11.  Berobat mengupayakan kesembuhan itu ibadah.
Dari hadis-hadis tentang rukyah Nabi dan para sahabatnya jelaslah bahwa ayat-ayat yang dibaca oleh Rasulullah saw. adalah ayat-ayat yang isinya memohon perlindungan kepada Allah dan hanya Allahlah tempat bergantung. Pada Alfatihah setelah memuji Allah, terdapat kata-kata iyyaka nastain demikian pula pada surat al-ihkhlas terdapat kata-kata Allahush shamad, dan pada surat Alfalaq serta Annas lebih jelas lagi sejak ayat pertama sampai terakhir. Oleh karena itu membaca ayat-ayat ini dalam melakukan ruqyah tiada lain kecuali doa atau memohon kesembuhan atau perlindungan kepada Allah, bukan ayat-ayat itu sendiri yang memiliki kekuatan menyembuhkan penyakit yang sedang diderita. Hal seperti ini lebih jelas dapat kita lihat pada sabda Rasulullah saw. sebagai berikut:
لاَ بَأْسَ بِالرُّقَي مَالَمْ يَكُنْ فِيهِ شِرْكٌ رواه مسلم
Tidak mengapa melakukan ruqyah selama padanya tidak terdapat syirik. H.r.Muslim, Shahih Muslim, II:358, No. 2200
Oleh karena itu sebagaimana doa-doa dan permohonan perlindungan lainnya, diijabah atau tidaknya ruqyah seseorang akan sangat bergantung pula kepada keikhlasan dan kesalehan raqi (yang melakukan ruqyah) dan yang diruqyahnya. karena ruqyah yang bertauhidullah merupakan pengejawantahan dari sikap sabar dan tawakal. Termasuk mengartikan ijabah pada kemestiannya.
Ruqyah yang Dilarang serta Tamimah
Ruqyah yang dilarang adalah ruqyah yang padanya ada syirik.
Telah terbiasa dikalangan jahiliyyah untuk meruqyah dalam menangkal atau mengobati sesutu penyakit, mereka mengantungkan harapan kepada jampi-jampi itu sendiri, kepada berhala, jin dan syetan, mereka berkeyakinan bahwa jin mempunyai kekuatan untuk menangkal penyakit, bahaya, dan hal-hal lain yang ingin dihindari atau disembuhkan.
Terkadang orang-orang jahiliyyah berlindung kepada sesuatu yang sebenarnya tidak ada, tetapi dengan tahayul mereka seolah sesuatu itu merupakan makhluk gaib yang ada dan dapat memberikan perlindungan. Seiring dengan munculnya khurafat-khurafat atau cerita-cerita gaib dari orang yang tidak bertanggng jawab, yang pada waktunya menyebar di kalangan masyarakat. Jelas ruqyah seperti ini penuh dengan syirik dan dalam prakteknya senantiasa diikuti adanya tamimah.  Keyakinan dan cara ini  jelas merupakan pilihan kaum atau masyarakat jahiliyah. Oleh karena itu Rasulullah saw. melarangnya, beliau bersabda :
إِنَّ الرُّقَى وَالتَّمَائِمَ وَالتِّوَالَةَ شِرْكٌ
Sesungguhnya jampi-jampi, jimat-jimat, dan guna-guna adalah syirik H.r, Abu Daud, Sunan Abu Daud, juz 3, hal. 224, No. 2883 dan Ibnu majah, Sunan Ibnu Majah, IV:128, No. 3530
Bahkan beliau mengancam orang yang melakukannya dengan sabdanya:
مَنِ اكْتَوَى أَوِ اسْتَرْقَى فَقَدْ بَرِئَ مِنَ التَوَكُّلِ  رواه الترمذي
Barang siapa mencos (menandai  badannya dengan besi panas) atau meruqyah, maka ia telah melepas diri dari tawakal. H.r. At-Tirmizi, Sunan at-Tirmidzi, IV:344, No. 2055
Diceritakan bahwa Ibnu Masud mendapatkan istrinya berkalungkan sesuatu yang telah diberi jampi-jampi oleh seorang nenek-nenek Yahudi. Sebagaimana yang dialami olehnya, rasa sakit pada matanya hilang. Yang dilakukan oleh istri Ibnu mas'ud ini selain ruqyah juga tamimah. Ibnu Masud mengatakan bahwa yang demikian itu perbuatan dan dorongan setan.
Masih terjadi seorang pedagang yang ingin beruntung, menyimpan sesuatu di tempat penjualannya sebagai jimat. Petani yang ingin tanamannya subur dan tidak diganggu oleh hama, ia menanam jimat disudut-sudut pematang sawahnya. Orang-orang yang dianggap intelek menanamkan kepala kerbau lalu memecahkan kendi yang telah diberi air dan bunga-bungan yang telah dijampi oleh orang pintar agar bangunan yang diresmikan itu kuat dan tidak mudah roboh. Menggantungkan ayat-ayat di pintu-pintu atau tempat-tempat khusus lainnya agar pengisi rumah tidak digoda syetan atau diganggu jin. dan lain sebagainya yang seperti itu. Maka jelaslah perbuatan itu justru mengundang setan dan meminta bantuannya.
Maka bagi seorang yang beriman kepada Allah dan hari akhir, tentulah mendahulukan kesehatan dan keselamatan aqidah. Masalah apapun yang dihadapi tentu tidak akan mengorbankan aqidah demi kesehatan jasmaninya atau keuntungan duniawi lainnya.
Jenis penyakit Yang Diruqyah
Di dalam beberapa riwayat dikatakan bahwa Ruqyah hanya dapat dilakukan pada jenis-jenis penyakit tertentu saja.
عَنْ أَنَسٍ قَالَ : رَخَّصَ رُسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي الرُّقْـيَـةِ مِنَ العَيْنِ وَالـحُمَةِ وَالنَّمْلَةِ رواه أحمد و مسلم  والترمذي 
Dari Anas, ia mengatakan,”Rasulullah saw memberikan rukhshah tentang ruqyah pada penyakit ain (tilik mata), alhumah (disebabkan binatang berbisa, dan annamlah (cacar). H.R. Ahmad, Musnad al-Imam Ahmad, 19, hal 212 No 12173, Muslim, Shahih Muslim II:357, No. 2196 dan At-Tirmidzi, Sunan at-Tirmidzi, IV:344, No. 2056
Keterangan :
Penyakit Al’ain adalah penyakit yang ditimbulkan oleh pandangan manusia yang jahat. Alhuma adalah penyakit yang ditimbulkan oleh racun atau bisa binatang. Sedangkan An-Namlah adalah cacar.
Demikian pula ketika Aisyah Umul mu’minin ditanya mengenai ruqyah beliau menjawab:
 رَخَّصَ رُسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ِلأأَهْلِ بَيْتٍ مِنَ الأَنْصَارِ فِي الرُّقْـيَـةِ  مِنْ كُلِّ ذِي حُمَةِ – رواه مسلم  
Rasulullah saw. memberikan rukhshah untuk ahli bait dari kaum Anshar tentang ruqyah karena setiap sengatan atau patukan binatang berbisa” - H.R.Muslim, Shahih Muslim, II:356, No. 2193
Sedangkan di dalam riwayat lain oleh An Nasai masih dari Aisyah, beliau hanya menerangkan satu macam penyakit saja:
أَمَرَنِي رَسُولُ اللهِ أَنْ أَسْتَرْقِيَ فِي العَيْنِ رواه النسائي
Rasulullah saw memerintah aku untuk meruqyah disebabkan penyakit ‘ain, H.r. An-Nasai, Sunan an-Nasai, IV:365, No. 7536
Hadi-hadis rukhshah tentang ruqyah untuk penyakit-penyakit yang tersebut di atas juga diriwayatkan oleh mukharrij-mukharij lainnya. Jika diperhatikan secara selintas, kata-kata Rusulullah saw memberikan rukhshah pada jenis-jenis penyakit yang tersebut di atas seolah-olah membatasinya dengan itu, sehingga ada yang beranggapan tidak boleh dilakukan ruqyah apabila disebabkan penyakit lainnya, apalagi jika diperhatikan keterangan-keterengan di bawah ini.
عَنْ بُرَيْدَةَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ لاَ رُقْيَةَ إِلاَّ مِنْ عَيْنٍ أَوْ حُمَةٍ  الترمذي 
Dari Buraidah, ia mengatakan,”Telah bersabda Rasulullah saw,’Tidak ada ruqyah kecuali disebabkan ain atau humah” H.R At Tirmidzi, Sunan at-Tirmidzi, IV:245 No. 2057
Sedangkan Albukhari meriwayatkannya secara mauquf (keterangan dari Imran bin Hushain sendiri)
Oleh karena itu perlu diterangkan secara lebih terperinci dan ditemukan jalan keluar dari hadis-hadis yang tampak bertentangan ini.
Secara selintas hadis-hadis ini bertentangan. Di satu sisi Rasulullah membatasi hanya dua yaitu A’in dan huma, di sisi lain beliau memberi keringanan pada tiga yaitu ‘ain, huma dan namlah, apalagi riwayat-riwayat lain menerangkan bahwa Rasulullah saw meruqyah dan memerintahkan ruqyah pada penyakit yang disebabkan oleh selain yang tersebut di atas. Seperti meruqyah orang yang gila yang dilakukan oleh pamannya Kharijah bin Ash-Shalt, ia telah meruqyahnya dengan Al Fatihah, lalu ruqyah untuk sakit kepala dan penyakit-penyakit lainnya.
Oleh karena itu mesti didapatkan thariqatul jam’i antara hadis-hadis yang bertentangan tersebut. Sehubungan dengan itu Imam an-Nawawi mengatakan, ”kata-kata rokkhasho dan laa ruqyata bukan mengkhususan kebolehan pada tiga penyakit ini saja, tetapi maknanya adalah (Nabi ditanya tentang ketiga perkara ini, maka beliau mengijinkannya, dan jika beliau ditanya tentang meruqyah disebabkan penyakit lainnya tentulah akan mengijinkannya pula, buktinya beliau telah mengijinkan untuk yang lainnya dan beliau sendiri melakukan ruqyah pada selain dari tiga ini” Syarah Muslim an Nawawi, XIV : 148
Ibnu Qoyim Al-Jauziyah mengatakan: ”Jika dikatakan apa jawabnya tentang hadis yang diriwayatkan Abu Daud - Tidak ada ruqyah kecuali disebabkan ‘ain dan humah- maka jawabnya adalah ‘nukan dimaksudkan meniadakan bolehnya ruqyah pada yang lainnya, tetapi maksudnya tidak ada ruqyah yang lebih utama dan bermanfaat dari pada disebabkan ‘ain dan humah” Zadul Ma’ad,IV: 175
Demikian pula komentar-komentar imam-mam yang lain. Seperti Muhamad Syamsul Haq pada ‘Aunul ma’bud, X:369.
Dengan demikian Tidak ada batasan tentang bolehnya meruqyah pada penyakit-penyakit selama maksudnya al ‘audzah (memohon) perlindungan kepada Allah alias berdoa.
Kesimpulan :
1.   Ruqyah dalam arti doa atau permohonan dan melindungkan diri dengan kalimat yang mansus atau susunan sendiri hukumnya boleh
2.   Ruqyah dalam arti jimat dan jampi-jampi dengan menggunakan ayat Alquran atau lainnya adalah syirik.

Di kutip dari Artikel .Ust. Amin Saefullah Muchtar

Kedudukan Bacaan Niat Dalam Ibadah sholat | Dan Penjelasannya

$
0
0
Niat secara bahasa artinya kehendak, rencana dan tujuan atas sesuatu. Dalam istilah para ulama, niat dimaksudkan untuk dua pengertian : Pertama, Niat dalam pengertian kehendak hati yang membedakan antara satu ibadah dengan ibadah yang lain, seperti membedakan shalat wajib dzuhur dari shalat wajib Ashar atau yang membedakan shaum Ramadhan dengan shaum Nadzar. Kedua, niyat dalam pengertian sesuatu yang menjadi dasar dorongan dan harapan atau motivasi suatu amal perbuatan. Yaitu apakah sesuatu pekerjaan itu dilaksanakan atas dasar mengharap keridhaan dan pahala Allah SWT atau karena mengharap pujian dari manusia.
Dalam Alquran disebutkan kandungan dari niyat itu, yaitu ”keinginan, harapan, dan kehendak.” Iraadah, ibtighaa, dan rajaa. Seperti dalam Firman Allah :
”Barangsiapa yang menginginkan keuntungan (pahala) akhirat, kami akan tambahkan keuntungannya, dan barang siapa yang menginginkan keuntungan dunia saja, Kami akan berikan sebagian darinya dan baginya tidak ada bagian keuntungan di akhirat sedikit pun”. (Q.S As-Syura : 20)
”Dan perumpamaan orang-orang yang menginfakkan harta mereka dengan mengharap keridhaan Allah…” (Q.S Al-Baqarah : 265)
”Barangsiapa yang mengharapkan perjumpaan dengan Tuhannya hendaklah ia beramal dengan amal saleh dan jangan menyekutukanNya dengan sesuatu apapun dalam beribadah kepadaNya”. (Al-Kahfi : 110)
Dalam Al-Hadits tentang niyat nabi SAW dengan tegas bersabda :
”Dari Umar Ibn Khaththab ’aku mendengar Rasulullah SAW bersabda” Sesungguhnya amal-amal itu tergantung niatnya dan bagi tiap orang apa yang ia niatkan. Barangsiapa yang hijrah kepada Allah dan RasulNya , maka pahalanya karena Allah dan rasulNya. Dan barangsiapa yang hijrah karena dunia atau wanita yang dinikahinya, maka pahala hijrahnya itu apa yang di hijrahi”. (H.R Al-Bukhari, Shahih Muslim (3530)
Mengenai pengucapan niat tidak ada satupun keterangan dari Al-Quran maupun Al-hadits, Niat itu urusan hati tidak terkait dengan lisan atau ucapan. Walaupun seseorang mengucapkan niat dengan mengatakan ia mengamalkan sesuatu karena Allah, tetap saja yang jadi penilaian Allah adalah apa yang ada di hatinya. Sebagaimana dalam Hadits shahih yang diriwayatkan Imam Muslim dari Abu Hurairah bahwasanya Rasulullah SAW bersabda:
”Sesungguhnya Allah tidak melihat jasad dan rupa kalian melainkan melihat hati kalian”
Yang dinilai Allah adalah hati karena hati merupakan tempat ditanamnya niat dalam suatu amal. Benarnya amal lisan dan perbuatan badan belum dapat menjamin benarnya niat yang merupakan amalan hati. Sebaliknya apa yang telah diniatkan secara benar dalam hati kemudian terjadi kekeliruan dalam ucapan dan perbuatan, maka kesalahan itu termasuk perkara yang dimaafkan. Oleh karena itu tidak ada syariat untuk mengucapkan niat.”(Risalah No. 6 Th. 46 Ramadhan 1429 / September 2008)
Menurut A. Hassan kalau seseorang mengerjakan sesuatu perkara dengan sengaja, maupun perkara ibadat atau yang lainnya, maka dinamakan dia orang yang telah berniat. Seorang yang didalam tidur, kalau menampar atau menendang sesuatu, maka ia tidak dikatakan berniat waktu mengerjakannya. Kalau seorang memecahkan sesuatu atau menikam seseorang lantaran latah, maka kita namakan orang itu tidak sengaja atau tidak berniat.
Dengan contoh diatas nyatalah bahwa niat itu adalah sengaja.
Masalah ini sudah terlalu banyak orang-orang bicarakan dimana-mana. Maka disini kami hendak memberi jawaban yang umum dan terang, supaya pembaca dapat gunakan kaidah itu dimana-mana masalah yang duduknya sama dengan masalah melafazkan niat.
Yang dikatakan Agama itu ialah beberapa perintah Allah dan perintah Rasul, dan beberapa larangan Allah dan larangan Rasul. Perintah-perintah itu ada dua macam: Pertama, perintah yang berhubungan dengan hal keduniaan, kedua, perintah-perintah yang berhubungan dengan hal ibadat.
Perintah-peritah keduniaan itu, mesti kita kerjakan, tetapi cara-caranya tidak mesti sama dengan perbuatan Nabi, seperti perang umpamanya, Nabi kita lakukan dengan pedang dan panah, maka tidak ada halangan kita kerjakan dengan senapan dan meriam, karena yang diperitah dan yang dimaksudkan itu perangnya bukan caranya.
Adapun perintah-perintah yang berhubungan dengan hal ibadat itu wajib kita kerjakan menurut sebagaimana yang dicontohkan oleh Nabi saw tidak boleh lebih dan tidak boleh kurang. Karena perkara ibadat itu tak dapat diatur-atur dan dipikir-pikir oleh manusia.
Misalnya dapatkah kita pikirkan dengan jelas mengapa kita diperintah tayamum waktu tidak ada air, dan mengapa diwaktu subuh diwajibkan dua rakaat saja, sedang dzuhur empat rakaat padahal waktu subuh yang lebih lapang?
Kedua, tiap-tiap perkara dunia pada asalnya harus, yaitu boleh kita kerjakan boleh tidak, melainkan yang mana diwajibkan oleh agama, maka wajib kita kerjakan dan mana yang dilarang, tidak boleh kita kerjakan.
Ketiga, tidak boleh kita berbuat ibadah dengan kemauan dan cara kita sendiri. Tidak boleh dinamakan ibadat yang sebenarnya, kalau tidak diperintah oleh agama serta ditunjukan oleh Nabi.
Keempat, berbuat bid’ah itu dilarang keras di dalam agama karena sabda nabi saw. “Tiap-tiap bid’ah itu sesat, dan tiap-tiap kesesatan itu di neraka” (H.R Muslim dan Nasai). Tetapi jangan salah faham tentang larangan bid’ah itu. Bid’ah itu dilarang di dalam urusan ibadat, bukan di dalam hal keduniaan karena sabda Nabi saw. “Kamu terlebih mengerti hal urusan dunia kamu”. (H.R Muslim).
Bahkan orang yang mengadakan bid’ah yang baik diperkara dunia dengan sabdanya “Barangsiapa adakan (atau mulakan) di dalam Islam satu cara (keduniaan) yang baik, maka ia dapat pahalanya dan (juga banyak) pahala orang-orang yang turut mengerjakannya dengan tidak kurang sedikit pun daripada pahala mereka itu” (H.R Muslim).
Kelima, tidak boleh kita katakan perkara itu wajib atau sunnat dan perkara ini haram atau makruh, kalau tidak ada keterangan dari Agama, karena wajib atau sunnat itu artinya perkara dapat pahala dan haram itu perkara yang tidak disukai oleh Allah. Maka bagaimanakah bisa seseorang mengetahui hal yang gaib itu kalau tidak diterangkan oleh Agama?
Keenam, di dalam Agama dibenarkan qias tetapi hanya dihukum-hukum keduniaan saja tidak sekali-kali dihukum-hukum ibadat. Tidak pernah seorangpun dari sahabat-sahabat Nabi mengambil qias di dalam ibadat dan tidak pula imam-imam mujtahidin, bahkan telah berkata imam Syafi’I “tidak ada qias di hukum ibadat” dan “Barangsiapa menganggap baik satu ibadat, berarti ia telah membikin Agama”. Kata Imam Ar-Ruyani “Dan barang siapa membikin Agama, kufurlah dia”. Maksudnya bahwa apabila seseorang menganggap baik akan satu perkara ibadat dengan tidak ada keterangan dari Agama, maka bearti orang itu menambah satu ibadat, maka barang siapa menambah satu ibadat tidak dipungkiri lagi ia jadi kafir.
Ketujuh, kita wajib menerima ijma, tetapi supaya tidak jadi salah faham, perlu kita dapat tahu ijma manakah yang wajib kita turut. Ijma uang wajib kita turut itu tidak lain melainkan ijma sahabat Nabi. Turut ijma itu tidak berarti kita turut hukum yang mereka bikin dengan kemauan mereka sendiri, tetapi berarti kita turut kerjakan salah satu ibadat atau hukum yang mereka ramai-ramai telah setuju mengerjakannya, dengan kepercayaan kita bahwa mustahil mereka bersetuju mengerjakan sesuatu kalau tidak mereka lihat Nabi saw kerjakan dihadapan mereka.
Oleh sebab itu Nabi kita telah bersabda “Hendaklah kamu berpegang kepada cara-caraku dan cara-cara khalifah-khalifah yang lurus tepimpin” (H.R Abu Dawud). Adapun ijma yang lain daripada itu tidak boleh kita turut dan juga tidak ada. Lantaran itu berkata Imam Ahmad bin Hanbal “Barangsiapa mengaku ada ijma, maka orang itu pendusta”.
Sesudah ada beberapa kaidah yang tersebut di atas itu, tentulah mudah kita memaham suatu hukum.
Melafazkan niat waktu berwudu, mandi atau sembahyang itu tidak ada di quran , hadis, perbuatan sahabat Nabi dan tidak pula dipandang sunat oleh Imam yang empat, istimewa pula ijma tidak ada sama sekali.
Hanya ada sebagian daripada ulama madzhab syafi’i (bukan Imam syafi’i) menyunatkannya, dan golongan itu terbagi atas beberapa bagian pula :
1.    Ada yang berkata bahwa menyebut niat dengan lidah itu menolong hati, lantaran itu jadi sunat.
       Kita jawab, bahwa alasan itu bukan dari agama dan tidak dibenarkan oleh agama, karena dengan alasan itu telah bertambah satu ibadah, sedang menambah satu ibadat itu terlarang keras, dan juga perkataan mereka bahwa lidah menolong hati itu tidak betul sekali-kali, karena lidah orang yang sadar itu tidak akan menyembunyikan sesuatu, kalau tidak hatinya lebih dahulu hendak menyembunyikannya. Jadi hatilah yang menggerakan lidah, bukan lidah menggerakan hati.
2.    Ada yang berkata bahwa menyebut niat dengan lidah itu ada dikerjakan oleh Nabi di dalam ibadat Hajji. Oleh sebab itu diqiaskan perbuatan itu disembahyang dan lainnya.
       Kita jawab, bahwa riwayat Nabi menyebut niat haji itu tidak sah, walaupun ditakdirkan sah, tidak boleh diqiaskan kepada sembahyang, karena haji itu diwajibkan atas orang Islam sesudah sembahyang. Maka tidak ada kaidah membenarkan ambil qias dari hukum terkemudian buat hukum yang terdahulu dan lagi tidak boleh diqiaskan satu hukum dengan lainnya di dalam urusan ibadat. Kalau mau diqias-qiaskan di perkara ibadat, mengapakah tidak diadakan adzan dan iqamah di salat jenazah, salat hari raya, salat tarawih dan yang lainnya?
3.    Adapun yang berkata bahwa melafazkan niat itu sungguhpun bid’ah tetapi bid’ah hasanah, karena perkara itu baik dan Nabi tidak ada bersabda “jangan kamu melafazkan niat”
Kita jawab, bahwa tiap-tiap bid’ah dalam suatu ibadat itu bid’ah dalalah, tidak ada hasanah. Bid’ah yang dibagi-bagi itu ialah bid’ah dalam hal keduniaan, yaitu mana yang baik dikatakan bid’ah hasanah dan mana yang tidak baik dikatakan bid’ah dhalalah. Kalau tambahan itu dipandang baik, mengapakah salat yang subuh tidak boleh kita tambah dua rakaat supaya jadi empat?
Apakah dua rakaat tambahan itu tidak baik, atau adakah pernah Nabi berkata “jangan kamu sembahyang subuh empat rakaat?. Mengapakah bacaan attahiyat yang bukan dari quran itu tidak diganti dengan bacaan quran saja?. Ringkasnya, kita orang Islam wajib sembahyang sebagaimana yang dicontohkan oleh Nabi, padahal Nabi tidak melafazkan niat dengan mulutnya, maka janganlah kita berbuat apa-apa ibadat yang tidak diperbuat olehnya.
Dalam semua amal kita memang diperintah berniat “niat” yang dimaksudkan dalam hadis Nabi saw ialah ketentuan kita mengerjakan sesuatu itu karena Allah atau bukan jarena Allah. Inilah sebenarnya yang dikatakan niat dalam bahasa Arab, ini adalah dalam bathin
Adapun perkataan “niat hamba…” yang disebutkan di atas itu ialah ucapan atau pemberitahuan, bukan niat. Boleh juga disimpulkan demikian; niat itu ialah kemauan kita dalam keadaan sadar.
Ucapan atau pemberitahuan tersebut sama sekali tidak ada perintah atau kebenarannya dalam agama. Tiap-tiap yang tidak ada perintah, contoh atau kebenarannya dari agama seharusnya kita jauhi. (Pengajaran Shalat CV Diponegoro, 2007)
Pendapat sebagian pengikut madzhab Syafi’iy tentang melafazhkan niat dengan dalil ”janganlah salah seorang diantara kamu memulai shalat kecuali dengan dzikir”. Menurut Imam An-Nawawi berkata ”bahwa yang dimaksud dengan dzikir disini adalah takbir”. (Al-majmu’ (243))
Ibnul Qayyim berkata ”adalah Rasulullah SAW jika mendirikan shalat ia mengucapkan ’Allahu Akbar’, tidak mengucapkan apapun sebelumnya, dan sama sekali tidak melafazhkan niat, tidak juga mengucapkan ’Ushalli lillahi shalata….Mustaqbila Al-qiblati arba’a raka’atin imaman atau ma’muman, tidak juga mengatakan ’adaan’, atau qadhaa’an’, tidak juga menentukan waktu. Ini semua adalah bid’ah yang tidak seorangpun meriwayatkannya dari nabi Saw dengan sanad yang shahih, atau dhaif, atau musnad, atau mursal, satu lafazhpun sama sekali tidak pernah. Bahkan tidak pernah diriwayatkan dari sahabat, tidak pernah dianggap baik oleh seorang tabi’in, tidak juga oleh imam yang empat”. (Zaadu al-Ma’ad (1/201)
Kesimpulan
Melafazhkan niat hendak shalat tidak disyari’atkan karena Nabi Bersabda ”Jika engkau hendak mendirikan shalat, maka sempurnakanlah wudhu, kemudian menghadaplah ke kiblat, kemudian takbirlah, kemudian bacalah…”. (H.R Bukhari (1/145, 2/172), Muslim (2/11), dan Abu daud (856), Tirmidzi (2/103), Ibnu majah (1060), dari Abu Hurairah)
Niat itu ialah kemauan kita dalam keadaan sadar dan tempatnya dalam hati.

OlehUst. Amin Saefullah Muchtar

Pengertian & Syarat Wajib Zakat Harta Peniagaan (Perdagangan)

$
0
0
Sebagaimana disebutkan diatas bahwa kata tijarah menunjukkan dua pengertian; Pertama, aktivitas jual-beli (dagang). Kedua, komoditas (barang dagangan). Dalam konteks zakat, yang dimaksud dengan zakat tijarah adalah zakat yang berkaitan dengan komoditas bukan aktivitas. Dalam perkataan lain, menzakati mal (barang dagangan) bukan amal (aktivitas dagang). Bila demikian halnya apa yang dimaksud dengan barang dagangan  (‘urudh at-tijarah) itu? Imam An-Nawawi mengatakan, “Kekayaan dagang adalah semua yang dimaksudkan untuk diperdagangkan buat pemindahan hak dengan melakukan tukar-menukar barang” Lihat, Fiqhuz Zakat, I:313
Keterangan di atas menunjukkan bahwa yang dimaksud dengan barang perdagangan ialah barang yang disediakan untuk didagangkan, sekalipun tidak memakai modal uang, seperti orang yang mengumpulkan batu atau pasir dari sungai, bila hal itu disediakan untuk didagangkan, maka barang-barang itu termasuk barang dagangan yang wajib dikeluarkan zakatnya.

Perbedaan Antara Barang Milik Pribadi dan Komoditas Dagang
Yang dimaksud dengan barang milik pribadi ialah semua barang yang dibeli untuk digunakan secara pribadi, bukan untuk diperdagangkan yang dalam ilmu akuntansi dinamakan aset tetap, yaitu yang dibeli oleh seorang pedagang atau pengusaha dengan niat untuk ditahan sebagai alat produksi, seperti mesin, bangunan, mobil, peralatan, areal tanah, perabotan, gudang, rak pajang, meja dan perlengkapan kantor dan lain-lain yang tidak untuk diperjualbelikan. Seluruh benda-benda itu merupakan aset yang tidak wajib dizakati dan tidak termasuk harta zakat.
Sedangkan komoditas dagang adalah barang-barang yang sengaja dipersiapkan untuk diperjualbelikan yang di dalam istilah akuntansi dinamakan dengan aset berkembang. Yaitu segala sesuatu yang dibeli oleh seorang pedagang atau pengusaha dengan niat untuk diperdagangkan. Seperti barang dagangan, alat-alat, mobil, tanah dan lain-lain. Semua komoditas itu harus dizakati bila telah memenuhi syarat wajibnya.

Syarat Wajib Zakat Komoditas Dagang
Syarat wajib zakat komoditas dagang yaitu usaha dan niat. Agar niat dapat dianggap sah harus dikukuhkan ketika pertama kali membeli suatu komoditas. Seandainya seseorang membeli sebuah mobil dengan niat untuk pemakaian pribadi tetapi akan dijual juga bila mendatangkan keuntungan, maka mobil itu tidak termasuk komoditas dagang yang wajib dizakati. Berbeda dengan seandainya ia membeli beberapa unit mobil dengan niat diperdagangkan dan untuk mencari laba, lalu salah satu dipakai sendiri, maka mobil tersebut tetap sebagai komoditas dagang yang wajib dizakati, karena yang dijadikan tolak ukur adalah niat pertama ketika membeli.
Dengan demikian segala barang yang dibeli dengan niat untuk dimanfaatkan sendiri, tidak dianggap sebagai komoditas dagang hanya karena ingin menjual jika mendatangkan laba. Segala barang yang diniatkan untuk diniagakan tidak akan berubah menjadi barang milik pribadi hanya karena digunakan untuk pemakaian sendiri sewaktu-waktu.
Namun bila seorang telah membeli suatu barang dengan niat untuk diperdagangkan kemudian sebelum dijual ia merubah niat dan memanfaatkannya buat kepentingan pribadi, maka niat itu telah cukup untuk merubah status barang di atas dari komoditas dagang menjadi barang milik pribadi sehingga tidak wajib dizakati. Begitu juga sebaliknya, jika ia membeli sebuah barang untuk dipakai sendiri kemudian berubah niat untuk diniagakan, maka barang itu wajib dizakati.

Pengertian Zakat Shina’ah (Industri) 
Aktifitas industri lebih mirip dengan perdagangan dibandingkan dengan aktifitas ekonomi lain yang bertujuan untuk mencari keuntungan. Industri juga tidak terlepas dari pembelian beberapa komoditas yang akan diperjualbelikan. Oleh karena itu padanya diterapkan hukum zakat komoditas dagang.
Adapun badan-badan usaha lain yang hanya menawarkan jasa pengolahan kepada orang lain, maka segala peralatan yang dia gunakan tidak termasuk dalam komoditas dagang, seperti perusahaan-perusahaan kontraktor yang membangun untuk pihak lain. Perusahaan seperti ini termasuk dalam kategori industri walaupun klasifikasi ini tidak banyak digunakan.
Jadi setiap perusahaan yang bergerak dalam jasa pembuatan untuk pihak lain, seperti perusahaan besi dan baja, bengkel pandai besi dan pengrajin kayu, semua termasuk perusahaan industri. Tetapi jika perusahaan-perusahaan industri itu membeli suatu komoditas atau bahan mentah dengan tujuan untuk dijual kembali setelah diolah menjadi barang jadi, maka barang-barang itu termasuk komoditas dagang yang harus dizakati.

Oleh Ust. Amin Saefullah Muchtar

Syariat, Hikmah dan Makna Idul Adha | Hukum Qurban | Larangan Bagi Yang Berqurban

$
0
0
ada 12 bulan hijriah terdapat 4 bulan yang ditetapkan oleh Allah kehormatannya. Allah berfirman:
إِنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِنْدَ اللَّهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِي كِتَابِ اللَّهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ
Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram (terhormat). (QS. At-Taubah:36)
Bulan haram yang dimaksud adalah bulan Dzulqa`dah, Dzulhijjah, Muharram dan Rajab. (H.r. Al-Bukhari). Penghormatan terhadap bulan-bulan ini, khususnya bulan Dzulhijjah, antara lain terkait dengan syariat ibadah haji.
Bagi orang yang tidak melaksanakan haji, ada ibadah lain yang ditetapkan oleh Allah sebagai wujud dari memelihara kehormatan bulan Dzulhijjah, yaitu
Shaum  Arafah
عَنْ أَبِي قَتَادَةَ قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم : صَوْمُ يَوْمِ عَرَفَةَ يُكَفِّرُ سَنَتَيْنِ مَاضِيَةً وَمُسْتَقْبِلَةً ، وَصَوْمُ عَاشُوراَءَ يُكَفِّرُ سَنَةً مَاضِيَةً . - رواه الجماعة إلا البخاري والترمذي -
Dari Abu Qatadah, ia berkata,”Rasulullah saw. telah bersabda,’Shaum Hari Arafah itu akan mengkifarati (menghapus dosa) dua tahun, yaitu setahun yang telah lalu dan setahun kemudian. Sedangkan shaum Asyura akan mengkifarati setahun yang lalu.  H.R Al-Jama’ah kecuali Al-Bukhari dan At-Tirmidzi (Lihat, Ahmad, Musnad Ahmad, XXXVII : 222, No. hadis 22.535,  Muslim, Shahih Muslim, I:520, An-Nasai, As-Sunan Al-Kubra, II:150, No. hadis 2796, Ibnu Majah, Sunan Ibnu Majah, II:340, 343, Ath-Thabrani, Al-Mu’jam Al-Awsath, VI:300, No. hadis 5642)
Hadis ini diriwayatkan pula oleh Ath-Thabrani dari Sahabat Zaid bin Arqam, Sahl bin Saad, Qatadah bin Nu’man, Ibnu Umar, dan Abu Sa’id Al-Khudriy. Dalam versi Abu Sa’id Al-Khudriy dengan redaksi
عَنْ أَبِي سَعِيدٍالخُدِرِيِّ قَالَ : قَالَ رسول الله صلى الله عليه وسلم صَوْمُ يَوْمِ عَرَفَةَ كَفَّارَةُ السَّنَةِ المَاضِيَةِ وَالسَّنَةِ المُسْتَقْبِلَةِ . - رواه الطبراني -
Dari Abu Said, dari Nabi saw. Shaum Arafah itu merupakan kifarat tahun yang telah lalu dan tahun yang akan datang. (H.r. Ath-Thabrani, Al-Mu’jam Al-Awsath, III:45. No. hadis 2086)
Takbiran Iedul Adha
Selain Shaum sunat Arafah, pada bulan Dzulhijjah kaum muslimin juga disyariatkan untuk bertakbir. Bertakbir dilakukan sejak subuh 9 Dzulhijjah hingga ashar 13 dzulhijjah. Membacanya tidak terus menerus, melainkan bila ada kesempatan, baik ketika berkumpul di masjid atau di rumah masing-masing. Hal itu sebagaimana dijelaskan dalam hadis sebagai berikut:
عَنْ عَلِيٍّ وَعَمَّارِ أَنَّ النَّبِيَّ  صلى الله عليه وسلم… وَكَانَ يُكَبِّرُ مِنْ يَوْمِ عَرَفَةَ بَعْدَ صَلاَةَ الْغَدَاةِ وَيَقْطَعُهَا صَلاَةَ الْعَصْرِ آخِرَ أَيَّامِ التَّشْرِيْقِ 
Dari Ali dan Ammar sesungguhnya Nabi saw… dan beliau bertakbir sejak hari Arafah setelah salat shubuh dan menghentikannya pada salat Ashar di akhir hari tasyriq (13 Dzulhijjah). (H.R. Al-Hakim, Al-Mustadrak, I:439; Al-Baihaqi, As-Sunan Al-Kubra, III:312)
Bagi Calon Qurbani: Makruh Memotong Rambut dan Kuku 
عَنْ أُمِّ سَلَمَةَ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِذَا دَخَلَتِ الْعَشْرُ وَأَرَادَ أَحَدُكُمْ أَنْ يُضَحِّيَ فَلَا يَمَسَّ مِنْ شَعَرِهِ وَبَشَرِهِ شَيْئًا رواه مسلم
Dari Umi Salamah bahwasannya Nabi saw. bersabda, “Apabila masuk sepuluh hari (bulan Dzulhijjah) sedangkan salah seorang di antara kalian hendak berkurban maka janganlah menyentuh (janganlah memotong) rambut dan kukunya sedikitpun. (H.R. Muslim)
Dalam redaksi lain
إِذَا دَخَلَ الْعَشْرُ وَعِنْدَهُ أُضْحِيَّةٌ يُرِيدُ أَنْ يُضَحِّيَ فَلَا يَأْخُذَنَّ شَعْرًا وَلَا يَقْلِمَنَّ ظُفُرًا رواه مسلم
Apabila masuk sepuluh hari (bulan Dzulhijjah) sedangkan ia mempunyai hewan kurban yang hendak dikubankan (disembelih) maka janganlah memotong rambut dan kukunya. (H.r. Muslim)
إِذَا رَأَيْتُمْ هِلَالَ ذِي الْحِجَّةِ وَأَرَادَ أَحَدُكُمْ أَنْ يُضَحِّيَ فَلْيُمْسِكْ عَنْ شَعْرِهِ وَأَظْفَارِهِ رواه مسلم
Apabila kalian melihat Hilal (tanggal 1 ) Dzulhijjah sedangkan salah seorang diantara kalian hendak berkurban maka peganglah (janganlah memotong) rambut dan kukunya. (H.r. Muslim)
Penjelasan lebih lengkap dapat dibaca pada makalah terpisah.
Amaliah Ketika Iedul Adha
Qurban
Qurban merupakan salah satu bagian dari Ibadah nusuk, yakni ibadah dalam bentuk sembelihan. Ibadah nusuk terbagi kepada tiga macam:
Pertama, al-Hadyu, yaitu menyembelih binatang tertentu yang disyariatkan bagi hujjaj (orang yang beribadah haji). Dan hadyu itu adalah rangkaian dari ibadah haji.
Kedua, al-Udhhiyyah atau yang biasa disebut kurban,  yaitu menyembelih binatang tertentu yang disyariatkan bagi orang yang tidak sedang beribadah haji.
Udhhiyyah, Idhhiyyah, Dhahiyyah, Dhihiyyah, Adhhat, Idhhat dan Dhahiyyah maknanya sama, yaitu binatang yang disembelih dengan tujuan taqarrub (mendekatkan diri) kepada Allah pada hari Iedul Adhha sampai akhir hari-hari tasyriq. Kata itu diambil dari kata dhahwah yang berarti waktu dhuha. Disebut demikian, dilihat dari awal waktu pelaksanaan yaitu waktu dhuha (Lihat,Lisanul ’Arab, XIX:211, Mu'jam Al-Wasith, I:537)
Baik al-hadyu maupun al-Udhiyyah terikat oleh miqat zamani (ketentuan waktu), yaitu tanggal 10 hingga 13 Dzulhijjah sebelum maghrib. Namun berbeda dengan udlhiyah yang dapat disembelih dimana saja, al-hadyu terikat pula oleh miqat makani (ketentuan tempat), yaitu wajib disembelih di kota Mekah, dan apabila hadyu tidak dilaksanakan di Mekah maka hajinya tidak sah.
Ketiga, al-Aqiqah,  yaitu menyembelih binatang tertentu pada hari ke-7 dari kelahiran seorang anak.
Karena qurban itu termasuk nusuk, maka terikat dengan berbagai ketentuan yang berhubungan dengan jenis binatang, cara dan waktu penyembelihan, termasuk pendistribusiannya
Hukum Berkurban
Para ulama berbeda pendapat tentang hukum berkurban, ada yang berpendapat wajib dan ada pula yang berpendapat sunnah mu’akkadah. Namun mereka sepakat bahwa amalan mulia ini memang disyariatkan. (Lihat, Hasyiyah Asy-Syarh Al-Mumti’, VII:519). Sehingga tak sepantasnya bagi seorang muslim yang mampu untuk meninggalkannya, karena amalan ini banyak mengandung unsur penghambaan diri kepada Allah, taqarrub, syiar kemuliaan Islam dan manfaat besar lainnya.
Ureman kurban
Untuk tiap orang dianjurkan berqurban satu ekor kambing dan bila yang diqurbankannya itu unta mencukupi dari sepuluh orang. Sedangkan sapi mencukupi dari tujuh orang, sebagaimana diterangkan dalam hadis berikut ini:
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ : كُنَّا مَعَ رَسُولِ اللهِ  صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِى سَفَرٍ فَحَضَرَ الأَضْحَى فَاشْتَرَكْنَا فِى الْبقَرَةِ سَبْعَةً وَفِى الْبَعِيْرِعَشْرَةً. -رواه الترمذي-
Dari Ibnu Abbas, ia berkata, "Kami bersama Rasululah saw. dalam perjalanan, maka tiba waktu iedul Adha, lalu kami patungan untuk seekor sapi tujuh orang dan seekor unta untuk sepuluh orang." H.R. At-Tirmidzi
Syarat Umur dan kondisi Hewan Kurban
Ketentuan hewan Qurban telah ditegaskan oleh Nabi saw sebagaimana diterangkan dalam hadis-hadis berikut ini:
عَنْ جَابِرٍ قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : لاَ تَذْبَحُوا اِلاَّ مُسِنَّةً اِلاَّ أَنْ يَعْسُرَ عَلَيْكُمْ فَتَذْبَحُوا جَدْعَةً مِنَ الضَّأْنِ. -رواه ابو داود-
Dari Jabir, ia berkata, "Rasulullah saw. bersabda, 'Janganlah kamu menyembelih hewan kurban kecuali yang musinnah (cukup umurna), sekiranya menyusahkan atas kamu maka sembelihlah kambing jadz'ah." HR. Abu Dawud
Kata Ibnu Malik, “Arti asal al-Musinnah hiya al-kabirah bis sinni (tua umurna). Standar usiamusinnah tergantung jenis hewannya. Apabila jenis Unta berarti berumur 5 tahun masuk tahun ke-6. Sapi berumur 2 tahun masuk tahun ke-3. Domba/kambing berumur 1 tahun (Lihat, Aunul Ma’bud, juz VII:352-353).
Sedangkan arti asal jad’un muda umurnya. Standar usia jad’un juga tergantung jenis hewannya. Jenis unta berumur maju ke 5 th. Sapi berumur maju ke-2. Domba/kambing berumur 6 bulan. (Lihat, Taudhihul Ahkam syarah Bulughul Maram, VII:87)
Keterangan di atas menunjukkan bahwa Qurban tidak sah bila hewannya bukan unta, sapi, atau domba/kambing. Adapun kerbau termasuk jins al-baqar (jenis sapi). Hewan-hewan tersebut disyariatkan cukup umur.
Perihal berqurban dengan binatang jenis betina, kita belum mendapatkan keterangan dari Rasulullah yang melarang berqurban dengan betina. Adapun keterangan yang sharih, yang tegas-tegas menerangkan akan bolehnya betina dijadikan qurban ialah dalam aqiqah.
Ummu Karzin pernah bertanya kepada Rasulullah perihal aqiqah, maka Rasulullah bersabda:
نَعَمْ, عَنِ الغُلاَمِ شَاتَانِ وَعَنِ الأُنْثَى وَاحِدَةً, لاَ يَضُرُّكُمْ ذُكْرَنًا كُنَّ أَوْ إِنَاثًا
“Ya, bagi anak laki-laki dua kambing dan bagi anak perempuan satu, dan tidak mengapa kambing jantan atau betina”. H.R. Ahmad dan At-Tirmidzi
Orang tidak biasa menyembelih qurban dengan binatang jenis betina, mungkin mengingat akan kelanjutan keturunan binatang termaksud. Sebab dengan adanya penyembelihan binatang jenis betina yang terlampau banyak dapat mengakibatkan kekurangan ternak, bahkan dapat mengakibatkan musnah atau habisnya keturunan ternak termaksud.
Selain jenis hewan, disyariatkan pula tentang kondisi hewan tersebut sebagaimana diterangkan dalam hadis berikut ini:
عَنِ الْبَرَّاءِ بْنِ عَازِبٍ قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَرْبَعٌ لاَ تَجُوزُ فِى الضَّحَايَا العَوْرَاءُ الْبَيِّنُ عَوْرُهَا وَالْمَرِيْضَةُ الْبَيِّنُ مَرَضُهَا االْعَرْجَاءُ الْبَيِّنُ ضَلْعُهَا وَالْكَسِيْرُ الَّتِى لاَ تُنْقِى. رواه الخمسة
Dari Bara bin 'Azib, "Rasulullah saw. telah bersabda, 'Empat (cacat) yang tidak boleh dipakai qurban: Juling atau buta sebelah yang benar-benar julingnya, sakit yang benar-benar sakitnya, pincang yang benar-benar pincangnya, dan hewan yang telah tua yang sudah tidak bersumsum lagi." H.R. Al-Khamsah (Imam yang lima)
Pada dasarnya hadis di atas hendak menegaskan bahwa berqurban itu harus dengan binatang yang baik, sehat, gemuk, dan tidak ada cacat pada tubuhnya. Bagaimana halnya dengan kambing yang dikebiri ? Kambing yang dikebiri tidaklah termasuk cacat. Dalam riwayat Ahmad dan at-Tirmidizi ada diriwayatkan dari Siti Aisyah, bahwasanya Rasulullah pernah berqurban dengan dua kibasy yang gemuk, bertanduk dan telah dikebiri (mawjuain).
Syarat Waktu Penyembelihan
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رَضِي اللَّهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ ذَبَحَ قَبْلَ الصَّلَاةِ فَإِنَّمَا ذَبَحَ لِنَفْسِهِ وَمَنْ ذَبَحَ بَعْدَ الصَّلَاةِ فَقَدْ تَمَّ نُسُكُهُ وَأَصَابَ سُنَّةَ الْمُسْلِمِينَ  رواه البخاري
Dari Anas r.a. ia berkata, “Nabi saw. telah bersabda, ’siapa yang menyambelih qurban sebelum salat ied, ia kurban untuk dirinya (bukan ibadah). Dan siapa yang menyembelih setelah salat, telah sempurna ibadahnya dan sesuai sunnah muslimin.’” H.R. al-Bukhari
عَنْ اَنَسٍ قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمَ النَّحْرِ : مَنْ كَانَ ذَبَحَ قَبْلَ الصَّلاَةِ فَلْيُعِدْ متفق عليه
Dari Anas r.a. ia berkata, “Nabi saw. telah bersabda, ‘Pada hari raya qurban, siapa yang menyambelih qurban sebelum salat ied, maka hendaklah ia mengulangi lagi." Muttafaq Alaih
oleh Ust. Amin Saefullah Muchtar

Sejarah, Makna Dan Keutamaan Tahun Baru Islam Hijriyah | Hukum

$
0
0
Orang yang beriman tidak akan terkesan dan terpengaruh oleh sesuatu yang mereka lihat dari musuh-musuh Allah. Sebab ia yakin di dalam kepribadian Islam terdapat kebaikan serta kebahagiaan dunia dan akhirat. Karena itu, ia akan bersikap hati-hati terhadap berbagai cara dan pola hidup yang tidak jelas dalilnya. Sikap kehati-hatian itu diwujudkan dengan mempertanyakan berbagai macam acara dan upacara yang dikenal di dalam Islam, meskipun dikemas dengan nama dan istilah arabi bahkan islami, seperti tahun baru hijriah atau tahun baru Islam.
Sejarah Penetapan Tahun Hijriah

Tatkala Ya’la bin Umayah menjadi gubernur di Yaman pada zaman khalifah Abu Bakar, ia pernah melontarkan gagasan tentang perlunya kalender Islam yang akan dipakai sebagai patokan penanggalan. Pada waktu itu, catatan yang dipergunakan kaum muslim belum seragam. Ada yang memakai tahun gajah (‘amul fil), terhitung sejak raja Abrahah dari Yaman menyerang Kabah (yang secara kebetulan adalah tanggal kelahiran Nabi saw.), ada yang mendasarkan pada peristiwa-peristiwa yang menonjol dan berarti yang terjadi di zaman mereka. Misalnya, tahun pertama hijrah Nabi dinamakan tahun al-Izn, karena izin hijrah diberikan  pada tahun itu. Tahun kedua disebut tahun Amr, karena pada tahun itu Allah swt. telah memberikan perintah kepada kaum muslim untuk bertempur untuk melawan kaum musyrik Mekah.
Akan tetapi, realisasi tentang penetapan penanggalan yang dipakai oleh umat Islam barulah terjadi di zaman Khalifah Umar. Menurut keterangan al-Biruni, khalifah menerima sepucuk surat dari Abu Musa al-Asy’ari yang menjadi gubernur di Bashrah (Irak), isinya menyatakan, “Kami telah banyak menerima surat dari Amirul Mu’minin, dan kami tidak tahu mana yang harus dilaksanakan. Kami sudah membaca satu perbuatan yang bertanggal sya’ban, namun kami tidak tahu sya’ban mana yang maksud. Sya’ban sekarang atau sya’ban mendatang di tahun depan?”
Surat Abu Musa rupanya dirasakan oleh Khalifah Umar sebagai sindiran halus tentang perlunya ditetapkan satu penanggalan (kalender) yang seragam, yang dipergunakan sebagai tanggal, baik dikalangan pemerintahan maupun untuk keperluan umum.
Untuk menetapkan momentum apa yang sebaiknya dipergunakan dalam menentukan permulaan tahun Islam itu, Khalifah mengadakan musyawarah dengan semua ulama dan para tokoh muslim. Dalam pertemuan itu ada empat usul yang dikemukakan, yaitu:
1.   Dihitung dari kelahiran Nabi Muhammad saw.;
2.   Dihitung dari wafat Rasulullah saw.;
3.   Dihitung dari hari Rasulullah menerima wahyu pertama di gua Hira yang merupakan awal tugas risalah kenabian;
4.   Dihitung mulai dari tanggal dan bulan Rasulullah melakukan hijrah dari Mekah ke Madinah (usul yang yang terakhir ini diajukan oleh Ali bin Abu Thalib).
Tetapi baik kelahiran Nabi, maupun permulaan risalah kenabian tidak diambil sebagai awal penanggalan Islam, karena tanggal-tanggal tersebut menimbulkan kontroversi mengenai waktu yang pasti dari kejadian-kejadian itu. Hari wafat Nabi juga tidak berhasil dijadikan tanggal permulaan kalender, karena dipertautkan dengan kenang-kenangan menyedihkan pada hari wafatnya. Besar kemungkinan nanti akan menimbulkan perasaan-perasaan sedih dan sendu dalam kalbu kaum muslim. Akhirnya, disetujuilah agar penanggalan Islam ditetapkan berdasarkan hijrah Rasul dari Mekah ke Madinah.
Kapankah tepatnya beliau hijrah ke Madinah? Beragam informasi dijumpai pada kitab-kitab tarikh tentang peristiwa itu. Imam at-Thabari dan Ibnu Ishaq menyatakan, “Sebelum sampai di Madinah (waktu itu bernama Yatsrib), Rasulullah saw. singgah di Quba pada hari Senin 12 Rabi’ul Awwal tahun 13 kenabian/24 September 622 M. waktu Dhuha (sekitar jam 8.00 atau 9.00). Di tempat ini, beliau tinggal di keluarga Amr bin Auf selama empat hari (hingga hari Kamis 15 Rabi’ul Awwal/27 September 622 M. dan membangun mesjid pertama (yang disebut mesjid Quba). Pada hari Jumat 16 Rabi’ul Awwal/28 September 622 M, beliau berangkat menuju Madinah. Di tengah perjalanan, ketika beliau berada di Bathni Wadin (lembah di sekitar Madinah) milik keluarga Banu Salim bin ‘Auf, datang kewajiban Jumat (dengan turunnya ayat 9 surat al-Jum’ah). Maka Nabi salat Jumat bersama mereka dan khutbah di tempat itu. Inilah salat Jumat yang pertama di dalam sejarah Islam. Setelah melaksanakan salat Jumat, Nabi melanjutkan perjalanan menuju Madinah”. (Lihat,Tarikh at-Thabari, I:571; Sirah Ibnu Hisyam, juz III, hal. 22; Tafsir al-Qurthubi, juz XVIII, hal. 98).
Keterangan di atas menunjukkan bahwa Nabi tiba di Madinah pada hari Jumat 16 Rabi’ul Awwal/28 September 622 M. Sedangkan ahli tarikh lainnya berpendapat hari Senin 12 Rabi’ul Awwal/5 Oktober 621 M, namun ada pula yang menyatakan hari Jumat 12 Rabi’ul Awwal/24 Maret 622 M.
Terlepas dari perbedaan tanggal dan tahun, baik hijriah maupun masehi, namun para ahli tarikh semuanya bersepakat bahwa hijrah Nabi terjadi pada bulan Rabi’ul Awwal, bukan bulan Muharram (awal Muharram ketika itu jatuh pada tanggal 15 Juli 622 M).
Ketika para sahabat sepakat menjadikan hijrah Nabi sebagai permulaan kalender Islam, timbul persoalan lain di kalangan mereka tentang permulaan bulan pada kalender itu. Ada yang mngusulkan Rabi’ul Awwal (sebagai bulan hijrahnya Rasulullah saw. ke Madinah). Namun ada pula yang mengusulkan bulan Muharram. Namun akhirnya Umar memutuskan bahwa tahun 1 Islam/Hijriah di awali dengan 1 Muharram bertepatan dengan tanggal 16 Juli 622 M. Dengan demikian, antara permulaan hijrah Nabi dan permulaan kalender Islam sesungguhnya terdapat jarak sekitar 82 hari.
Peristiwa penetapan kalender Islam oleh Umar ini terjadi pada hari Rabu, dua puluh hari sebelum berakhirnya Jumadil Akhir, tahun ke-17 sesudah hijrah atau pada tahun ke-4 dari kekhalifahan Umar bin Khatab. (Lihat, tulisan Dr. Thomas Djamaluddin tentang “Kalender Hijriah” dalam buku Almanak Alam Islami, hal. 183-184, dan Makalah tentang “Konsistensi Historis-Astronomis Kalender Hijriah”)
Asal Muasal Peringatan Tahun Hijriah
Peringatan tahun baru Islam tiap 1 Muharam baru dimulai sejak tahun 1970-an yang berasal dari ide pertemuan cendekiawan muslim di Amerika Serikat. Waktu itu terjadi fenomena maraknya dakwah, masjid-masjid dipenuhi jemaah, dan munculnya jilbab hingga kemudian dikatakan sebagai kebangkitan Islam, Islamic Revival. (Lihat, Pikiran Rakyat Online)
Dari kedua latar belakang sejarah di atas dapat diambil kesimpulan bahwa
1.   Penetapan bulan Muharram oleh Umar bin Khatab sebagai permulaan tahun hijriah tidak didasarkan atas pengagungan dan peringatan peristiwa hijrah Nabi. Buktinya beliau tidak menetapkan bulan Rabi’ul Awwal (bulan hijrahnya Rasul ke Madinah) sebagai permulaan bulan pada kalender Hijriah. Lebih jauh dari itu, beliau pun tidak pernah mengadakan peringatan tahun baru hijriah, baik tiap bulan Muharram maupun Rabi’ul Awwal, selama kekhalifahannya.
2.   Peringatan tahun baru hijriah pada bulan Muharram dengan alasan memperingati hijrah Nabi ke Madinah merupakan kesalahkaprahan, karena Nabi hijrah pada bulan Rabi’ul Awwal, bukan bulan Muharram.
3.   Menyelenggarakan berbagai bentuk acara dan upacara untuk menyambut tahun baru Hijriah adalah bid’ah dhalalah (sesat dan menyesatkan).

Oleh Ust. Amin Saefullah Muchtar

Proses Terbentuknya dan Penciptaan Alam Semesta Menurut Al Qur'an Dan Hadis

$
0
0
Alam semesta adalah al-samawat wal ardh wa ma bainahuma (langit dan bumi serta segala yang ada di antara keduanya). Di dalamnya terdapat fenomena-fenomena alam yang sangat menarik apabila dibahas, mulai dari bagaimana alam ini bisa muncul, kejadian-kejadian yang ada, sampai rahasia apa di balik semuanya itu. Tentu dalam memahami alam tidak terlepas dari ayat-ayat Alquran yang kemudian ditafsirkan berdasarkan keimanan mengenai ayat-ayat itu dengan melibatkan penjelasan Rasul melalui hadis-hadisnya dan upaya pengungkapan “rahasia alam” itu dengan akal pikiran manusia melalui perangkat sains.
Dalam makalah ini akan dibahas mengenai alam semesta dengan dua fokus analisa sebagai berikut: A. Ayat-ayat tentang penciptaan alam, B. Masa, bahan material, dan proses terbentuknya alam semesta.
A.   Ayat-ayat tentang Penciptaan Alam
Pembicaraan Alquran tentang alam semesta ditemukan dalam ayat-ayat-Nya lebih dari 1000 ayat yang tergelar dalam beberapa surat. 461 di antaranya berkaitan dengan bumi (bentuk bulat bumi, orbit bumi, rotasi bumi dan pembagian wilayah bumi serta isi kandungannya). Sebagian ayat berkaitan dengan penciptaan alam semesta, gugusan dan peredaran bintang-bintang di jagat raya, galaksi dan akhir dari alam semesta ini. Termasuk tentang penciptaan matahari yang lebih awal dari penciptaan bulan.
Meskipun demikian, pembicaraan Alquran tentang alam ini masih bersifat garis besar atau prinsip-prinsip dasarnya saja, karena Alquran bukan buku ilmu pengetahuan yangumumnya menguraikan penciptaan alam semesta secara sistematis. Karena itu untuk mempunyaigambaran  yang jelas tentang bagaimana kejadian-kejadian itudisajikan,kitaharus  mengumpulkan   bagian-bagian yangterpisah dalam beberapa surat.
Ayat yang menjadi acuan utama mengenai penciptaan alam adalah surat al-Baqarah:117, yang berbunyi:
بَدِيعُ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ وَإِذَا قَضَى أَمْرًا فَإِنَّمَا يَقُولُ لَهُ كُنْ فَيَكُونُ
 “Allah pencipta langit dan bumi, dan bila Dia berkehendak (untuk menciptakan) sesuatu, maka (cukuplah) Dia hanya mengucapkan kepadanya “jadilah” lalu jadilah ia”.
Ayat ini menegaskan bahwa Allah pemilik mutlak dari alam semesta dan penguasa alam yang tidak dapat disangkal, di samping pemeliharaanya yang maha pengasih. Karena kekuasaan-Nya bila Ia hendak menciptakan bumi dan langit, Dia hanya mengatakan “jadilah”.
Secara umum ayat-ayat Alquran tentang penciptaan alam dapat dipetakan melalui dua pendekatan: (1) maudhu’i-mushafi, yaitu pengelompokan ayat-ayat tentang penciptaan alam yang tersebar di berbagai surat sesuai dengan susunannya dalam mushhaf, (2) maudhu’i- tanzili, yaitu pengelompokan ayat-ayat itu yang tersebar di berbagai surat sesuai dengan susunannya waktu diturunkan  
Secara maudhu’i-mushafi, ayat-ayat Alquran tentang penciptaan alam terdapat di surat al-A’raf [7]:54, Yunus [10]:3, Hud [11]:7, al-Anbiya [21]:30, al-Furqan [25]:59, as-Sajdah [32]:4, Fushilat [41]:9-12, Qaf [50]:38, al-Hadid [57]:4dan an-Naziat [79]:27-33.
a. al-A’raf [7]:54
Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah yang telah menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, lalu Dia bersemayam di atas 'Arsy. Dia menutupkan malam kepada siang yang mengikutinya dengan cepat, dan (diciptakan-Nya pula) matahari, bulan dan bintang-bintang (masing-masing) tunduk kepada perintah-Nya. Ingatlah, menciptakan dan memerintah hanyalah hak Allah. Maha suci Allah, Tuhan semesta alam.
b. Yunus [10]:3,
Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, kemudian Dia bersemayam di atas 'Arsy untuk mengatur segala urusan. tiada seorangpun yang akan memberi syafa'at kecuali sesudah ada izin-Nya. (Dzat) yang demikian Itulah Allah, Tuhan kamu, Maka sembahlah Dia. Maka Apakah kamu tidak mengambil pelajaran?
c. Hud [11]:7
dan Dia-lah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, dan adalah singgasana-Nya (sebelum itu) di atas air, agar Dia menguji siapakah di antara kamu yang lebih baik amalnya, dan jika kamu berkata (kepada penduduk Mekah): "Sesungguhnya kamu akan dibangkitkan sesudah mati", niscaya orang-orang yang kafir itu akan berkata: "Ini tidak lain hanyalah sihir yang nyata".
d. al-Anbiya [21]:30
dan Apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit dan bumi itu keduanya dahulu adalah suatu yang padu, kemudian Kami pisahkan antara keduanya. dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka Mengapakah mereka tiada juga beriman?
e. al-Furqan [25]:59,
yang menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada antara keduanya dalam enam masa, kemudian Dia bersemayam di atas Arsy, (Dialah) yang Maha pemurah, Maka Tanyakanlah (tentang Allah) kepada yang lebih mengetahui (Muhammad) tentang Dia.
f. as-Sajdah [32]:4,
Allah lah yang menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya dalam enam masa, kemudian Dia bersemayam di atas 'Arsy. tidak ada bagi kamu selain dari padanya seorang penolongpun dan tidak (pula) seorang pemberi syafa'at. Maka Apakah kamu tidak memperhatikan?
g. Fushilat [41]:9-12,
9.    Katakanlah: "Sesungguhnya Patutkah kamu kafir kepada yang menciptakan bumi dalam dua masa dan kamu adakan sekutu-sekutu bagiNya? (yang bersifat) demikian itu adalah Rabb semesta alam".
10.  dan Dia menciptakan di bumi itu gunung-gunung yang kokoh di atasnya. Dia memberkahinya dan Dia menentukan padanya kadar makanan-makanan (penghuni)nya dalam empat masa. (Penjelasan itu sebagai jawaban) bagi orang-orang yang bertanya.
11.  kemudian Dia menuju kepada penciptaan langit dan langit itu masih merupakan asap, lalu Dia berkata kepadanya dan kepada bumi: "Datanglah kamu keduanya menurut perintah-Ku dengan suka hati atau terpaksa". keduanya menjawab: "Kami datang dengan suka hati".
12.  Maka Dia menjadikannya tujuh langit dalam dua masa. Dia mewahyukan pada tiap-tiap langit urusannya. dan Kami hiasi langit yang dekat dengan bintang-bintang yang cemerlang dan Kami memeliharanya dengan sebaik-baiknya. Demikianlah ketentuan yang Maha Perkasa lagi Maha mengetahui.
h. Qaf [50]:38
dan Sesungguhnya telah Kami ciptakan langit dan bumi dan apa yang ada antara keduanya dalam enam masa, dan Kami sedikitpun tidak ditimpa keletihan.
i. al-Hadid [57]:4
Dialah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa: kemudian Dia bersemayam di atas ´arsy. Dia mengetahui apa yang masuk ke dalam bumi dan apa yang keluar daripadanya dan apa yang turun dari langit dan apa yang naik kepada-Nya. dan Dia bersama kamu di mama saja kamu berada. dan Allah Maha melihat apa yang kamu kerjakan.
j. an-Naziat [79]:27-33
Apakah kamu lebih sulit penciptaanya ataukah langit? Allah telah membinanya[ 27],Dia meninggikan bangunannya lalu menyempurnakannya [28],dan Dia menjadikan malamnya gelap gulita, dan menjadikan siangnya terang benderang [29], dan bumi sesudah itu dihamparkan-Nya [30], ia memancarkan daripadanya mata airnya, dan (menumbuhkan) tumbuh-tumbuhannya [31].dan gunung-gunung dipancangkan-Nya dengan teguh [32],(semua itu) untuk kesenanganmu dan untuk binatang-binatang ternakmu [33].
Adapun secara maudhu’i-tanzili, ayat-ayat Alquran tentang penciptaan alam terdapat di surat Makiyyah (turun di Mekah sebelum hijrah) dan Madaniyyah (turun di Madinah). Berikut ini disebutkan secara berurutan ayat-ayat tentang penciptaan alam yang turun di Mekah: Qaf:38[urutan ke-34 makiyyah], al-A’raf:54 [urutan ke-39 makiyyah], al-Furqan:59 [urutan ke-42 makiyyah], Yunus:3 [urutan ke-51 makiyyah], Hud:7 [urutan ke-52 makiyyah], Fushilat:9-12 [urutan ke-61 makiyyah],  al-Anbiya:30 [urutan ke-73 makiyyah], as-Sajdah:4 [urutan ke-75 makiyyah], dan an-Naziat:27-33 [urutan ke-81 makiyyah]. Sedangkan yang turun di Madinah surat al-Hadid:4 [urutan ke-8 madaniyyah]
Pengertian Sama’(السَّمَاءُ) dan Ardh (أَرْضُ)
Pada ayat-ayat tersebutdi atas terdapat dua istilah yang senantiasa disebut, yaknial-sama’ (langit) dan al-ardh(bumi). Ungkapan ‘langit’ dan ‘bumi’ merupakan petunjuk yang mewakili semua jagat alam raya ini. Adapun kenapa ‘bumi’ yang disebut, hal itu dikarenakan keterikatan kita dengannya dimana kita hidup dan tinggal di atas permukaan bumi. Sedangkan penyebutan kata ‘langit’, hal itu dikarenakan kedekatan kita dengan langit yang menjadi obyek penglihatan kita, sekaligus sebagai sumber hujan yang bermanfaat untuk menumbuhkan berbagai tumbuhan yang kita butuhkan dan juga sebagai makanan binatang ternak kita.
Sebagai catatan bahwa di dalam Alquran, kata as-sama (bentuk tunggal) disebut sebanyak 109 kali. Sedangkan dalam bentuk jamak (as-samawat) 185 kali. Adapun kata al-ardh(dengan beberapa variasinya) disebut sebanyak 461 kali. Di mana 80 surat hanya menyebut dalam bentuk mufrad (tunggal) saja dan tidak pernah muncul dalam bentuk jamak. Adapun berjumlah tujuh, penyebutannya hanya secara implisit pada surat Ath-Thalaq [65]: 12.
Allah-lah yang menciptakan tujuh langit dan seperti itu pula bumi. perintah Allah Berlaku padanya, agar kamu mengetahui bahwasanya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu, dan Sesungguhnya Allah ilmu-Nya benar-benar meliputi segala sesuatu.
Kemudian dari jumlah sebanyak itu, penyebutan keduanya secara bersamaan ditemukan dalam 178 ayat. Uniknya, dari 178 ayat tersebut, 175 ayat menggunakan susunan atau urutan langit dan bumi, sedangkan sisanya yang tiga ayat dengan redaksi sebaliknya, yakni bumi dan langit. Selanjutnya, dari 178 ayat tersebut, 46 di antaranya terkait atau dihubungkan dengan kata khalaqa (penciptaan) dengan perincian 45 ayat menyebut penciptaan langit dan bumi (dengan beberapa variasinya) dan hanya satu ayat menyebutkan penciptaan bumi dan langit.
Kata al-sama’(السَّمَاءُ) dalam Alquran biasa diartikan sebagai “langit”, yakni ‘kubah’ biru di atas bumi atau horizon (langit bagian bawah yg berbatasan dengan permukaan bumi atau laut). Akan tetapi, tidak semua kata itu diartikan  demikian, karena pada beberapa ayat, antara lain ayat-ayat di atas, digunakan untuk menginformasikan penciptaan alam semesta. Karena itu dalam konteks alam semesta kata “langit” dimaknai sebagai ruang angkasa yang di dalamnya terdapat galaksi-galaksi, bintang-bintang, dan lainnya.
Kata ardh (أَرْضُ) dalam Alquran biasa diartikan sebagai "bumi". Akan tetapi, tidak semua kata itu diartikan  demikian, karena pada beberapa ayat, antara lain ayat-ayat di atas, digunakan untuk menginformasikan penciptaan alam semesta dengan sistem tata surya (solar system) yang belum terbentuk seperti sekarang. Karena itu, kata ardh(أَرْضُ). dalam ayat-ayat ini lebih tepat dipahami sebagai "materi", yakni cikal bakal bumi.
 
Istilah “Penciptaan”
Perlu diketahui pula bahwa padaayat-ayat tersebut di atas, terdapat tiga istilah yang agak berbeda maknanya, namun diterjemahkan sama rata sebagai ”penciptaan”. 
Pertama, khalaqa pada surat al-A’raf:54, Yunus:3, Hud:7, al-Furqan:59, as-Sajdah:4, Fushilat:9, al-Hadid:4. Menurut ar-Raghib al-Ashfahani, “Kata al-khalq dapat digunakan dalam makna al-ibda’, yaitu menciptakan sesuatu tanpa asal dan meniru (tidak ada contoh sebelumnya). Namun dapat pula digunakan dalam makna al-iejad, yaitu menciptakan sesuatu dari sesuatu (menciptakan dari bahan yang telah ada sebelumnya). Menurut ar-Raghib, kata khalqus samawat wal ardhi maknanya al-ibda’ dengan dilalah firman Allah: badi’us samawat wal ardh” (Qs. Al-Baqarah:117) Al-Mufradat fi Gharibil Quran, I:157. 
Kedua, ja’ala dalam surat Fushilat:10, yang bermakna ”menyusun, mengolah bahan yang telah ada sebelumnya menjadi ciptaan baru”. 
Istilah ketiga ialah qadla dalam kata faqadlahunna (surat Fushilat:12). Istilah ini bermakna ”menetapkan”. Penggunaan istilah qadla (”menetapkan”) dalam ayat itu terkait dengan penciptaan langit: ”Maka Dia menjadikannya tujuh langit dalam dua masa…”
Selain itu ketika menyebut khalaqa as-samawat wal ardh (penciptaan langit dan bumi), pada ayat-ayat itu disertai kata  sittati ayyam. Dan kata itu selalu diawali oleh kata fii yang menunjukkan suatu proses yang kontinyu, tanpa ada jeda. Sedangkan ketika menyebut khalaqal ardh digunakan kata yaumain. Demikian pula ketika menyebut faqadhahunna terkait dengan penciptaan langit. 
Jika ditilik dari urutan pembahasan ayat-ayat tersebut, maka ”penetapan” tujuh langit berada pada bagian paling akhir rangkaian penciptaan. Namun, mengingat alam semesta senantiasa berproses, maka ”menetapkan” di sini tidak bisa disamakan dengan ”menyelesaikan”. Yang ”selesai” bukanlah fisik langit atau alam semesta, melainkan hukum-hukumnya. Dengan hukum-hukum itulah, alam semesta terus menerus berproses.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa penciptaan alam semesta terjadi melalui sejumlah tahapan yang kontinyu: dimulai dengan penciptaan dari ketiadaan, penciptaan baru dari ciptaan-ciptaan sebelumnya, hingga penetapan hukum-hukum alam.
B.    Proses Terbentuknya Alam Semesta
Dalam upaya menafsirkan rangkaian ayat-ayat tersebut di atas terdapat dua madzhab utama: Pertama, madzhab burhani(saintifik). Kedua, madzhab bayani (wahyuistik).
Dalam memahami ayat-ayat penciptaan alam semesta,madzhab burhani berusaha memaksimalkan akal dengan melibatkan pendekatan empiris, dalam hal ini konsep sains dan penemuan mutakhir.Dalam madzhab ini teks suci (wahyu) tidak diposisikan sebagai dogma (ajaran)dan sebagai pengetahuan jadimelainkan hanya sebagai sebuah isyarat ilmiah yang pemaknaanya harus mengikuti sains. Madzhab ini cenderung terikat secara keseluruhan terhadap kontribusi sains dalam menafsirkan Alquran. 
Sedangkan madzhabbayani berpijak pada teks, baik secara langsung maupun tidak langsung. Secara langsung dalam arti langsung menganggap teks sebagai pengetahuan jadi, dan secara tidak langsung yaitu dengan melakukan penalaran yang berpijak pada teks ini. Dalam madzhab ini wahyu diposisikan sebaliknya yang harus diterima secara imani, bukan tafsiran ilmiah, walaupun tidak logis dan ilmiah dalam analisa konsep sains. Madzhab ini cenderung menolak secara keseluruhan terhadap kontribusi sains dalam menafsirkan Alquran. 
 
Madzhab Saintifik
Alam diciptakan Allah dalam enam masa (Q.S. Fushilat [41]:9-12): dua masa untuk menciptakan langit sejak berbentuk dukhan (campuran debu dan gas), dua masa untuk menciptakan bumi, dan dua masa (empat masa sejak penciptaan bumi) untuk memberkahi bumi dan menentukan makanan bagi penghuninya. Ukuran lamanya masa (“hari”, ayyam) tidak dirinci di dalam Alquran. Belum ada penafsiran pasti tentang enam masa itu. Namun, bedasarkan kronologi evolusi alam semesta dengan dipandu isyarat di dalam Al-Qur-an (Q.S. Fushilat [41]:9-12 dan Q.S. an-Naziat [79]:27-33) mereka menafsirkan enam masa itu adalah enam tahapan proses sejak penciptaan alam sampai hadirnya manusia. Lamanya tiap masa tidak merupakan fokus perhatian.
Surat An-Nazi’at ayat 27-33 tersebut dapat menjelaskan tahapan enam masa secara kronologis. Urutan masa tersebut sesuai dengan urutan ayatnya, sehingga dapat diuraikan sebagai berikut:
Masa I (”Apakah kamu lebih sulit penciptaanya ataukah langit? Allah telah membinanya [27]): penciptaan langit pertama kali
Pada Masa I, alam semesta pertama kali terbentuk dari ledakan besar yang disebut ”big bang[1], kira-kira 13,7 milyar tahun lalu. Bukti dari teori ini ialah adanya radiasi kosmik di langit yang berasal dari semua arah. Bigbang adalah awal penciptaan ruang, waktu, dan materi. Materi awal Hidrogen. Hidrogen menjadi bahan pembentuk bintang, dalam bahasa Al-Quran disebut dukhan. Awan hidrogen itu berkondensasi sambil berputar dan memadat. Ketika temperatur dukhan mencapai 20 juta derajat celcius, mulailah terjadi reaksi nuklir yang membentuk Helium. Reaksi nuklir inilah yang menjadi sumber energi bintang dengan mengikuti persamaan E=mc2, besarnya energi yang dipancarkan sebanding dengan selisih massa (m) Hidrogen dan Helium.
Selanjutnya, angin bintang menyembur dari kedua kutub bakal bintang itu (protostar), menyebar dan menghilangkan debu yang mengelilinginya. Sehingga, selimut gas yang tersisa berupa piringan, yang kemudian membentuk planet-planet. Awan Hidrogen dan bintang-bintang terbentuk dalam kumpulan besar yang disebut galaksi.
Di alam semesta galaksi sangat banyak membentuk struktur filamen (untaian) dan void (rongga). Jadi, alam semesta yang kita kenal sekarang bagaikan kapas, terdapat bagian yang kosong dan bagian yang terisi
Masa II (Dia meninggikan bangunannya lalu menyempurnakannya [28]): pengembangan dan penyempurnaan
Dalam ayat 28 di atas terdapat kata ”meninggikan bangunan” dan ”menyempurnakan”. Kata ”meninggikan bangunan” ditafsirkan dengan alam semesta yang mengembang, sehingga galaksi-galaksi saling menjauh dan langit terlihat makin tinggi. Ibaratnya sebuah roti kismis yang semakin mengembang, dengan kismis tersebut dianggap sebagai galaksi. Jika roti tersebut mengembang maka kismis tersebut pun akan semakin menjauh satu sama lain.
Mengembangnya alam semesta sebenarnya adalah kelanjutan big bang. Jadi, pada dasarnya big bangbukanlah ledakan dalam ruang (seperti meledaknya bom), melainkan proses pengembangan ruang alam semesta secara cepat.
Sedangkan kata ”menyempurnakan”, menunjukkan bahwa alam ini tidak serta merta terbentuk, melainkan dalam proses evolusi yang terus berlangsung. Kelahiran dan kematian bintang yang terus terjadi. Penyempurnaan alam terus berlangsung.
Masa III (Dia menjadikan malamnya gelap gulita, dan menjadikan siangnya terang benderang [29): pembentukan tata surya termasuk Bumi
Surat An-Nazi’ayat 29 menyebutkan bahwa Allah menjadikan malam yang gelap gulita dan siang yang terang benderang. Ayat tersebut dapat ditafsirkan sebagai penciptaan matahari sebagai sumber cahaya dan Bumi yang berotasi, sehingga terjadi siang dan malam. Pembentukan tata surya sama dengan proses pembentukan bintang umumnya, dari dukhan, walau sudah tidak murni Hidrogen lagi.
Masa IV (bumi sesudah itu dihamparkan-Nya [30]): Evolusi Bumi
Penghamparan yang disebutkan dalam ayat 30, dapat diartikan sebagai pembentukan superkontinen Pangaea di permukaan Bumi yang kemudian terpisah-pisah menjadi beberapa benua.
Masa III hingga Masa IV ini juga bersesuaian dengan Surat Fushshilat ayat 9 yang artinya, “Katakanlah: ‘Sesungguhnya patutkah kamu kafir kepada yang menciptakan bumi dalam dua masa dan kamu adakan sekutu-sekutu bagi-Nya?’ (Yang bersifat) demikian itu adalah Rabb semesta alam”.
Masa V (Ia memancarkan daripadanya mata airnya, dan (menumbuhkan) tumbuh-tumbuhannya [31]): pengiriman air ke Bumi melalui komet
Ayat ini menceritakan mulai adanya air di bumi dan makhluk hidup yang pertama adalah tumbuhan. Air di bumi, berdasarkan kajian astronomi tidak dihasilkan sendiri oleh bumi, tetapi berasal dari komet yang menumbuk Bumi. Hal ini dibuktikan dari rasio Deuterium dan Hidrogen pada air laut yang sama dengan rasio pada komet. Deuterium adalah unsur Hidrogen yang massanya lebih berat daripada Hidrogen pada umumnya.
Masa VI (Dan gunung-gunung dipancangkan-Nya dengan teguh [32] (semua itu) untuk kesenanganmu dan untuk binatang-binatang ternakmu [33]”): proses geologis serta lahirnya hewan dan manusia
Dalam ayat 32 di atas, disebutkan ”…gunung-gunung dipancangkan dengan teguh.” Artinya, gunung-gunung terbentuk setelah penciptaan daratan, pembentukan lautan air, dan munculnya tumbuhan pertama. Gunung-gunung terbentuk dari interaksi antar lempeng ketika superkontinen Pangaea mulai terpecah. Kemudian, setelah gunung mulai terbentuk, terciptalah hewan dan akhirnya manusia sebagaimana dalam suatu. Jadi, usia manusia relatif masih sangat muda dalam skala waktu geologi.
Jika diurutkan dari Masa III hingga Masa VI, maka empat masa tersebut dapat dikorelasikan dengan empat masa dalam Surat Fushshilat ayat 10 yang berbunyi, ”Dan dia menciptakan di bumi itu gunung-gunung yang kokoh di atasnya. Dia memberkahinya dan Dia menentukan padanya kadar makanan-makanan (penghuni)nya dalam empat masa. (Penjelasan itu sebagai jawaban) bagi orang-orang yang bertanya”.
Demikianlah penafsiran enam masa penciptaan alam dalam Alquran, sejak kemunculan alam semesta hingga terciptanya manusia.
Madzhab Wahyuistik
Surat Al Anbiyaa’ [21]:30 menunjukan keadaan Bumi dan langit saat permulaan.
Tafsir Ibn Katsir atas ayat 21:30: “…Tidakkah mereka mengetahui bahwa Langit dan bumi dulunya bersatupadu yakni pada awalnya mereka satu kesatuan, terikat satu sama lain. Bertumpuk satu diatas yang lainnya, kemudian Allah memisahkan mereka satu sama lain dan menjadikannya Langit itu tujuh dan Bumi itu tujuh, meletakan udara diantara bumi dan langit yang terendah…”
Said bin Jubair mengatakan, “‘langit dan Bumi dulunya jadi satu sama lain, Kemudian Langit dinaikkan dan bumi menjadi terpisah darinya dan pemisahan ini disebut Allah di Alquran’.”
Al Hasan dan Qatadah mengatakan, “’Mereka Dulunya bersatu padu, kemudian dipisahkan dengan udara ini’.”
Surat Fushshilat [41]: 9-12, menyajikan urutan pengerjaan bagaimana penciptaan yang dilakukan Allah:
Pertama, (41:9) Bumi di ciptakan dalam dua masa
Kedua, (41:10) Segala isi Bumi diciptakan total dalam empat masa
Ketiga, (41:11) Kemudian Dia menuju kepada penciptaan langit dan langit itu masih merupakan asap, lalu Dia berkata kepadanya dan kepada bumi: “Datanglah kamu keduanya menurut perintah-Ku dengan suka hati atau terpaksa.” Keduanya menjawab: “Kami datang dengan suka hati.”
Ayat-ayat diatas jelas menunjukan bahwa kedudukan Bumi dan Langit adalah sederajat, bumi bukan bagian dari langit. Bumi diciptakan terlebih dahulu, diselesaikan baru kemudian Allah menyelesaikan Langit dan itu dibuktikan di ayat selanjutnya
Keempat, (41:12) Maka Dia menjadikannya tujuh langit dalam dua masa. Dia mewahyukan pada tiap-tiap langit urusannya. Dan Kami hiasi langit yang dekat dengan bintang-bintang yang cemerlang dan Kami memeliharanya dengan sebaik-baiknya. Demikianlah ketentuan Yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui.
Tafsir Ibn Katsir untuk surat 41:9-11 juga menyatakan bahwa: “Penciptaan Bumi dan Penciptaan langit dibicarakan secara terpisah. Allah berkata bahwa Ia menciptakan Bumi terlebih dahulu, karena itu adalah Fondasi, dan Fondasi harus dibangun terlebih dahulu baru kemudian atap.”
Berkenaan dengan penciptaan bintang-bintang surat Fushshilat [41:12] maka terdapat 3 (ayat) lain di Alquran yang memberikan konfirmasi pasti bahwa bintang- bintang diciptakan untuk menghiasi langit dan sebagai alat untuk melempar setan-setan ketika mereka mencuri dengar berita dari Allah/langit, lihat ash Shaaffaat [37]: 6, Al Mulk [67]: 5, Al Hijr [15]:16-18 dan juga ‘Al Buruj sebagai bintang besar pada Al Furqaan [25]:61.
Surat Al Mulk [67]:5,Sesungguhnya Kami telah menghiasi langit yang dekat dengan bintang-bintang, dan Kami jadikan bintang-bintang itu alat-alat pelempar syaitan, dan Kami sediakan bagi mereka siksa neraka yang menyala-nyala.
Tafsir Ibn Katsir surat 67:1-5: “Ayat ini merujuk pada bintang-bintang yang telah di letakan di langit, beberapa bergerak dan beberapa diam.”
Qatadah berkata, “‘Bintang-bintang diciptakan hanya untuk tiga kegunaan, yaitu: Hiasan di langit, Alat pelempar setan dan petunjuk Navigasi, Jadi siapapun yang mencari interpretasi lain tentang bintang selain ini maka itu jelas merupakan opini pribadi, Ia telah melebihi porsinya dan membebani dirinya dengan hal-hal yang ia sendiri tidak punya pengetahuan tentang ini. [Ibn Jarir dan Ibn Hatim merekam riwayat ini].
Kegunaan ‘Al Buruj’ (Bintang besar) juga sama sebagai Benteng penjaga untuk melempar setan yang mencuri dengar [riwayat dari Atiyah Al-`Awfi, lihat: Tafsir Ibn Katsir surat 15:16-19]
Surat An Naazi’at [79]:27-33, juga menyajikan urutan pengerjaan penciptaan yang dilakukan Allah!
Allah menyatakan bahwa penciptaan Manusia itu jauh lebih mudah daripada penciptaan Langit. Ia meninggikan Bangunannya lalu menyempurnakannya (79:28). Kemudian ia Menciptakan siang dan malam. Kemudian bumi dihamparkannya (diisi) Caranya: memancarkan Air dan menumbuhkan tumbuhan, gunung-gunung dipancangkan teguh (79:31-32). Untuk apa? Untuk kesenangan Manusia dan binatang ternak milik manusia (79:33)
Tafsir Ibn Katsir untuk surat 79:27-33: “Di Tafsir Ibn Katsir untuk surat 79:27-33, terdapat satu riwayat menarik mengenai kebingungan seseorang akan hubungan surat [41:9-12] dan surat [79:27-33] yaitu mana yang diciptakan terlebih dahulu: Bumi atau Langit.
Sa’id bin Jubair berkata, ‘Seseorang berkata pada Ibn ‘Abbas: Saya menemukan di Qur’an yang membingungkan ku… Allah berkata (79:27-33): Apakah kamu lebih sulit penciptaanya ataukah langit? Allah telah membinanya, Dia menciptakannya, meninggikannya lalu menyempurnakannya, dan Dia menjadikan malamnya gelap gulita, dan menjadikan siangnya terang benderang. Dan bumi sesudah itu dihamparkan-Nya. Ia memancarkan daripadanya mata airnya, dan (menumbuhkan) tumbuh-tumbuhannya. Dan gunung-gunung dipancangkan-Nya dengan teguh, (semua itu) untuk kesenanganmu dan untuk binatang-binatang ternakmu.
Jadi dia menyatakan bahwa Penciptaan Langit dahulu baru kemudian penciptaan Bumi, Namun kemudian Allah berfirman (41:9-12): Katakanlah: “Sesungguhnya patutkah kamu kafir kepada Yang menciptakan bumi dalam dua masa dan kamu adakan sekutu-sekutu bagiNya? demikian itu adalah Rabb semesta alam”. Dan dia menciptakan di bumi itu gunung-gunung yang kokoh di atasnya. Dia memberkahinya dan Dia menentukan padanya kadar makanan-makanannya dalam empat masa. bagi orang-orang yang bertanya. Kemudian Dia menuju kepada penciptaan langit dan langit itu masih merupakan asap, lalu Dia berkata kepadanya dan kepada bumi: “Datanglah kamu keduanya menurut perintah-Ku dengan suka hati atau terpaksa”. Keduanya menjawab: “Kami datang dengan suka hati”. Maka Dia menjadikannya tujuh langit dalam dua masa. Dia mewahyukan pada tiap-tiap langit urusannya. Dan Kami hiasi langit yang dekat dengan bintang-bintang yang cemerlang dan Kami memeliharanya dengan sebaik-baiknya. Demikianlah ketentuan Yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui.
Di sini Allah menyatakan Penciptaan Bumi dahulu baru kemudian Penciptaan Langit. Kemudian Ibn ‘Abbas menjawab, “Allah menciptakan Bumi dalam dua hari (masa), kemudian menciptakan Langit, kemudian (Istawa ila) meninggikan langit dan membentuknya dalam dua hari lagi. Kemudian membentangkan Bumi, ini berarti bahwa Dia membawa, sejak saat itu, air dan makanan. Dan kemudian Dia menciptakan Gunung-gunung, Pasir, benda-benda tak bernyawa, batu-batu dan bukit-bukit dan semuanya dalam waktu dua hari lagi.
Inilah yang Allah katakan (Ia) menghamparkan (Bumi) (79:30) Dan Allah berkata, ‘Ia ciptakan bumi dalam dua hari’, jadi Dia menciptakan Bumi dan segala isinya dalam empat hari dan Dia menciptakan Langit dalam dua Hari. Pada riwayat Al Bukhari: Dia menciptakan Bumi dalam Dua hari, artinya pada Minggu dan Senin. Dia meletakan Gunung-gunung yang kokoh di atasnya, menumbuhkan yang bermanfaat, menakar untuk perlengkapan yang dibutuhkan manusia, artinya pada Selasa dan Rabu, jadi dengan dua hari sebelumnya menjadi empat hari
Kemudian Dia meninggikan (Istawa ila) langit dan dan langit itu masih merupakan asap..melengkap dan menyelesaikan ciptaannya seperti 7 langit dalam dua hari, artinya Kamis dan Jumat
Pada riwayat Muslim, Abu Hurairah melaporkan bahwa Nabi menggenggam tanganku dan berkata: Allah yang Maha Agung dan Mulia menciptakan: Tanah pada hari Sabtu dan Gunung pada hari Minggu dan Pepohonan pada hari Senin dan Segala yang berkaitan kelengkapan pekerjaan pada Selasa dan cahaya pada hari Rabu dan Dan menyebarkan Binatang pada hari Kamis dan Adam setelah ashar pada hari Jum’at, ciptaan terakhir pada hari Jum’at antara Sore dan Malam.
Tiga riwayat mengenai penciptaan langit dan bumi di atas, sudah menegaskan bahwa: Bumi diciptakan terlebih dahulu baru kemudian langit.
Masih mengenai Surat 41:11 “Kemudian Dia menuju kepada penciptaan langit dan langit itu masih merupakan asap, lalu..”
Dalam Asbabun Nuzul surat Al Ikhlas [112]:1-4: Katakanlah: “Dia-lah Allah, Yang Maha Esa. Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu. Dia tiada beranak dan tidak pula diperanakkan, dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia.”
Riwayat Abu Syaikh di dalam kitabul Adhamah dari Aban yang bersumber dari Anas yang meriwayatkan bahwa Yahudi Khaibar menghadap kepada Nabi saw. dan berkata: “Hai Abal Qasim! Allah menjadikan malaikat dari cahaya hijab, Adam dari tanah hitam, Iblis dari api yang menjulang, langit dari asap, dan bumi dari buih air. Cobalah terangkan kepada kami tentang Tuhanmu.” Rasulullah saw. tidak menjawab, sehingga turunlah Jibril membawa wahyu surat ini (Q.s.112:1-4) yang melukiskan sifat Allah.
Dari hadis di atas, kita ketahui bahwa tidak ada penolakan mengenai asal muasal Langit, Adam, Iblis dan Bumi.
Terdapat fakta menarik yang disebutkan di surat Fushilat [41], yaitu setelah penciptaan Bumi, Langit masih beberbentuk kabut kemudian hadis mengisyaratkan pernyataan yang sama dari kaum yahudi bahwa langit diciptakan dari kabut sehingga penciptaan semesta dari agama-agama Abrahamik lebih mendekati hipotesis kabut daripada hipotesis Big Bang.
Surat Fushilat [41], ad-Dzariat [51], al-Anbiya [21] dan an-Nazi’at [79] termasuk golongan makiyah (sebelum Hijrah ke Medinah, 620 M) dan urutan turunnya surat adalah tertera demikian. Surat al-Ikhlas [112], ada yang mengganggap sebagai Makiyyah, sementara As Suyuti menganggap sebagai Madaniyyah
Penegasan terakhir mengenai penciptaan Bumi dan Langit adalah melalui surat Al Baqarah yang diturunkan Allah pada tahun 2 H (624 M). Surat ini termasuk golongan surat madaniyyah yang turun lebih belakangan dari surat Makiyyah lainnya,  yaitu Surat Fushilat [41], ad-Dzariat [51], al-Anbiya [21] dan an-Nazi’at [79]. Di surat Al Baqarah [2]:29, Allah swt. bersabda bahwa: “Ia yang menjadikan segala sesuatunya untukmu di Bumi. Kemudian Ia meninggikan (Istawa ila) langit dan dijadikanNya tujuh langit. Dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu”. Setelah semuanya siap, di dilanjutkan dengan penciptaan Adam di Al Baqarah [2]:30-36. Surat itu memperkuat surat-surat penciptaan manusia yang turun sebelumnya yaitu di al-A’raf [7]:10-24, al-Hijr [15]:26-33 dan Shad [38]:71-84. Disebutkan bahwa Adam diciptakan dari tanah kemudian Allah berkata, ‘Jadilah!’ (Ali Imran [3]:59)
Pernyataan di surat Al Baqarah [2]:29-36 sangat jelas, terstruktur dan ada urutannya,yaitu menciptakan Bumi, kemudian langit plus 7 langit dan terakhir Penciptakan Manusia. Jadi, saat manusia diciptakan maka penciptaan langit sudah final, tidak ada pengembangan langit lagi.
Bukti itu ada pada Al Baqarah [2]:31: Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada para Malaikat lalu berfirman: “Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu mamang benar orang-orang yang benar!”
Ada pendapat yang mengatakan bahwa 7 langit adalah 7 lapisan Atmosfir. Di jaman awal Islam, Mujahid, Qatadah and Ad-Dahhak dalam tafsir Ibn Katsir untuk surat as-Sajdah [32]:4-6 yang di kutip lagi oleh Ibn Katsir untuk tafsir surat ar-Ra’du [13]:2-4, dinyatakan bahwa jarak Bumi dan lapisan langit serta antar lapisan langit adalah 500 tahun [jadi sekitar 3500 tahun]. Jelas sudah bahwa 7 langit adalah bukan atmosfir, sesuai dengan bunyi surat Al Najm [53]:14-15, maka langit yang dimaksudkan adalah ‘surga’, di Sidratil Muntaha. Di dekatnya ada surga tempat tinggal.
Jalaluddin as-Suyuthi (pengarang tafsir Ad-Durr al-Mantsur fi Tafsir bi al-Ma’tsur) menjelaskan berdasarkan hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dari Wahhab ibnu Munabbih bahwa Allah Swt. menciptakan `arsy dan kursi (kedudukan) dari cahaya-Nya. `Arsy itu melekat pada kursi. Para malaikat berada di tengah-tengah kursi tersebut. `Arsy dikelilingi oleh empat buah sungai, yaitu:
1.  sungai yang berisi cahaya yang berkilauan;
2.  sungai yang bermuatan salju putih berkilauan;
3.  sungai yang penuh dengan air; dan
4.  sungai yang berisi api yang menyala kemerahan.
Para malaikat berdiri di setiap sungai tersebut sambil bertasbih kepada Allah. Hadis yang menyebutkan 7 langit sebagai Surga adalah riwayat al-Bukhari (Sahih Bukhari, hadis No. 608, yang diterangkan Anas Bin Malik, yaitu saat perjalanan Isra’-Mi’ra’, naik hingga langit ke-7, dikatakan oleh Nabi Muhamad bahwa Ia dibawa keliling langit dan kemudian Ia lihat ditepi Sungai, Ia lihat Istana yang dibangun dari Mutiara dan Jamrud.
Dalam Sahih Bukhari hadis No.345, diriwayatkan dari Abu Dzar, Nabi berkata, “Saat ia mencapai Langit pertama. Ia berjumpa Adam bersama jiwa-jiwa anak cucunya pada sisi kanan dan kiri Adam, dimana yang dikanannya merupakan penghuni Surga dan dikirinya adalah penghuni neraka..
Dalam Sahih Bukhari hadis No. 426, diriwayatkan dari Malik Bin Sasaa, Nabi berkata ketika Ia mencapai langit ke 7, Ia bertemu Ibrahim disana dan melihat Bait-Al-Ma’mur (Rumah Allah) yang didalamnya 70.000 malaikat yang berbeda yang melakukan sholat setiap harinya. Ia lihat pula Sidrat-ul-Muntaha, Buah Nabk, daun seperti telinga gajah, dan empat sungai: Saihan, Jaihan, Nil dan Euphrate
Dalam Shahih Bukhari hadis No.227 dan Sahih Muslim, hadis No 6807, Abu Hurairah meriwayatkan Nabi bersabda, “Saihan, Jaihan, Euphrates dan Nil adalah nama-nama sungai di Firdaus.
Kesimpulan
1.  Penciptaan alam versi Alquran hanya menjelaskan dalam lingkup penciptaan bumi dan langit yang kedudukannya sederajat, bukan penciptaan tata surya dan alam semesta.
2.  Fungsi bintang-bintang dan bintang besar bukanlah seperti Matahari, namun sebagai penghias langit, pelempar setan dan petunjuk navigasi.
3.  Bumi diciptakan terlebih dahulu baru kemudian langit dan segala isinya
4.  Penciptaan manusia dilakukan setelah penciptaan Langit dan segala isinya selesai.
Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa penciptaan versi Alquran tidak ada relevansinya dengan teori Big Bang yang selama ini di dengung-dengungkan oleh madzhab saintifik dan para pengikutnya.
Madzhab “Nahnuistik”
Memikirkan perihal pembentukan, susunan, dan evolusi alam semesta merupakan cara mengenal kekuasaan Allah yang pada gilirannya akan memperkuat aqidah. Di dalam surat Ali Imran:190-191 Allah menunjukkan setidaknya empat ciri yang harus dipunyai seorang Muslim untuk mencapai tingkat ulil albab: “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi (segala fenomena di alam), dan pergantian malam dan siang (segala prosesnya), terdapat tanda-tanda bagi para cendekia ('ulil albab); (yaitu:)
1.  mereka yang senantiasa mengingat Allah sambil berdiri, duduk, maupun berbaring (dalam segala aktivitasnya);
2.  dan selalu memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (tak henti menelaah fenomena alam);
3.  (bila dijumpainya suatu kekaguman mereka berkata:) "Tuhan kami, tiadalah Engkau ciptakan semua ini sia-sia. Maha Suci Engkau."
4.  (dan dengan kesadaran bahwa pengembaraan intelektualnya mungkin sesat, mereka senantiasa memohon kepada AllahJ“Dan jauhkanlah kami dari siksa neraka”.
Dengan mengacu ayat-ayat tersebut madzhab “nahnuistik” mengajak “menjelajah” alam semesta dengan “menembus” kedalaman Alquran dan sunah Rasul, dan perangkat sains sebagai salah satu alat bantu penafsiran. Meskipun demikian, tersirat dari ayat di atas mengingatkan kita bahwa kemungkinan salah dan sesat dalam pengembaraan ilmiah ati saja terjadi. Ini juga mengingatkan bahwa kebenaran sains atinga. Hingga dalam memahami kebenaran mutlak dalam Alquran dengan perangkat sains harus kita sadari pula relativitas penafsiran kita. Apalagi dengan mengingat bahwa laju kedaluwarsaan sains saat ini semakin cepat. Artinya, penafsiran Alquran yang kebenarannya mutlak dengan perangkat sains yang kebenarannya atinga perlu kehati-hatian.
Penciptaan Alam Semesta dalam Alquran & Sunah
Informasi penciptaan alam semesta kita peroleh dari Alquran yang diturunkan kepada Rasul ketika usia alam semesta lebih dari 12.000 tahun[2].  Selain Alquran, sejumlah hadis juga mengabarkan penciptaan alam semesta.
Jauh sebelum diciptakan langit dan bumi, yakni 50.000tahun[3],Allah telah menciptakan air, kemudian Arsy, dan meletakkan Arsy-Nya di atas air. Kemudian menciptakan Al-Qalam yang diperintah oleh-Nya untuk menuliskan di Al-Lauhul Mahfuzh (yakni kitab lembaran taqdir tentang segala kejadian yang telah ditaqdirkan-Nya sampai hari kiamat). Setelah itu Allah pun menciptakan Nun (ikan besar). Informasi penciptaan di atas kita peroleh dari makna tersirat dalam Alquran dan makna tersurat dalam hadis Rasul. Dalam Alquran Allah swt. Berfirman:
dan Dia-lah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, dan adalah singgasana-Nya (sebelum itu) di atas air, agar Dia menguji siapakah di antara kamu yang lebih baik amalnya, dan jika kamu berkata (kepada penduduk Mekah): “Sesungguhnya kamu akan dibangkitkan sesudah mati”, niscaya orang-orang yang kafir itu akan berkata: “Ini tidak lain hanyalah sihir yang nyata” Q.s. Hud: 7
Makna Arsy (عَرْش)
Arsy (عَرْش) adalah bentuk mashdar dari kata kerja ‘arasya – ya‘risyu – ‘arsyan (عَرَشَ يَعْرِشُ عَرْشًا) yang berarti “bangunan”, “singgasana”, “istana” atau “tahta”. Di dalam Alquran, kata ‘arsy dan kata yang seasal dengan itu disebut 33 kali. Kata ‘arsy mempunyai banyak makna, tetapi pada umumnya yang dimaksudkan adalah “singgasana” atau “tahta Tuhan”.
Pengertian ‘arsy (عَرْش), menurut para ulama:
A.     Rasyid Ridha dalam Tafsîr al-Manâr menjelaskan bahwa ‘arsy (عَرْش) merupakan ”pusat pengendalian segala persoalan makhluk-Nya di alam semesta”. Penjelasan Rasyid Rida itu antara lain didasarkan pada Surat Yunus (10): 3, “Kemudian Dia bersemayam di atas ‘arsy (عَرْش = singgasana) untuk mengatur segala urusan.”
2.  Jalaluddin as-Suyuthi (Penulistafsir Ad-Durr al-Mantsûr fî Tafsîr bi al-Ma’tsûr) menjelaskan, berdasarkan hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dari Wahhab ibnu Munabbih bahwa Allah swt. Menciptakan ‘arsy (عَرْش) dan kursi (kedudukan) dari cahaya-Nya. ‘Arsy (عَرْش) itu melekat pada kursi. Para malaikat berada di tengah-tengah kursi tersebut. ‘Arsy (عَرْش) dikelilingi oleh empat buah sungai, yaitu: 1) sungai yang berisi cahaya yang berkilauan; 2) sungai yang bermuatan salju putih berkilauan; 3) sungai yang penuh dengan air; dan 4) sungai yang berisi api yang menyala kemerahan. Para malaikat berdiri di setiap sungai tersebut sambil bertasbih kepada Allah swt. Di ‘arsy (عَرْش) juga terdapat lisân (bahasa) sebanyak bahasa makhluk di alam semesta. Setiap lisân bertasbih kepada Allah swt. Berdasarkan bahasa masing-masing.
3.  Abu asy-Syaikh mempunyai pendapat yang berbeda dengan pendapat as-Suyuti di atas, ia berpendapat bahwa ‘arsy (عَرْش) itu diciptakan dari permata zamrud hijau, sedangkan tiang-tiang penopangnya dibuat dari permata yakut merah. Di ‘arsy (عَرْش) terdapat ribuan lisân (bahasa), sementara di bumi Allah swt menciptakan ribuan umat. Setiap umat bertasbih kepada Allah swt dengan bahasa ‘arsy (عَرْش). Pendapat ini berdasarkan hadis Rasulullah saw. Yang diterima Abu asy-Syaikh dari Hammad.
Lebih lanjut tentang asal-usul penciptaan ‘arsy (عَرْش), Abu asy-Syaikh juga meriwayatkan hadis dari asy-Sya‘bi yang menerangkan bahwa Rasulullah saw. Bersabda, “‘Arsy (عَرْش) itu terbikin dari batu permata yakut merah. Kemudian, satu malaikat memandang kepada ‘arsy (عَرْش) dengan segala keagungan yang dimilikinya”. Lalu, Allah swt berfirman kepada malaikat tersebut, “Sesungguhnya Aku telah menjadikan engkau memiliki kekuatan yang sebanding dengan kekuatan 7.000 malaikat. Malaikat itu dianugerahi 70.000 sayap. Kemudian, Allah swt menyuruh malaikat itu terbang. Malaikat itu pun terbang dengan kekuatan dan sayap yang diberikan Allah swt ating mana saja yang dikehendaki Allah swt. Sesudah itu, malaikat tersebut berhenti dan memandang ating ‘arsy (عَرْش). Akan tetapi, ia merasakan seolah-olah ia tidak beranjak sedikitpun dari tempatnya terbang semula. Hal ini memperlihatkan betapa besar dan luasnya ‘arsy (عَرْش) Allah itu.”
Gambaran fisik ‘arsy (عَرْش) merupakan hal yang gaib, yang tak seorang pun mampu mengetahuinya, sebagaimana dijelaskan oleh Ibnu Abbas di dalam riwayat Ibnu Abi Hatim. Ibnu Abbas berkata, “Tidak atinga yang mampu mengetahui berapa besar ukuran ‘arsy (عَرْش), kecuali penciptanya semata-mata. Langit yang luas ini jika dibandingkan dengan luas ‘arsy (عَرْش) sama dengan perbandingan di antara luas sebuah kubah dan luas padang sahara.”
Didalam hadis-hadis, urutan penciptaan Arsy dan “makhluk-makhluk” lainnyadiuraikan secara jelas sebagai berikut:
Nabi saw. Bersabda:
أَنَّ الْمَاءَ خُلِقَ قَبْلَ الْعَرْشِ
“Sesungguhnya air diciptakan sebelum arasy”(H.R. Ahmad dan at-Tirmidzi)
Abi Razin Al-Uqaili bertanya kepada Nabi tentang di mana Allah ketika sebelum menciptakan segenap makhluk-Nya. Beliau menjawab:
كَانَ فِي عَمَاءٍ مَا تَحْتَهُ هَوَاءٌ وَمَا فَوْقَهُ هَوَاءٌ ثُمَّ خَلَقَ عَرْشَهُ عَلَى الْمَاءِ
“Dia Allah berada di Ama’ tidak ada hawa di bawah-Nya dan tidak ada pula hawa di atas-Nya, kemudian Dia menciptakan Arsy-Nya (dan diletakkan) di atas air.”(H.R. Ahmad,al-Musnad, IV:11)
عَنِ بْنِ عَبَّاسٍ عَنِ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم قَالَ لَمَّا خَلَقَ اللَّهُ الْقَلَمَ قَالَ لَهُ اكْتُبْ فَجَرَى بِمَا هُوَ كَائِنٌ إِلَى قِيَامِ السَّاعَةِ
Dari Ibnu Abas, dari Nabi saw., beliau bersabda, ‘’Ketika Allah swt. Menciptakan pena, Dia berkata kepadanya (pena), ‘Tulislah.’ Maka pada saat itu berlakulah segala apa yang ditetapkan hingga hari Kiamat” (H.R. At-Thabrani, al-Mu’jamul Kabir, XII:69, hadis No. 12.500)
عَنِ بْنِ عَبَّاسٍ قَالَ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم إِنَّ أَوَّلَ مَا خَلَقَ اللَّهُ تعالى الْقَلَمُ وَالْحُوْتُ قَالَ مَا أَكْتُبُ قَالَ كُلَ شَيْءٍ كَانَ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ ثُمَّ قَرَأَ ن وَالْقَلَمِ فَالنُّوْنُ الْحُوْتُ وَالْقَلَمُ القَلَمُ
Dari Ibnu Abas, ia berkata, “Rasulullah saw. Bersabda, ‘Awal makhluk yang Allah swt. Ciptakan adalah pena dan ikan, (lalu Dia berkata kepada pena, ‘Tulislah.’) Pena berkata, ‘Apa yang aku tulis?’ Allah berkata, ‘Segala sesuatu yang terjadi hingga hari kiamat’ Lalu Nabi membaca: Nun wal qalam. Nun adalah ikan, dan al-Qalam adalah pena.” (H.R. H.r. At-Thabrani, al-Mu’jamul Kabir, XI:433, hadis No. 12.227)
عَنِ ابْنِ عُمَرَ قَالَ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم إِنَّ أَوَّلَ مَا خَلَقَ اللَّهُ الْقَلَمُ فَقَالَ لَهُ اكْتُبْ قَالَ وَمَا أَكْتُبُ قَالَ اكْتُبْ ِمَا هُوَ كَائِنٌ إِلَى يَوْمِ السَّاعَةِ
Dari Ibnu Umar, ia berkata, “Rasulullah saw. Bersabda, ‘Awal makhluk yang Allah swt. Ciptakan adalah pena, lalu Dia berkata kepada pena, ‘Tulislah.’ Pena berkata, ‘Apa yang aku tulis?’ Allah berkata, ‘Tulislah apa yang terjadi hingga hari Kiamat.” (H.R. At-Thabrani, Musnad as-Syamiyin, II:398, hadis No. 1572)
عَنْ عُبَادَةَ بْنِ الصَّامِتِ قَالَ سَمِعْتُ النَّبِيَ صلى الله عليه وسلم يَقُوْلُ أَوَّلُ مَا خَلَقَ اللَّهُ تبارك وتعالى الْقَلَمُ ثُمَّ قَالَ لَهُ اكْتُبْ قَالَ وَمَا أَكْتُبُ قَالَ فَاكْتُبْ مَا يَكُوْنُ وَ ِمَا هُوَ كَائِنٌ إِلَى أَنْ تَقُوْمَ السَّاعَةُ
Dari Ubadah bin as-Shamit, ia berkata, “Aku mendengar Rasulullah saw. Bersabda, ‘Makhluk yang pertama kali Allah ciptakan adalah pena, lalu Dia berkata kepada pena tersebut, ‘Tulislah.’ Pena berkata, ‘Apa yang aku tulis?’ Allah berkata, ‘Tulislah apa yang akan terjadi dan apa yang telah terjadi hingga hari Kiamat.” (H.R. Ahmad, al-Musnad, V:317, hadis No. 22.759)
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ : أَوَّلُ مَا خَلَقَ اللَّهُ مِنْ شَيْءٍ الْقَلَمَ ، ثُمَّ خَلَقَ النُّونَ , فَكَبَسَ الأَرْضَ عَلَى ظَهْرِ النُّونِ.
Dari Ibnu Abas, ia berkata, ‘’Awal makhluk yang Allah swt. Ciptakan adalah pena, lalu menciptakan Nun. Maka Allah memasukan bumi di atas punggung Nun” (H.R. Ibnu Abu Syaibah, al-Mushannaf, VII:271, hadis No. 36.003)
Peristiwa penulisan yang dilakukan Qalam ini terjadi 50.000 tahun sebelum penciptaan langit dan bumi, sebagaimana sabda Rasulullah:
إِنَّ اللهَ قَدَّرَ مَقَادِرَ الْخَلْقِ قَبْلَ أَنْ يَخْلُقَ السَّمَاوَاتِ وَ الأَرْضَ بِخَمْسِيْنَ أَلْفِ سَنَةٍ
“Sesungguhnya Allah telah menetapkan taqdir makhluq-Nya 50.000 tahun sebelum Dia menciptakan langit dan bumi.” (H.R. Muslim)
كَتَبَ اللهُ مَقَادِرَ الْخَلاَئِقِ قَبْلَ أَنْ يَخْلُقَ السَّمَاوَاتِ وَ الأَرْضَ بِخَمْسِيْنَ أَلْفِ سَنَةٍ وَ عَرْشُهُ عَلَى الْمَاءَ
“Allah telah menulis taqdir makhluq-Nya 50.000 tahun sebelum Dia menciptakan langit dan bumi, dan ketika itu ‘Arsy-Nya ada di atas air.” (H.R. Muslim)
Teks hadis tersebut mengisyaratkan bahwa ‘Arsy Allah dan air termasuk makhluq yang pertama-tama diciptakan, yaitu tercipta 50.000 tahun sebelum adanya langit dan bumi.
Kemudian setelah itu Allah menciptakan zaman atau peredaran waktu. Hal ini diberitakan oleh Rasulullah saw.Dalam sabdanya:
الزَّمَانُ قَدِ اسْتَدَارَ كَهَيْئَتِهِ يَوْمَ خَلَقَ اللهُ السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضَ ، السَّنَةُ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا ، مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ
“Zaman telah beredar seperti keadaannya, di hari diciptakannya langit dan bumi, (peredaran zaman itu ialah) setahun dibagi dalam dua belas bulan, daripadanya ada empat bulan haram...” (H.R. Al-Bukhari, Shahih al-Bukhari, Kitabul Maghazi, Bab Hajjatil Wada’, hadis No. 4406)
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah menerangkan makna hadis ini:“Maka dengan demikian, telah diketahui bahwa zaman itu telah ada lebih dahulu sebelum Allah menciptakan matahari dan bulan, juga sebelum Allah menciptakan malam dan siang.” (Lihat, Daqa’iqut Tafsir,III:228).
Hadis-hadis di atas menginformasikan bahwa setelah selesai menciptakan air, Arsy (dan meletakkan Arsy-Nya di atas air), Al-Qalam dan Nun (ikan besar), dan zaman, kemudian Allah menciptakan bumi, lalu menciptakan langit yang tujuh dan segenap isi langit dan bumi itu.
Masa, Material, dan Proses Terbentuknya Alam Semesta
Untuk memahami masa, material, dan proses penciptaan alam semesta, masing-masing ayat tersebut tidak bisa ditafsirkan secara terpisah, karena Alquran yufassiru ba’dhuhu ba’dhan (sebagian ayat Alquran menafsirkan sebagian yang lain). Berdasarkan pendekatan maudhu’i-tanzili, maka ayat-ayat yang pertama dianalisa kelompok makiyyah sebagai berikut:
Qaf [34]:38
dan Sesungguhnya telah Kami ciptakan langit dan bumi dan apa yang ada antara keduanya dalam enam masa, dan Kami sedikitpun tidak ditimpa keletihan.
Al-A’raf [39]:54
Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah yang telah menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, lalu Dia bersemayam di atas ‘Arsy. Dia menutupkan malam kepada siang yang mengikutinya dengan cepat, dan (diciptakan-Nya pula) matahari, bulan dan bintang-bintang (masing-masing) tunduk kepada perintah-Nya. Ingatlah, menciptakan dan memerintah hanyalah hak Allah. Maha suci Allah, Tuhan semesta alam.
Al-Furqan [42]:59,
yang menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada antara keduanya dalam enam masa, kemudian Dia bersemayam di atas Arsy, (Dialah) yang Maha pemurah, Maka Tanyakanlah (tentang Allah) kepada yang lebih mengetahui (Muhammad) tentang Dia.
Yunus [51]:3,
Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, kemudian Dia bersemayam di atas ‘Arsy untuk mengatur segala urusan. Tiada seorangpun yang akan memberi syafa’at kecuali sesudah ada izin-Nya. (Dzat) yang demikian Itulah Allah, Tuhan kamu, Maka sembahlah Dia. Maka Apakah kamu tidak mengambil pelajaran?
Hud [52]:7
dan Dia-lah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, dan adalah singgasana-Nya (sebelum itu) di atas air, agar Dia menguji siapakah di antara kamu yang lebih baik amalnya, dan jika kamu berkata (kepada penduduk Mekah): “Sesungguhnya kamu akan dibangkitkan sesudah mati”, niscaya orang-orang yang kafir itu akan berkata: “Ini tidak lain hanyalah sihir yang nyata”.
Ayat-ayat di atas menunjukan masa penciptaan alam semestadengan menggunakan istilah sittati ayyam atau ”enam hari”.Selain itu pada 4 surat (al-A’raf:54, al-Furqan:59, Yunus:3, Hud:7) menghubungkan penciptaan dalam enam masa itudengan al-Arsy (pada Hud:72 dengan Arsy dan al-mau)
B.       Makna (سِتَّةُ أَيَّامٍ)
Kata أَيَّام(bentuk tunggalnya يَوْمٌ) di dalam Alquran disebut sebanyak 23 kali dan tidak pernah berdiri sendiri. Kata tersebut selalu berada di dalam rangkaian kata-kata lainnya yang mengacu pada pengertian yang bermacam-macam. Empat kali di antaranya dihubungkan dengan kata tsalâtsun(ثَلاَثٌ) sehingga membentuk kalimat tsalâtsatu ayyâm  (ثَلاَثَةُ أَيَّامٍ) yang berarti ‘tiga hari’. Rangkaian kata ini selanjutnya digunakan untuk menyebutkan bilangan hari shaum sebagai kafarat bagi orang yang melakukan pelanggaran (Al-Baqarah [2]: 196).
Tujuh kali dihubungkan dengan kata sittatun(ستَّةٌ) sehingga membentuk frasa sittatu ayyâm (سِتَّةُ أَيَّامٍ), yang berarti “enam hari” seperti pada ayat-ayat di atas plusas-Sajadah [32]: 4, dan Al-Hadid [57]: 4).
Selain itu, ada pula kata ayyâm(أَيَّام) yang didahului oleh kata arba‘ah(أَرْبَعَةٌ) sehingga susunan frasanya menjadi arba‘atu ayyâm (أَرْبَعَةُ أَيَّامٍ) yang artinya ‘empat hari’. Di dalam Alquran kata tersebut hanya disebut sekali dan digunakan untuk menyebutkan bilangan hari di dalam menentukan kadar makanan (Fushshilat [41]: 10).
Pada bagian lain, terdapat pula kata ayyâm(أَيَّام) yang didahului oleh kata tsamâniyah(ثَمَانِيَةٌ), sehingga susunan frasanya menjadi tsamâniyatuayyâm(ثمَانِيَةُ أَيَّامٍ) yang berarti ‘delapan hari’. Kata ini hanya disebut sekali di dalam Alquran dan digunakan untuk menerangkan bilangan hari (lamanya ating topan yang menimpa kaum ‘Ad) (Al-Haqqah [69]: 7).Selain itu, masih terdapat kata ayyâm (أَيَّام) yang diberi sifat bermacam-macam.
Bentuk tunggal dari kata ayyâm (أَيَّام) adalah yaum (يَوْمٌ) yang berarti “hari”. Kata yaum (يَوْمٌ) di dalam Alquran disebut sebanyak 373 kali. Kata ini kadang-kadang digunakan untuk menerangkan perjalanan waktu mulai dari terbit matahari sampai terbenamnya dan kadang-kadang digunakan untuk menunjukkan zaman, masa, atau periode.
Sama halnya dengan kata ayyâm (أَيَّام), kata yaum(يَوْمٌ) pun penggunaannya selalu dirangkaikan dengan kata lain di dalam Alquran. Misalnya, dirangkaikan dengan kata al-âkhir (اَلْآخِرُ) sehingga susunannya menjadi al-yaum ul-âkhir (اْلآخِرُاَلْيَوْمُ), yang digunakan untuk menerangkan saat mana tidak ada hari lain setelah hari akhir tersebut. Ada pula kata yaum (يَوْمٌ) yang dirangkaikan dengan kata ad-dîn (الدِّيْنُ) sehingga menjadi yaum ad-dîn (الدِّيْنِيَوْمُ), yang digunakan untuk menerangkan hari ketika segala amal perbuatan manusia sewaktu hidup di dunia diperhitungkan.
Intinya bahwa kata itu dalam Alquran menyatakan waktu yang beraneka ragam: masa yang abadi dan tidak terhingga panjangnya (Al-Fatihah [1]: 4), atau 50.000 tahun (Al-Ma`arij [70]: 4), atau 1000 tahun (As-Sajdah [32]: 5, al-Hajj [22]:4), atau satu zaman (Ali Imran [3]: 140), atau satu hari (Al-Baqarah [2]: 184), atau sekejap mata (Al-Qamar [54]: 50), atau masa yang lebih singkat dari sekejap mata (An-Nahl [16]: 77), atau masa yang tidak terhingga singkatnya (Ar-Rahman [55]: 29).
Pada kelima ayat di atas ukuran lamanya أَيَّام (bentuk tunggalnya يَوْمٌ) tidak dirinci. Dalam konteks ini, semua ayat-ayat di atas kami kategorikan sebagai bayan ijmali.
Selanjutnya kalimat fi sittati ayyam digunakan pula dalam surat lain yang turun kemudian, yaitu surat as-Sajdah:4 (urutan ke-75 makiyyah):
Allahlah yang menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya dalam enam masa, kemudian Dia bersemayam di atas ‘Arsy. Tidak ada bagi kamu selain dari padanya seorang penolongpun dan tidak (pula) seorang pemberi syafa’at. Maka Apakah kamu tidak memperhatikan?
Namun pada surat ini disertai dengan penjelasan ukuran “hari”, yaitu pada ayat selanjutnya (ayat 5):
Dia mengatur urusan dari langit ke bumi, kemudian (urusan) itu naik kepada-Nya dalam satu hari yang kadarnya adalah seribu tahun menurut perhitunganmu.
Kata yaum (يَوْمٌ) pada ayat ini dihubungkan dengan kalimat kâna miqdâruhu alfa sanah           (أَلْفَ سَنَةمِقْدَارُهُكَانَ = ukurannya seribu tahun). Kata ini digunakan untuk menerangkan ukuran hari yang digunakan oleh Allah di dalam mengatur urusan terkait dengan langit dan bumi yang disebutkan pada ayat sebelumnya. Hemat kami ayat ini dapat dikategorikan sebagai bayantafshili bagi semua ayat-ayat yang menyebut kata sittatu ayyam di atas.
Selain itu, penjelasan ukuran yaum kita dapatkan pula melalui surat dalam kelompok madaniyyah, yaitu surat al-Hajj [22]:47 (urutan ke-18 madaniyyah)
“Dan sesungguhnya sehari di sisi Tuhanmu, adalah seperti seribu tahun dari perhitungan kalian.”
Dengan ayat ini, Ibnu Abbas dan lain-lainnya meyakini bahwa penciptaan langit dan bumi dalam “enam hari” itu ialah hari dalam perhitungan di sisi Allah dan bukan hari dalam perhitungan kita. Yakni enam hari itu maknanya ialah enam ribu tahun. (lihat Tafsir Ibnu Katsir tentang surat Al-Hajj 47).
Dari berbagai keterangan di atas hemat kami yang lebih tepat jika ungkapan dalam enam “hari” (أَيَّامٍسِتَّةُ) pada penciptaan alam semesta itu kita artikan “dalam enam periode”, dan ukuran tiap periode sama dengan seribu tahun. Walhasil “sittatu ayyam” sama dengan 6000 tahun.
C.     Korelasi Arsy dan al-Ma’ dengan Penciptaan Alam
Pada surat al-A’raf [39]:54, al-Furqan [42]:59, Yunus [51]:3,setelah menginformasikan tentang penciptaan alam semesta dalam enam masa, Allah menyertakan kalimat
Sedangkan pada surat yang turun kemudian (Hud [52]:7) dengan kalimat
Pada surat yang turun selanjutnya (as-Sajdah[75]:4) kalimat itu (istawa ‘ala al-‘arsy) disebut kembali.
Kalimat-kalimat di atas mengisyaratkan dua hal:Pertama, Arsy merupakan pusat penciptaan dan pengendalian alam semesta. Kedua, ‘air’ yang mengelilingi Arsy sebagai “bahan dasar” pembentukan bumi dan langit sekaligus sebagai sesuatu yang mengakibatkan adanya kehidupan di alam semesta. Hal ini ditegaskan dalam surat yang turun kemudian (al-Anbiya:30).
Sehubungan dengan itu, Syekh Rasyid Ridha menjelaskan:
وَإِنَّهُ يَدُلُّ عَلَى أَنَّ الْعَرْشَ وَالْمَاءَ كَانَا مَبْدَأَ هَذَا الْعَالَمِ ، أَيْ عَالَمِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ ، كَأَنَّهُمْ يَعْنُونَ أَنَّ الْمَاءَ أَصْلُ مَادَّتِهِ ، وَالْعَرْشَ مَرْكَزُ التَّقْدِيرِ وَالتَّدْبِيرِ لَهُ ، وَلَكِنَّ اللهَ تَعَالَى بَيَّنَ لَنَا فِي سُورَةِ (حم فُصِّلَتْ) أَنَّهُ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَ الْأَرْضَ مِنْ دُخَانٍ ، وَيُمْكِنُ أَنْ يُقَالَ : إِنَّ الْمَاءَ فِي حَالَتِهِ الْبُخَارِيَّةِ يَكُونُ دُخَانًا ، أَوْ أَنَّ تِلْكَ الْمَادَّةَ الدُّخَانِيَّةَ مُعْظَمُهَا بُخَارٌ مَائِيٌّ
(Wa kaana ‘arsyuhu ‘alal ma’) dan sesungguhnya itu menunjukkan bahwa ‘arsy dan air, keduanya tempat permulaan alam ini, yaitu alam langit dan bumi. Seakan-akan mereka hendak menegaskan bahwa air itu asal materinya dan arsy adalah pusat penentuan dan pengendalian. Tetapi Allah swt. Menjelaskan kepada kita dalam surat Fushilat bahwa Allah menciptakan langit dan bumi dari dukhan, dan mungkin untuk dikatakan: sesungguhnya air yang dinyatakan sebagai dukhan itu dalam keadaannya berupa uap. Atau materi dukhan itu didominasi uap air”. (Tafsir al-Manar, VII:392)
Tahapan Penciptaan Langit dan Bumi
Setelah turun surat Qaf [34]:38, al-A’raf [39]:54, al-Furqan [42]:59, Yunus [51]:3, yang menjelaskan tentang masa dan “bahan dasar” pembentukan alam semesta, Allah menjelaskan tahapan enam masa itu melalui surat Fushilat: 9-12 (urutan ke-61 makiyyah) sebagai berikut: 
(ayat 9) Katakanlah: “Sesungguhnya patutkah kamu kafir kepada Yang menciptakan bumi dalam dua masa dan kamu adakan sekutu-sekutu bagiNya? (Yang bersifat) demikian itu adalah Rabb semesta alam. (ayat 10)Dan dia menciptakan di bumi itu gunung-gunung yang kokoh di atasnya. Dia memberkahinya dan Dia menentukan padanya kadar makanan-makanan (penghuni)nya dalam empat masa. (Penjelasan itu sebagai jawaban) bagi orang-orang yang bertanya. (ayat 11) Kemudian Dia menuju kepada penciptaan langit dan langit itu masih merupakan asap, lalu Dia berkata kepadanya dan kepada bumi: “Datanglah kamu keduanya menurut perintah-Ku dengan suka hati atau terpaksa.” Keduanya menjawab: “Kami ating dengan suka hati.” (ayat 12)Maka Dia menjadikannya tujuh langit dalam dua masa. Dia mewahyukan pada tiap-tiap langit urusannya. Dan Kami hiasi langit yang dekat dengan bintang-bintang yang cemerlang dan Kami memeliharanya dengan sebaik-baiknya. Demikianlah ketentuan Yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui.
Empat ayat  dari  surat  Fushilat  tersebut  menunjukkan  beberapaaspek, antara lain:
(1)  Ayat-ayat di atas menjelaskan secara rinci tahapan dan ukuran waktu penciptaan masing-masing dalam “sittatu ayyam” itu: dua “yaum” untuk menciptakan bumi, dua “yaum” untuk mempersiapkan “fasilitas hidup” padanya, sehingga selama empat “yaum” itu jadilah seluruh proses penciptaan bumi untuk layak hidup padanya. Dua “yaum” untuk menciptakan langit sejak berbentuk dukhanmenjadi tujuh lapis. Karena itu ayat-ayat dalam surat Fushilat ini kami kategorikan sebagai bayan tafshili (keterangan secara rinci).
(2)  Ayat-ayat di atas membicarakan dua  kelompok kejadian: Pertama, kejadian-kejadian  di  bumi. Kedua, kejadian-kejadian samawi. Penyebutan hal-hal  tersebut  mengandung  arti  bahwa  bumiharus sudah ada sebelum digelar dan bahwa bumi itu sudah adaketika Allah membentuk langit. Dengan demikian dapat  kita  simpulkan  bahwaevolusi langit dan bumi tidak terjadi pada waktu bersamaan (masing-masing).  
(3)  Ayat-ayat di atas memperjelas tentang bahan dasar pembentukan bumi dan langit yang diisyaratkan pada ayat-ayat yang turun sebelumnya, yaitu keduanya dibentuk dari air. Sedangkan pada ayat ini terdapat isyarat tentang unsur materialnya 
(a) Material bumi 
Imam as-Samarqandi (Tafsir Bahr al-‘Ulum, III:210) dan Imam as-Sam’ani (Tafsir as-Sam’ani, V:39) menyakini bahwa bumi terbentuk dari materiawal berupa zabad (buih atau inti dari sesuatu) yang berasal dari air yang mengelilingi Arasy. Zabad dimaknai sebagai sub atom dalam istilah fisika.
(b) Material Samawi
Langit terbentuk dari materi awal yang disebut dukhan. Dukhan (makna bahasaasap) bukanlah asap yang dikenal secara umum, karena asap dikenal berasal dari api. Sementara dukhan dalam bahasa Alquran bukanlah bersumber dari api, melainkan berasal dari air akibat banyaknya gelombang-gelombang.Kata Ibnu Katsir, “Ad-dukhan adalah bukhar (uap air) yang menguap ketika bumi diciptakan” (Tafsir Ibnu Katsir, IV:101) Syekh Abu Bakar al-Jazairi menyakini bahwa dukhan ini berasal dari air yang mengelilingi Arasy (Aisarut Tafasir IV:565). Dukhan dimaknai sebagai awan hidrogen dalam istilah astrofisika.
 
Dari berbagai penafsiran di atas kami berkesimpulan: ayat di atas menunjukkan bahwa bumi dan langit terbentuk dari materi awal berupa air, namun air yang dimaksud bukanlah air yang terbentuk dari oksigen (O2) dan hydrogen (H20) melainkan materi mudzaab (yang mencair), yaitu bahan yang mencair yang memiliki potensi untuk berubah menjadi bahan-bahan langit dan bumi seperti menjadi buih (atom-atom) dan berubah menjadi bahan-bahan dan unsur-unsur kosmos. 
Sedangkan percakapan antara Allah di satu pihak dan langit dan bumi di pihak   lain maksudnya  adalah  untuk menunjukkan bahwa setelah  diciptakan  Allah,  langit-langit dan bumi tunduk kepada “perintah-perintah” Allah. Selain itu teks pada ayat di atas  dimaksudkan  untuk  mengajak  orang berfikir  tentang  kekuasaan Allah dengan memulai memikirkan bumi sehingga nanti dapat memikirkan langit.
 
Mekanisme Proses Penciptaan
Setelah menjelaskan tahapan enam masa dan material pembentukan langit dan bumi, selanjutnya Allah mengisyaratkan mekanisme proses pembentukan itu melalui surat al-Anbiya:30 [urutan ke-73 makiyyah] sebagai berikut:
Dan apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit dan bumi itu keduanya dahulu adalah suatu yang padu, kemudian Kami pisahkan antara keduanya. Dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka mengapakah mereka tiada juga beriman?
Ayat di atas menjelaskan bahwa langit dan bumi asalnya bersatu, lalu keduanya dipisah. Ungkapan yang digunakan adalah ritqun(padu) dan fatqun (pisah). Ungkapan ritqunmenunjukkan satu kesatuan yang sempurna dan padat. Sedangkanungkapan ‘fatqun’menunjukkan pecahnya satu kesatuan itu.
Jika diurutkan berdasarkan metode tanzili, maka ayat ini dapat dikorelasikan dengan 4 ayat pada surat Fushshilat di atas sebagai berikut: 4 ayat pada surat Fushilat menjelaskan kronologis tahapan dan isyarat material pembentukan langit dan bumi. Sedangkan ayat ini mengisyaratkan proses pembentukannya, yaitu bahwa langit dan  bumi  pada  mulanyaberasal  dari  unsur  yang satu dan kemudian menjadi dua bendayang berlainan. Secara ilustratif dapat diuraikan sebagai berikut: langit dan  bumi  pada  mulanyaberasal  dari  unsur  yang satu, yaitu air.Kemudian menjadi dua bendayang berlainan, yaitu zabad (atom) dan dukhan (hidrogen). Pada awalnya kedua bahan ini ritqun (bersatu padu), kemudian ‘fatqun’(terpecah). Dari zabad terbentuk bakal bumi, dan dari dukhan terbentuk bakal langit.
Dari uraian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa makna-makna ayat di atas tidak sepenuhnya relevan apalagi dianggap memperkuat teori bigbang yang diungkap para ilmuwan. Sebab dalam teori bigbang dinyatakan bahwa  300 ribu tahun setelah big bang belum terbentuk ruang. Selanjutnya bintang-bintang dan galaksi-galaksi mulai terbentuk sekitar 1 milyar tahun setelah big bang. Secara kronologis dapat diuraikan sebagai berikut:
Alam semesta tercipta dari zarrah-zarrah(partikel-partikel) sub-atom seperti proton, neutron, elektron danzarah-zarrah sub-atom yang lain (jadi atom belum terbentuk), dalam keadaankerapatan dan suhu yang tinggi. Kemudian terjadi peledakan dahsyat (big bang) sehingga secara bergumpal-gumpal zarrah-zarrah sub-atom itu terlempar saling menjauh. Kemudiangumpalan-gumpalan tersebut terpecah-pecah pula menjadi jutaan gumpalan kecil-kecil. Selanjutnyasetiap gumpalan kecil itu "mengembun" menjadi plasma. Dari setiap gumpalan kecil plasma itu terbentuklah gugusan bintang-bintang yang disebut galaxy.
Berdasarkan teori ini diasumsikan bahwa bumi pada mulanya menempel atau menyatu dengan kumpulan galaksi lain beserta planet-planet atau benda-benda langit lainnya dalam sebuah ”bola besar”. Lalu ”bumi” yang ada di bagian celah ”bola besar” tersebut, akibat letusan bola besar ini, terbanting dan bagian bumi yang menempel tadi menjadi cekungan lautan dan samudra. Hasil pecahan bola besar itulah yang kemudian menjadi benda-benda langit atau galaksi-galaksi selain bumi.
Sedangkan menurut ayat-ayat di atas, pada saat fatqun (terpecah) langit belum menjadi ruang kumpulan galaksi, namun baru menjadi bakal langit. Di samping itu, pada awal penciptaan bakal bumi, bumi  bukan bagian celah ”bola besar” tersebut.
Andaikata teori Big Bang akan digunakan sebagai salah satu alat penyingkapan rahasia fatquntentu saja dapat dibenarkan dengan catatan bahwa:
(1)  Hal itu merupakan sebatas penafsiran yang dibatasi oleh terbatasnya teori ilmiah sehingga jika didapati adanya kekeliruan dalam teori ilmiah itu, maka yang keliru adalah isi penafsirannya, bukan kekeliruan atas teks Alquran.
(2)  Penggunaan teori itu bukan dalam upaya menyandarkan teori ini kepada Alquran secara definitif (dibenarkan oleh Alquran)
Selanjutnya diturunkan surat an-Naziat [79]:27-33 (urutan ke-81 makiyyah) sebagai berikut:
Apakah kamu lebih sulit penciptaanya ataukah langit? Allah telah membinanya [ayat 27],Dia meninggikan bangunannya lalu menyempurnakannya [28],dan Dia menjadikan malamnya gelap gulita, dan menjadikan siangnya terang benderang [29], dan bumi sesudah itu dihamparkan-Nya [30], ia memancarkan daripadanya mata airnya, dan (menumbuhkan) tumbuh-tumbuhannya [31], dan gunung-gunung dipancangkan-Nya dengan teguh [32],(semua itu) untuk kesenanganmu dan untuk binatang-binatang ternakmu [33]
Jika diurutkan berdasarkan metode tanzili, maka ayat ini dapat dikorelasikan dengan 4 ayat pada surat Fushshilat dan al-Anbiya:30 di atas sebagai berikut:  4 ayat pada surat Fushilat menjelaskan kronologis tahapan dan isyarat material pembentukan langit dan bumi. al-Anbiya:30 mengisyaratkan proses pembentukannya, yaitu bahwa langit dan  bumi  pada  mulanya berasal  dari  unsur  yang satu dan kemudian menjadi dua benda yang berlainan. Sedangkan ayat ini berbicara tahapan lanjutan dari cikal bakal langit dan bumi. Dengan perkataan lain, proyek pembangunan berkelanjutan. 
Setelah bakal bumi dan langit diciptakan Allah menyempurnakan “konstruksi bangunan langit” (An-Nazi’at:28). Ayat ini dapat dikorelasikan dengan ayat-ayat yang diturunkan di Madinah, antara lain al-Baqarah:29:
Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu dan Dia berkehendak (menciptakan) langit, lalu dijadikan-Nya tujuh langit. dan Dia Maha mengetahui segala sesuatu.
Ini menunjukkan bahwa setelah bumi diciptakan Allah menciptakan langit, lalu langit itu disempurnakan menjadi tujuhlangit, sedangkan bumi meski diciptakan sebelumnya tetapi belum disempurnakan. Maka setelah langit disempurnakan Allah menyempurnakan penciptaan bumi dengan menghamparkannya, “Dan bumi sesudah itu dihamparkan-Nya”. Q.s. An-Nazi’at:30. Ayat ini dapat dikorelasikan dengan ayat-ayat yang diturunkan di Madinah, antara lain al-Baqarah:22
Dialah yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu dan langit sebagai atap, dan Dia menurunkan air (hujan) dari langit, lalu Dia menghasilkan dengan hujan itu segala buah-buahan sebagai rezki untukmu; karena itu janganlah kamu Mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah, Padahal kamu mengetahui.
Ayat-ayat selanjutnya (31-33) mengisyaratkan kelengkapan “fasilitas hidup” yang disediakan di bumi. Ayat-ayat ini dapat dikorelasikan dengan ayat 10 surat Fushshilat, yang diturunkan sebelumnya Ayat 10 surat Fushilat menjelaskan masa penyediaan “fasilitas hidup” di bumi, sedangkan ayat-ayat ini merinci kelengkapan dan bentuk-bentuk “fasilitas hidup” itu, sehingga selama empat “yaum” itu jadilah seluruh proses penciptaan bumi untuk layak hidup padanya.
hari-hari penciptaan fasilitas bumi” itu dijelaskan oleh Rasul sebagai berikut:
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ : أَخَذَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- بِيَدِى :« فَقَالَ خَلَقَ اللَّهُ التُّرْبَةَ يَوْمَ السَّبْتِ وَخَلَقَ فِيهَا الْجِبَالَ يَوْمَ الأَحَدِ وَخَلَقَ الشَّجَرَ يَوْمَ الاِثْنَينِ وَخَلَقَ الْمَكْرُوهَ يَوْمَ الثَّلاَثَاءِ وَخَلَقَ النُّورَ يَوْمَ الأَرْبَعَاءِ وَبَثَّ فِيهَا الدَّوَابَّ يَوْمَ الْخَمِيسِ وَخَلَقَ آدَمَ بَعْدَ الْعَصْرِ مِنْ يَوْمِ الْجُمُعَةِ آخِرَ الْخَلْقِ فِى آخِرِ سَاعَةٍ مِنْ سَاعَاتِ الْجُمُعَةِ فِيمَا بَيْنَ الْعَصْرِ إِلَى اللَّيْلِ
Dari Abu Huraerah, ia berkata, “Rasulullah saw. Memegang tanganku, lalu bersabda, ‘Allah menciptakan bumi pada hari Sabtu. Dan menciptakan gunung-gunung di bumi pada hari Ahad, pohon pada hari Senin, al-makruh (yang jelek) pada hari Selasa, cahaya pada hari Rabu, dan menyebarkan makhluk-makhluk yang melata pada hari Kamis, dan menciptakan Adam pada hari Jumat setelah Ashar sebagai akhir penciptaan di saat-saat akhir hari Jumat, antara ashar ke malam”. (H.R. Muslim, Shahih Muslim, IV:2149; al-Baihaqi, as-Sunanul Kubra, IV:3)
Abdur Rauf al-Munawi memberi syarah (penjelasan) atas hadis di atas sebagai berikut:
( خَلَقَ اللهُ التُّرْبَةَ ) أَيْ الأَرْضَ ( يَوْمَ السَّبْتِ ) فِيْهِ رَدٌّ لِزَعْمِ الْيَهُوْدِ أَنَّ ابْتِدَاءَ خَلْقِ الْعَالَمِ يَوْمَ الأَحَدِ وَفَرَغَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ وَاسْتِرَاحَ يَوْمِ السَّبْتِ...
(Khalaqallahu at-turbah) yaitu bumi (yaumas sabti) pada lafal itu terdapat bantahan atas anggapan kaum Yahudi bahwa awal penciptaan alam semesta itu hari Ahad dan selesai pada hari Jumat, dan beristirahat hari Sabtu… (At-Taisir bi Syarh al-jami’ as-Shagir, I:1050)
Hadis dan keterangan pensyarah di atas menunjukkan bahwa  penciptaan Adam dilakukan setelah selesainya proses penciptaan bumi untuk layak hidup padanya. Mengenai waktu dan proses penciptaan Adam diuraikan dalam makalah terpisah.
Periode penciptaan alam semesta itu ditegaskan kembali di Madinah (setelah Nabi hijrah) melalui suratal-Hadid:4 [urutan ke-8 madaniyyah]
Dialah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa: kemudian Dia bersemayam di atas ´arsy. Dia mengetahui apa yang masuk ke dalam bumi dan apa yang keluar daripadanya dan apa yang turun dari langit dan apa yang naik kepada-Nya. dan Dia bersama kamu di mana saja kamu berada. dan Allah Maha melihat apa yang kamu kerjakan.
Namun hemat kami, fokus ayat ini bukan pada “proses penciptaannya” melainkan pada penegasan bahwa Allah pemilik mutlak sekaligus penguasa dari alam semesta, di samping pemeliharaanya.
Berdasarkan pendekatan maudhu’i-tanzili sekaligus melibatkan teori munasabah, ayat-ayat berisi penjelasan mengenai “Maha Karya Allah swt.” seperti penciptaan alam, selalu mengawali ayat-ayat berisi penjelasan mengenai tauhid. Sehingga, setiap penafsiran mengenai penciptaan alam semesta harus bermuara pada ketauhidan.


Lampiran
Penafsiran Makna & Mekanisme Pemisahan Langit Dan Bumi
أَوَلَمْ يَرَ الَّذِينَ كَفَرُوا أَنَّ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ كَانَتَا رَتْقًا فَفَتَقْنَاهُمَا وَجَعَلْنَا مِنَ الْمَاءِ كُلَّ شَيْءٍ حَيٍّ أَفَلَا يُؤْمِنُونَ
Dan apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit dan bumi itu keduanya dahulu adalah suatu yang padu, kemudian Kami pisahkan antara keduanya. Dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka mengapakah mereka tiada juga beriman?(Q.S. al-Anbiya [21]:30)
Ayat di atas menjelaskan bahwa langit dan bumi asalnya bersatu, lalu keduanya dipisah. Inilah awal terciptanya materi, energi, dan waktu.
Para ahli tafsir berbeda pendapat tentang makna “bersatu” dan “berpisahnya” langit dan bumi.
Pendapat pertama: langit dan bumi pada asalnya bersatu padu (melekat), lalu Allah memisah keduanya dengan udara.
Pendapat kedua: langit pada asalnya bersatu padu, hanya satu thabaqat (tingkatan), lalu Allah memisah langit itu menjadi tujuh dan demikian pula bumi pada asalnya bersatu padu, hanya satu thabaqat (tingkatan), lalu Allah membagi bumi menjadi tujuh.
Pendapat ketiga: langit pada asalnya bersatu padu, tidak menurunkan hujan, demikian pula bumi tidak menumbuhkan tumbuhan. lalu Allah membelah langit itu dengan hujan dan bumi dengan tumbuhan.
Pendapat keempat: ayat itu berkaitan dengan penciptaan malam dan siang. Karena malam diciptakan terlebih dahulu sebelum siang. Lalu Allah memecahnya sehingga muncul siang.
Menurut Imam at-Thabari pendapat yang paling mendekati kebenaran adalah pendapat ketiga, yaitu bahwa langit dan bumi itu pada asalnya rapat dari hujan dan tumbuhan. Maka Allah membuka/membelah/memisah langit dengan hujan dan bumi dengan tumbuhan. Berdasarkan petunjuk dari lanjutan ayat tersebut:
وَجَعَلْنَا مِنَ الْمَاءِ كُلَّ شَيْءٍ حَيٍّ
وأنه جلّ ثناؤه لم يعقب ذلك بوصف الماء بهذه الصفة إلا والذي تقدمه من ذكر أسبابه.
Menurut at-Thabari, Allah tidak menutup pembicaraan itu dengan menyebutkan sifat air kecuali yang telah disebut terdahulu adalah sebab-sebabnya. (Tafsir at-Thabari, XVIII:443)
Sementara Ibnu Katsir berupaya mengkolaborasi berbagai penafsiran itu, sehingga beliau mengambil kesimpulan:
أَلَمْ يَرَوْا أَنَّ السَّمَوَاتِ وَالأَرْضَ كَانَتَا رَتْقاً أَيْ كَانَ الْجَمِيْعُ مُتَّصِلاً بَعْضُهُ بِبَعْضٍ مُتَلاَصِقٌ متَرَاكِمٌبَعْضُهُ فَوْقَ بَعْضٍ فِي ابْتِدَاءِ الأَمْرِ, فَفَتَقَ هذِهِ مِنْ هذِهِ, فَجَعَلَ السَّمَوَاتِ سَبْعاً, وَالأَرْضَ سَبْعاً, وَفَصَلَ بَيْنَ السَّمَاءِ الدُّنْيَا وَالأَرْضِ بِالْهَوَاءِ, فَأَمْطَرَتِ السَّمَاءُ وَأَنْبَتَتِ الأَرْضُ
“…Tidakkah mereka mengetahui bahwa Langit dan bumi dulunya bersatupadu yakni pada awalnya mereka satu kesatuan, terikat satu sama lain. Bertumpuk satu diatas yang lainnya, kemudian Allah memisahkan mereka satu sama lain dan menjadikannya Langit itu tujuh dan Bumi itu tujuh, dan ia memisahkan antara langit yang terendah dan bumi dengan udara, maka langit itu menurunkan hujan dan bumi menumbuhkan tanaman.“ (Tafsir Ibnu Katsir, V:339)
Adapun mekanisme pemisahannya, Alquran dan hadis tidak merincinya. Para ilmuwan muslim meyakini bahwa mekanisme pemisahan ini melalui ledakan besar, yang kemudian dikenal dengan teori big bang
Penafsiran “Tujuh Langit”
Di dalam Alquran terdapat pembahasan tentang tujuh langit yang tersebar pada tujuh ayat sebagai berikut:
هُوَ الَّذِي خَلَقَ لَكُمْ مَا فِي الْأَرْضِ جَمِيعًا ثُمَّ اسْتَوَى إِلَى السَّمَاءِ فَسَوَّاهُنَّ سَبْعَ سَمَوَاتٍ وَهُوَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيم
1.  ..... Dan Dia berkehendak (menciptakan) langit, lalu dijadikannya tujuh langit ..... (Al-Baqarah: 29)
تُسَبِّحُ لَهُ السَّمَوَاتُ السَّبْعُ وَالْأَرْضُ وَمَنْ فِيهِنَّ وَإِنْ مِنْ شَيْءٍ إِلَّا يُسَبِّحُ بِحَمْدِهِ وَلَكِنْ لَا تَفْقَهُونَ تَسْبِيحَهُمْ إِنَّهُ كَانَ حَلِيمًا غَفُورًا
2.  Langit yang tujuh, bumi dan semua yang ada di dalamnya bertasbih kepada Allah ..... (Al-Isra: 44)
قُلْ مَنْ رَبُّ السَّمَاوَاتِ السَّبْعِ وَرَبُّ الْعَرْشِ الْعَظِيمِ
3.  Katakanlah: "Siapakah yang memiliki tujuh langit dan 'arasy yang besar"(Al-Mu'minun: 86)
فَقَضَاهُنَّ سَبْعَ سَمَوَاتٍ فِي يَوْمَيْنِ وَأَوْحَى فِي كُلِّ سَمَاءٍ أَمْرَهَا وَزَيَّنَّا السَّمَاءَ الدُّنْيَا بِمَصَابِيحَ وَحِفْظًا ذَلِكَ تَقْدِيرُ الْعَزِيزِ الْعَلِيمِ
4.  Maka Dia menjadikannya tujuh langitdalam dua masa dan Dia mewahyukan kepada tiap-tiap langit urusannya ..... (Fushshilat: 12)
اللَّهُ الَّذِي خَلَقَ سَبْعَ سَمَوَاتٍ وَمِنَ الْأَرْضِ مِثْلَهُنَّ يَتَنَزَّلُ الْأَمْرُ بَيْنَهُنَّ لِتَعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ وَأَنَّ اللَّهَ قَدْ أَحَاطَ بِكُلِّ شَيْءٍ عِلْمًا
5.  Allah-lah Yang menciptakan tujuh langit dan seperti itu pula bumi ..... (AI-Thalaq: 12)
الَّذِي خَلَقَ سَبْعَ سَمَوَاتٍ طِبَاقًا مَا تَرَى فِي خَلْقِ الرَّحْمَنِ مِنْ تَفَاوُتٍ فَارْجِعِ الْبَصَرَ هَلْ تَرَى مِنْ فُطُورٍ
6.  Yang telah menjadikan tujuh langitberlapis-lapis. (AI-Mulk: 3)
أَلَمْ تَرَوْا كَيْفَ خَلَقَ اللَّهُ سَبْعَ سَمَوَاتٍ طِبَاقًا
7.  Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah menciptakan tujuh langitbertingkat-tingkat? (Nuh: 15)
Di antara keseluruhan penafsiran beragam yang membahas tujuh langit, berikut ini adalah penafsiranyang paling tepat menurut kami, yaitu maksud dari tujuh langit (samâwât sab’) adalah makna hakiki dari tujuh langit yang ada. Yaitu, yang dimaksud dengan langit di sini bukanlah planet, melainkan kumpulan dari bintang-bintang dan kosmos angkasa. Dan maksud dari angka tujuh merupakan angka jumlah yang telah kita kenal, bukan angka yang mengindikasikan arti banyak.
Hanya saja, di dalam ayat-ayat lain Alquran ditemukan bahwa seluruh apa yang kita lihat dari bintang-bintang, planet, galaksi, dan meteor-meteor berkaitan dengan rangkaian langit pertama. Oleh karena itu, di balik kosmos agung ini, terdapat enam kosmos lain (enam langit) yang satunya lebih baik dari yang lainnya. Dan keenam kosmos ini —paling tidak hingga hari ini— berada di luar jangkauan ilmu pengetahuan manusia.
Dalam surat Ash-Shaffat [37], ayat 6 difirmankan:
“Sesungguhnya Kami telah menghiasi langit yang terdekat dengan hiasan bintang-bintang.”
Dan dalam surat Fushshilat [41], ayat 12 difirmankan:
“... dan Kami hiasi langit yang dekat dengan bintang-bintang yang cemerlang ....”
Dan terdapat pula makna yang sama dengan sedikit perbedaan dalam surat Al-Mulk [67], ayat 5 difirmankan:
“Sesungguhnya Kami telah menghiasi langit yang dekat dengan bintang-bintang, dan Kami jadikan bintang-bintang itu alat-alat pelempar setan, ....”
Benar apabila dikatakan bahwa sains kita saat ini belum bisa membuka tabir kekaburan dari keenam kosmos yang lainnya. Akan tetapi, hal ini sama sekali bukan merupakan dalil penafian keberadaan tatanan kosmos tersebut dari pandangan ilmiah. Dan bisa jadi di masa yang akan datang, rahasia dari teka-teki ini akan bisa terungkap.
Bahkan, penelitian ilmiah sebagian astrolog membuktikan bahwa saat ini, indikasi dari keberadaan alam lain telah bisa terlihat dari jauh. Salah satunya adalah apa yang sebelumnya dikatakan oleh Pusat Penelitian Astrologi “Polumor” yang terkenal tentang keagungan dunia sebagaimana yang sebelumnya pernah kami nukilkan. Dan klaim yang menjadi saksi atas pendapat kami, akan kami ulangi di sini, “Dengan menggunkan teropong milik Pusat Penelitian Astrologi Polumor telah ditemukan berjuta-juta galaksi baru, yang sebagiannya mempunyai jarak dari kita sejauh beribu juta tahun cahaya. Akan tetapi, di seberang jarak ribuan juta tahun cahaya ini terdapat ruang udara yang luar biasa luas dan gelap gulita di mana tidak ada sesuatu pun terlihat di sana.
Tanpa ragu lagi, di dalam ruang udara yang luar biasa luas dan gulita tersebut terdapat ratusan juta galaksi di mana tatanan kosmos yang berada di samping kita terjaga keseimbangannya dengan gravitasi yang dimiliki oleh galaksi tersebut. Keseluruhan dunia yang terlihat sangat agung dan mempunyai ratusan juta galaksi ini hanyalah butiran kecil yang tak bisa diperhitungkan dibandingkan dengan dunia yang lebih besar, dan kita masih saja tidak mempunyai keyakinan bahwa dalam keluasan dunia kedua tersebut tidak ada lagi dunia yang lain.”
Di tempat lain, salah seorang ilmuwan dalam artikel  panjang menulis tentang keberadaan mikrokosmos yang agung ini, setelah sebelumnya menyebutkan keajaiban galaksi-galaksi yang ada dalam pasal-pasalnya yang luar biasa mendalam dan memaparkan tentang fariasinya yang mengagumkan yang semua itu didasarkan pada hitungan tahun cahaya. Ia mengatakan, “Hingga di sini para ahli perbintangan sepakat bahwa mereka baru menjalani separuh perjalanan dalam mengenali fenomena-fenomena yang bisa terlihat dari dunia dengan keagungannya, dan masih ada lagi ruang hampa lain yang belum bisa ditemukan di mana persoalan ini harus dicari jawabannya.”
Dengan demikian, kosmos-kosmos yang hingga sekarang telah ditemukan oleh manusia dengan segala keluarbiasaan yang dimilikinya hanyalah merupakan sisi kecil dari mikrokosmos yang besar dan luas ini dan bisa direlevansikan dengan persoalan tujuh langit.
berputar mengelilingi sumbunya dan pada dinding-dindingnya menempel bintang-bintang. Karena itu penyebutan “tujuh langit” adalah makna hakiki dari tujuh langit yang ada. Yaitu, yang dimaksud dengan langit di sini bukanlah planet, melainkan kumpulan dari bintang-bintang dan kosmos angkasa. Dan seluruh apa yang kita lihat dari bintang-bintang, planet, galaksi, dan meteor-meteor berkaitan dengan rangkaian langit pertama. Oleh karena itu, di balik kosmos agung ini, terdapat enam kosmos lain (enam langit). Dan keenam kosmos ini —paling tidak hingga hari ini— berada di luar jangkauan ilmu pengetahuan manusia.
OlehUst. Amin Saefullah Muchtar



[1]Salah satu  teori  mengenai terciptanya  alam semesta bahwa alam  semesta tercipta dari sebuah ledakan kosmis sekitar 10-20 milyar tahun yang lalu,  mengakibatkan  adanya  ekspansi  (pengembangan)  alam  semesta. Sebelum  terjadinya ledakan  kosmis  tersebut,  seluruh  ruang  materi  dan  energi  terkumpul  dalam  sebuah  titik. Pada dasarnya teori ini diturunkan dari perhitungan rumit khususnya perhitungan matematika dan fisika tingkat tinggi dan pengamatan gerak bintang berbilang puluhan tahun. Boleh dibilang teori bigbang adalah penemuan sains terbesar abad 20.
Menurut Dr. Agus Purwanto (ahli fisika teoritis lulusan Universitas Hiroshima, Jepang) “Saat Bing Bang adalah saat terjadinya ruang, waktu, dan isinya yakni radiasi. Jadi bukan terjadinya bumi atau sistem tata surya. Kejadian bumi, gunung dan penghuninya merupakan kejadian belakangan yakni 11 miliar tahun setelah Big Bang. Jadi, selama 11 miliar tahun pula jagat raya berlangsung tanpa bumi dan kehidupan. Yang ada hanya benda-benda ruang angkasa seperti bintang, quasar, dan nebula protosolar” (Lihat, Ayat-ayat Semesta, 2008:306).
[2] Dihitung berdasarkan teori penciptaan langit-Bumi sittatu ayyam  (1 yaum=1000 tahun) dan teori masa penciptaan Adam hingga kenabian Muhamad sekitar 6000 tahun. Adam diciptakan 6000 tahun setelah penciptaan langit & bumi dan Adam hidup selama 960 tahun. Masa Adam hingga Nuh (1200 th), dari Nuh hingga Ibrahim (1240 th), dari Ibrahim hingga Musa (565 th), dari Musa hingga Daud (569 th), dari Daud hingga Isa (1356 th), dari Isa hingga Muhamad (600 th).  (Lihat, Tarikh Dimasqa, I:I).
[3]lihat hadis al-Bukhari di halaman berikutnya

Bacaan Asmaul Husna (99 Nama Allah) Arab, Latin Dan Terjemahannya

$
0
0
99 Asmaul Husna adalah nama-nama Allah yang baik, mulia dan agung sesuai dengan sifat-sifat-Nya. Nama-nama Allah yang agung dan mulia itu merupakan kebesaran dan kekuasaan Allah, sebagai pencipta dan pemelihara alam semesta beserta segala isinya. Bagi umat muslim, mengenal Allah adalah dengan mempelajari sifat-sifat Allah dan 99 nama Allah. Rugi sekali yang belajar ilmu teknik mati-matian sampai sarjana bahkan doktoral sekalipun, tapi tidak mau sekedar mengenal Allah pencipta dirinya dan pemberi rezekinya. (author sendiri adalah lulusan sarjana teknik hehe)
No.NamaArabIndonesia

AllahاللهAllah
1Ar RahmanالرحمنYang Maha Pengasih
2Ar RahiimالرحيمYang Maha Penyayang
3Al MalikالملكYang Maha Merajai (bisa di artikan Raja dari semua Raja)
4Al QuddusالقدوسYang Maha Suci
5As SalaamالسلامYang Maha Memberi Kesejahteraan
6Al Mu`minالمؤمنYang Maha Memberi Keamanan
7Al MuhaiminالمهيمنYang Maha Mengatur
8Al `AziizالعزيزYang Maha Perkasa
9Al JabbarالجبارYang Memiliki Mutlak Kegagahan
10Al MutakabbirالمتكبرYang Maha Megah, Yang Memiliki Kebesaran
11Al KhaliqالخالقYang Maha Pencipta
12Al Baari`البارئYang Maha Melepaskan (Membuat, Membentuk, Menyeimbangkan)
13Al MushawwirالمصورYang Maha Membentuk Rupa (makhluknya)
14Al GhaffaarالغفارYang Maha Pengampun
15Al QahhaarالقهارYang Maha Memaksa
16Al WahhaabالوهابYang Maha Pemberi Karunia
17Ar RazzaaqالرزاقYang Maha Pemberi Rezeki
18Al FattaahالفتاحYang Maha Pembuka Rahmat
19Al `AliimالعليمYang Maha Mengetahui (Memiliki Ilmu)
20Al QaabidhالقابضYang Maha Menyempitkan (makhluknya)
21Al BaasithالباسطYang Maha Melapangkan (makhluknya)
22Al KhaafidhالخافضYang Maha Merendahkan (makhluknya)
23Ar Raafi`الرافعYang Maha Meninggikan (makhluknya)
24Al Mu`izzالمعزYang Maha Memuliakan (makhluknya)
25Al MudzilالمذلYang Maha Menghinakan (makhluknya)
26Al Samii`السميعYang Maha Mendengar
27Al BashiirالبصيرYang Maha Melihat
28Al HakamالحكمYang Maha Menetapkan
29Al `AdlالعدلYang Maha Adil
30Al LathiifاللطيفYang Maha Lembut
31Al KhabiirالخبيرYang Maha Mengenal
32Al HaliimالحليمYang Maha Penyantun
33Al `AzhiimالعظيمYang Maha Agung
34Al GhafuurالغفورYang Maha Memberi Pengampunan
35As SyakuurالشكورYang Maha Pembalas Budi (Menghargai)
36Al `AliyالعلىYang Maha Tinggi
37Al KabiirالكبيرYang Maha Besar
38Al HafizhالحفيظYang Maha Memelihara
39Al MuqiitالمقيتYang Maha Pemberi Kecukupan
40Al HasiibالحسيبYang Maha Membuat Perhitungan
41Al JaliilالجليلYang Maha Luhur
42Al KariimالكريمYang Maha Pemurah
43Ar RaqiibالرقيبYang Maha Mengawasi
44Al MujiibالمجيبYang Maha Mengabulkan
45Al Waasi`الواسعYang Maha Luas
46Al HakiimالحكيمYang Maha Maka Bijaksana
47Al WaduudالودودYang Maha Mengasihi
48Al MajiidالمجيدYang Maha Mulia
49Al Baa`itsالباعثYang Maha Membangkitkan
50As SyahiidالشهيدYang Maha Menyaksikan
51Al HaqqالحقYang Maha Benar
52Al WakiilالوكيلYang Maha Memelihara
53Al QawiyyuالقوىYang Maha Kuat
54Al MatiinالمتينYang Maha Kokoh
55Al WaliyyالولىYang Maha Melindungi
56Al HamiidالحميدYang Maha Terpuji
57Al MuhshiiالمحصىYang Maha Mengalkulasi (Menghitung Segala Sesuatu)
58Al Mubdi`المبدئYang Maha Memulai
59Al Mu`iidالمعيدYang Maha Mengembalikan Kehidupan
60Al MuhyiiالمحيىYang Maha Menghidupkan
61Al MumiituالمميتYang Maha Mematikan
62Al HayyuالحيYang Maha Hidup
63Al QayyuumالقيومYang Maha Mandiri
64Al WaajidالواجدYang Maha Penemu
65Al MaajidالماجدYang Maha Mulia
66Al WahidالواحدYang Maha Tunggal
67Al AhadالاحدYang Maha Esa
68As ShamadالصمدYang Maha Dibutuhkan, Tempat Meminta
69Al QaadirالقادرYang Maha Menentukan, Maha Menyeimbangkan
70Al MuqtadirالمقتدرYang Maha Berkuasa
71Al MuqaddimالمقدمYang Maha Mendahulukan
72Al Mu`akkhirالمؤخرYang Maha Mengakhirkan
73Al AwwalالأولYang Maha Awal
74Al AakhirالأخرYang Maha Akhir
75Az ZhaahirالظاهرYang Maha Nyata
76Al BaathinالباطنYang Maha Ghaib
77Al WaaliالواليYang Maha Memerintah
78Al Muta`aaliiالمتعاليYang Maha Tinggi
79Al BarruالبرYang Maha Penderma (Maha Pemberi Kebajikan)
80At TawwaabالتوابYang Maha Penerima Tobat
81Al MuntaqimالمنتقمYang Maha Pemberi Balasan
82Al AfuwwالعفوYang Maha Pemaaf
83Ar Ra`uufالرؤوفYang Maha Pengasuh
84Malikul Mulkمالك الملكYang Maha Penguasa Kerajaan (Semesta)
85Dzul Jalaali Wal Ikraamذو الجلال و الإكرامYang Maha Pemilik Kebesaran dan Kemuliaan
86Al MuqsithالمقسطYang Maha Pemberi Keadilan
87Al Jamii`الجامعYang Maha Mengumpulkan
88Al GhaniyyالغنىYang Maha Kaya
89Al MughniiالمغنىYang Maha Pemberi Kekayaan
90Al MaaniالمانعYang Maha Mencegah
91Ad DhaarالضارYang Maha Penimpa Kemudharatan
92An Nafii`النافعYang Maha Memberi Manfaat
93An NuurالنورYang Maha Bercahaya (Menerangi, Memberi Cahaya)
94Al HaadiiالهادئYang Maha Pemberi Petunjuk
95Al Badii’البديعYang Maha Pencipta Yang Tiada Bandingannya
96Al BaaqiiالباقيYang Maha Kekal
97Al WaaritsالوارثYang Maha Pewaris
98Ar RasyiidالرشيدYang Maha Pandai
99As ShabuurالصبورYang Maha Sabar

Bacaan Doa Nurbuat Arab, Lain dan Terjemahannya | Status Doa Nurbuat

$
0
0

Doa Nurbuat

Teks doanya:
اللَّهُمَّ ذِى السُّلْطَانِ العَظِيم وَذِى الـمَنِّ القَدِيم وَذِى الوَجْه الكَرِيم وَوَلِيِّ الكَلِمَات التآمات وَالدَّعَوَاتِ الـمُسْتَجَبَات عَاقِلِ الحَسَنِ والحُسَينِ من انفس الحق عين القدرة والناظرين وعين الجن والإنس والشياطين. وَإِن يَكَادُ الذِّينَ كَفَرُوا لَيُزْلِقُونَكَ بِأَبصَارِهِم لما سمعوا الذكر ويقولون إنه لمجنون وماهو الا ذكر للعالمين ومُستجابُ القرآن العظيم وورث سليمان داود عليهما السلام الودود ذو العرش المجيد طَوِّلْ عُمْرِي وصحح جسدي واقض حاجتي واكثر اموالي واولادي وحببني للناس اجمعين وتباعد العداوة كل من بني آدم عليه السلام من كان حيا ويحق القول على الكافرين انك على كل شيء قدير سبحان ربك رب العزة عما يصفون.والسلام على المرسلين والحمد لله رب العالمين.
Ada banyak kejanggalan dalam doa nurbuat, diantaranya:
1. Kesalahan dalam tata bahasa
Teks bagian awal doa ini tidak sesuai dengan kaidah nahwu (tata bahasa Arab). Teks yang keliru:
[اللَّهُمَّ ذِى السُّلْطَانِ]
seharusnya, dibaca
[ذَا]
dengan hurup alif bukan
[ذِى]
Karena Munada Mudhaf harusnya mansub bukan majrur. Namun, anehnya, kesalahan semacam ini terjadi secara berulang-ulang, yaitu di bagian ma’thufnya.
Teks
[وَذِى الـمَنِّ القَدِيم]
seharusnya
[وَذَا الـمَنِّ القَدِيم]
Teks
[وَذِى الوَجْه الكَرِيم]
seharusnya
[وَذَا الوَجْه الكَرِيم]
Teks
[وَوَلِيِّ الكَلِمَات التآمات]
seharusnya
[وَوَلِيَّ الكَلِمَاتِ التآمَاتِ]
dengan harakat fathah.
2. Susunan kalimat yang tidak sistematis dan tidak memiliki kaitan.
Di bagian awal doa, isiny memuji Allah, kemudian tiba-tiba dikutip ayat:
وَإِن يَكَادُ الذِّينَ كَفَرُوا لَيُزْلِقُونَكَ بِأَبصَارِهِم…
“Hampir saja orang-orang kafir hendak menjatuhkanmu dengan pandangan mata mereka.”
Ayat ini menceritakan tentang sikap orang kafir yang hendak menyerang Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan penyakit ‘ain (penyakit karena pandangan hasad). Sehingga mereka bisa membunuh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dari jauh.
Jika kita perhatikan, ayat ini tidak memiliki keterkaitan langsung ayat ini dengan pujian untuk Allah dalam bait sebelumnya.
3. Isi permintaan yang tidak tepat
Dalam doa tersebut ada permintaan:
[طَوِّلْ عُمْرِي]
Panjangkanlah umurku. Umur panjang secara mutlak bukanlah hal yang terpuji. Karena umur panjang belum tentu berkah. Lebih tepat jika meminta keberkahan umur bukan meminta umur panjang. Sebagaimana yang dilakukan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika mendoakan Anas bin Malik:
اللَّهُمَّ أَكْثِرْ مَالَهُ وَوَلَدَهُ ، وَبَارِكْ لَهُ فِيمَا أَعْطَيْتَهُ
“Ya Allah, perbanyaklah harta dan anaknya, serta berkahilah apa yang engkau karuniakan padanya.” (HR. Bukhari no. 6334 dan Muslim no. 2480)
Nabi tidak mendoakan secara mutlak, tapi beliau iringi dengan doa keberkahan.
Syekh Muhammad bin Shaleh Al-Utsaimin pernah ditanya tentang hukum memberikan ucapan “semoga panjang umur” Syekh mejawab, Tidak selayaknya mengucapkan “semoga panjang umur” secara mutlak, tanpa diikuti dengan kriteria yang lain. Karena panjang umur terkadang baik dan terkadang buruk. Padahal, manusia terjelek adalah orang yang panjang umurnya dan jelek amalnya. Oleh karena itu, andaikan ucapan yang disampaikan, “Semoga Allah memanjangkan usiamu di atas ketaatan” atau yang semacamnya maka ini tidak mengapa. (Fatawa as-Syimaliyah, Hal. 24)
4. Keutamaan yang terlalu berlebihan
Para aktivis pembaca doa ini menceritakan bahwa doa nurbuat memiliki banyak keutamaan. Namun, kebanyakan keutamaan tersebut, hanya terkait kesenangan dunia. Padahal prinsip doa yang diajarkan syariat lebih banyak untuk kepentingan akhirat. Kalaupun isinya memohon kebaikan dunia, pasti juga diiringi dengan permohonan kebaikan akhirat. Diantara keutamaan yang aneh pada doa ini:
  1. Dapat bertemu dengan Jin, bisa merubah rupa.
  2. Dapat disayangi oleh musuh, jika dibaca ketika hendak keluar rumah.
  3. Dapat menjadi penjaga rumah dari gangguan jin, sihir, santet dan bahaya lainnya, jika ditulis lalu disimpan di dalam rumah. (Mungkin inilah yang melatar-belakangi kebiasaan orang yang menggantung jimat di depan rumah).
  4. Dapat memperlihatkan hal-hal yang indah, jika dibaca 100 kali pada malam Sabtu.
  5. Dapat awet muda jika dibaca setiap malam Minggu.
  6. Dapat menjadikan wajah tampak lebih tampan/cantik jika dibaca setiap malam Kamis.
  7. Dan masih banyak keutamaan lainnya, yang semuanya mungarah pada kerakusan terhadap dunia.
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa tidak mungkin doa nurbuat berasal dari ajaran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Karena itu, tidak selayaknya untuk dibaca.Allahu a’lam.
dikutip dari : www.konsultasisyariah.com 

Bacaan Ayat kursi | Ayatul Kursi | Ayat Al Kursi Arab dan Latin Beserta Terjemahnya

$
0
0
Bacaan dan Tulisan Ayatul Kursi Arab dan Latin | Ayat KursiAyat Kursi terkandung Kebesaran Allah, Keagungan Allah, Kekuasaan Allah dan Ilmu-ilmu Allah yang meliputi langit dan bumi. Sudah banyak umat muslim yang mempunyai pengalaman mengamalkan Ayat Kursi. Dimana Fadhilah, Karomah, Hikmah, Manfaat dan Khasiat sudah dirasakan oleh umat muslim yang mengamalkan Riyadhoh Ayat secara Istiqomah dan Tuma’ninah.
Berikut ini tulisan dan bacaan Arab dan Latin beserta arti dan terjemahan Ayat Kursi :
Ayatul Kursi

Ayat Kursi dalam bentuk huruf latin :ALLAHU LAA ILAAHA ILLA HUWAL HAYYUL QAYYUMU. LAA TA’KHUDZUHUU SINATUW WA LAA NAUUM. LAHUU MAA FISSAMAAWAATI WA MAA FIL ARDHI. MAN DZAL LADZII YASFA’U ‘INDAHUU ILLAA BI IDZNIHI. YA’LAMU MAA BAINA AIDIIHIM WA MAA KHALFAHUM. WA LAA YUHITHUUNA BI SYAI-IN MIN ‘ILMIHII ILLAA BI MAASYAA-A. WASI’A KURSIYYUHUSSAMAAWAATI WAL ARDHA. WA LAA YA-UDHUU HIFZHUHUMAA WAHUWAL ‘ALIYYUL AZHIIM
Bacaan Ayat Kursi dalam huruf latin :ALLOHU LAA ILAAHA ILLA HUWAL HAYYUL  QOYYUM. LAA TA’KHUDZUHUU SINATUW WA LAA NAUUM. LAHUU MAA FISSAMAAWAATI WA MAA FIL ARDH. MAN DZAL LADZII YASFA’U ‘INDAHUU ILLAA BI IDZNIH. YA’LAMU MAA BAINA AIDIIHIM WA MAA KHOLFAHUM. WA LAA YUHITHUUNA BI SYAI-IN MIN (dengung) ‘ILMIHII ILLAA BI MAASYAA-A.WASI’A KURSIYYUHUSSAMAAWAATI WAL ARDH. WA LAA YA-UDHUU HIFZHUHUMAA WAHUWAL ‘ALIYYUL AZHIIIM.
Arti dan terjemahan Ayat KursiAllah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia Yang Hidup kekal lagi terus menerus mengurus (makhluk-Nya); tidak mengantuk dan tidak tidur. Kepunyaan-Nya apa yang di langit dan di bumi. Tiada yang dapat memberi syafa’at di sisi Allah tanpa izin-Nya? Allah mengetahui apa-apa yang di hadapan mereka dan di belakang mereka, dan mereka tidak mengetahui apa-apa dari ilmu Allah melainkan apa yang dikehendaki-Nya. Kursi Allah meliputi langit dan bumi. Dan Allah tidak merasa berat memelihara keduanya, dan Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar. (QS : Al-Baqarah : 255)


Demikian Bacaan dan Tulisan Ayat Kursi Arab dan Latin Beserta Arti dan Terjemahan Ayat Kursi, Semoga bermanfaat dan memberikan kemaslahatan dan keberlimpahan berkah untuk kita semua.
Viewing all 149 articles
Browse latest View live